Model-model penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah
di Indonesia menurut UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 19 Tahun
2005 Pasal 111 dan 16 disebutkan terdapat beberapa jenis sekolah di
Indonesia.
Sekolah jenis pertama, sekolah potensial dimana sekolah yang
masih relative banyak kekurangan untuk memenuhi kriteria sekolah
yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Kedelapan SNP
tersebut adalah standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,
standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidikan dan
kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan dan standar
penilaian. Ditegaskan dalam PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 dan
3 bahwa kategori sekolah potensial adalah sekolah yang belum
memenuhi dari SNP. Kreteria umum bagi kelompok sekolah potensial
sebagai calon SSN ditetapkan sebagai berikut:
a) Sekolah Negeri atau Swasta
b) Memiliki rata-rata UN yang lebih rendah daripada UN untuk
kriteria SSN pada tahun yang sama.
c) Termasuk sekolah yang tergolong kategori cukup atau kurang di
kabupaten/kota yang bersangkutan, yaitu memiliki karakteristik
cukup atau kurang terhadap delapan standar SNP.
d) Sekolah swasta yang bukan didukung oleh yayasan yang memiliki
pendanaan yang kuat, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kedua Sekolah Standar Nasional adalah sekolah yang sudah
atau hampir memenuhi kedelapan standar nasional pendidikan. Pada
dasarnya aspek-aspek pendidikan yang dikembangkan pada semua
kategori sekolah (sekolah potensial, SNN dan SBI) sama, yaitu minimal
delapan aspek Standar Nasional Pendidikan. Perbedaannya adalah pada
luasan program, cakupan program, variasi program dan kecepatan
dalam pencapaian hasil.
Kategori ketiga adalah sekolah Standar Nasional dan
memiliki kearifan lokal. Keunggulan lokal ini merupakan bagian dari
pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kewarganegaraan dan kepribadian, IPTEK, estetika atau kelompok mata
pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Kategori
keempat adalah sekolah bertaraf Internasional (SBI). SBI merupakan
sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan Indonesia dan tarafnya internasional
sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional
(Zainal Aqib, 2010: 4-27).
Beberapa penjelasan mengenai Sekolah Bertaraf Internasional
diantaranya:
a. Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional
Sekolah Bertaraf Internasional adalah satuan pendidikan yang
diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu Negara
anggota Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya. (Depdiknas,
2009: 9)
SNP adalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan
pendidikan meliputi standar: kompetensi lulusan, isi, proses,
penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan dan pembiayaan. Sedangkan pengayaan dengan
standar negara maju dapat berupa penyesuaian, penguatan,
pengayaan, pengembangan, perluasan dan pendalaman pada
peningkatan mutu pendidikan yang mengacu pada standar mutu
pendidikan bertaraf internasional atau pada negara maju.
Pencapaian kualitas pendidikan nasional selaras dengan
kategori sekolah formal yang ada, yaitu: Sekolah Kategori Standar,
Sekolah Kategori Mandiri dan Sekolah Bertaraf Internasional.
Sekolah yang berkategori Mandiri didorong menuju sekolah
bertaraf Internasional. Sekolah kategori mandiri adalah sekolah
yang hampir atau telah memenuhi delapan komponen SNP. Untuk
pengembangan program rintisan SMA bertaraf Internasional,
pencapaian standar nasional pendidikan merupakan syarat utama
yang harus dipenuhi terlebih dahulu (Depdiknas, 2009: 9).
b. Pengertian Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional
SMA Bertaraf Internasional perlu menjalin kerjasama
(networking) dengan sekolah lain, baik di dalam maupun di luar
negeri, yang telah memiliki reputasi internasional sebagai bentuk
kegiatan perujukan (benchmarking). Bentuk kerjasama lain dapat
berupa kolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi sebagai
pengguna lulusan. SMA bertaraf Internasional juga harus
mengembangkan program sertifikasi, meningkatkan daya saing
dalam lomba tingkat internasional (Depdiknas, 2009: 9-10).
c. Tujuan Pengembangan Program Rintisan Sekolah Menengah
Atas Bertaraf Internasional
1) Tujuan Umum
Pengembangan program rintisan SMA bertaraf
internasional bertujuan meningkatkan kinerja sekolah dalam
mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dalam
mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab dan memiliki daya saing
pada taraf internasional (Depdiknas, 2009: 6).
2) Tujuan Khusus
Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam
menyiapkan lulusan SMA yang memiliki kompetensi seperti
yang tercantum didalam Standar Kompetensi Lulusan yang
memenuhi Standar Kompetensi Lulusan berdaya saing pada
taraf internasional yang memiliki karakter sebagai berikut:
a) Meningkatnya keimanan dan ketaqwaan serta berakhlak
mulia.
b) Meningkatnya kesehatan jasmani dan rohani.
c) Meningkatnya mutu lulusan dengan standar yang lebih
tinggi daripada standar kompetensi lulusan nasional.
d) Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Siswa termotivasi untuk belajar mandiri, berpikir kritis,
kreatif dan inovatif.
f) Mampu memecahkan masalah secara efektif.
g) Meningkatnya kecintaan pada persatuan dan kesatuan
bangsa.
h) Menguasai penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
i) Membangun kejujuran, objektivitas dan tanggung jawab.
j) Mampu berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dan atau
bahasa asing lainnya secara efektif.
k) Siswa memiliki daya saing melanjutkan pendidikan
bertaraf internasional.
l) Mengikuti sertifikasi internasional.
m) Meraih medali tingkat internasional.
n) Dapat bekerja pada lembaga internasional (Depdiknas,
2009: 6-7)
d. Kriteria rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf
Internasional
Sekolah Menengah Atas yang dapat mengikuti program
rintisan SMA bertaraf internasional harus memiliki kriteria
minimal sebagai berikut:
1) Sekolah Menengah Atas negeri atau swasta yang telah
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan terakreditasi A.
2) Kepala Sekolah memenuhi standar nasional pendidikan,
berkompeten dalam pengelolaan manajemen mutu pendidikan,
serta mampu mengoperasikan komputer dan dapat
berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.
3) Memiliki tenaga pengajar fisika, kimia, biologi, matematika
dan mata pelajaran lainnya yang berkompeten menggunakan
ICT dengan pengantar Bahasa Inggris.
4) Tersedia sarana prasarana yang memenuhi standar untuk
menunjang proses pembelajaran bertaraf internasional, antara
lain:
a) Memiliki tiga laboraturium IPA (Fisika, Kimia, Biologi)
b) Memiliki perpustakaan yang memadai
c) Memiliki laboratorium komputer
d) Tersedia akses internet
e) Memiliki web sekolah
f) Memiliki kultur sekolah yang kondusif (bersih, bebas asap
rokok, bebas kekerasan, indah dan rindang)
5) Memiliki dana yang cukup untuk membiayai pengembangan
program rintisan SMA bertaraf internasional.
6) Penyelenggaraan sekolah dalam satu shift (tidak double shift).
7) Jumlah rombongan belajar pada satu satuaan pendidikan
minimal 9 (Sembilan) atau setara dengan 288 siswa.
8) Memiliki lahan minimal 10.000 m2
9) Memiliki akses jalan masuk yang mudah dilalui oleh
kendaraan roda empat. (Depdiknas, 2009: 8)
e. Komponen Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional
Komponen pelaksanaan Program R-SBI meliputi sepuluh
komponen sebagai berikut:
1) Akreditasi
“Mutu setiap sekolah bertaraf internasional dijamin
dengan keberhasilan memperoleh akreditasi yang sangat baik.
Akreditasi menentukan kelayakan program pendidikan dengan
sertifikat predikat A dari BAN S/M” (Depdiknas, 2009: 18).
2) Pengembangan Kurikulum (KTSP)
Perangkat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) disusun berdasarkan standar isi dan standar
kompetensi lulusan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dan
Bahsa Inggris. Disamping itu kurikulum yang digunakan
diperkaya dengan cara mengadopsi dan/atau mengadaptasi
kurikulum sekolah pada negara maju yang memiliki
keunggulan dalam bidang pendidikan. Pengayaan muatan
kurikulum dalam bentuk sumber belajar, buku teks siswa, buku
pegangan guru, LKS (student worksheet) dan bahan ajar
elektronik dalam bentuk e-learning video cassette, compact
disc, audio cassette, dan digital video disc. Menerapkan
sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) serta mengembangkan kesiapan
sekolah dalam menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS)
(Depdiknas, 2009: 19).
3) Proses Pembelajaran
Proses Pembelajaran harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan dan menantang sehingga dapat memotivasi
siswa untuk berpartisipasi aktif. Proses pembelajaran
memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar
memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul,
kepemimpinan, jiwa entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa
innovator, prakarsa, kreativitas, kemandirian berdasarkan
bakat, minat dan perkembangan fisik maupun psikologinya
secara optimal yang terintegrasi pada keseluruhan kegiatan
pembelajaran.
Pendidikan harus dapat mengembangkan proses
pembelajaran yang membangun pengalaman belajar siswa
melalui kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang
efektif dan efisien. Mutu proses pembelajaran ditingkatkan
dengan menerapkan model-model pembelajaran yang secara
nyata telah berhasil diterapkan dengan baik pada sekolah
unggul dari negara maju (seperti: penerapan standar belajar,
standar mengajar: persiapan pembelajaran, penentuan indikator
hasil belajar, pemilihan bahan ajar, strategi pembelajaran,
pengelolaan kelas, pemilihan alat peraga pembelajaran dan
pemilihan sumber belajar).
Mutu pembelajaran ditingkatkan dengan dukungan
penerapan TIK pada semua mata pelajaran serta menggunakan
Bahasa Inggris untuk kelompok sains dan matematika di
jurusan IPA. Pengembangan berikutnya untuk mata pelajaran
ekonomi pada jurusan IPS. Tiap satuan pendidikan dapat
menentukan mata pelajaran lain yang termasuk dalam
pelayanan bertaraf internasional apabila sekolah memiliki
sumber daya yang memenuhi criteria mutu yang ditetapkan
(Depdiknas, 2009: 24-25).
4) Peningkatan Mutu Penilaian
Sekolah perlu mengembangkan instrumen penilaian
yang diperoleh dari proses pembelajaran yang mengukur tiga
ranah penilaian, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor,
termasuk penilaian portofolio. Hasil belajar siswa dapat diukur
melalui ujian sekolah, ujian nasional dan ujian internasional,
yang diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari
negara maju yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan. Ujian sekolah dan ujian nasional bersifat
wajib. Ujian internasional bersifat pilihan, karena memerlukan
dukungan dana dari orang tua atau stakeholders, namun
sekolah harus berupaya memfasilitasi siswa yang ingin
mengikuti ujian internasional tersebut untuk mendapatkan
sertifikat internasional (Depdiknas, 2009: 33)
5) Peningkatan Mutu Kompetensi Lulusan
Proses pendidikan harus menghasilkan manusia yang
berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berkepribadian unggul,
memiliki jiwa kepemimpinan, jiwa entrepreneur, jiwa patriot,
jiwa inovator, berprakarsa, kreatif dan mandiri. Penetapan
kompetensi lulusan rintisan SMA bertaraf internasional
menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi daripada
standar nasional pendidikan, meraih prestasi tingkat
internasional pada bidang sains, matematika, teknologi, seni
dan olah raga. Lulusan memperoleh pengakuan internasional
yang dibuktikan dengan sertifikat. Mampu mengembangkan
logika dan imajinasi secara tertulis, menguasai penggunaan
Bahasa Inggris, menguasai teknologi informasi dan
komunikasi sebagai modal dasar dalam berinteraksi,
berkolaborasi dalam menghadapi kompetisi global (Depdiknas,
2009: 34-35).
6) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya
manusia (SDM) sekolah harus mengembangkan program
peningkatan kompetensi guru melalui peningkatan kualifikasi
pendidikan guru minimal 30% guru berpendidikan S2 atau S3
dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
dengan program studi sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah.
Selain itu, kompetensi guru dalam pengelolaan sistem
pembelajaran ditingkatkan untuk menuju pada proses
pembelajaran yang setara dengan proses pembelajaran pada
sekolah unggul dari negara maju. Untuk itu sekolah perlu
mengembangkan pula kompetensi Bahasa Inggris guru dan
kompetensi pada bidang TIK terutama untuk guru kelompok
sains dan matematika.
Peningkatan mutu SDM melalui kegiatan pelatihan
dalam bentuk pemagangan, studi banding, workshop (on the
job training atau off the job training) dan seminar yang
dilakukan oleh masing-masing sekolah atau bekerjasama
dengan lembaga pendidkan di luar sekolah yang memiliki
kewenangan dan kompetensi yang relevan.
Kepala sekolah harus mempunyai visi internasional,
mampu membangun jejaring internasional, serta jiwa
kepemimpinan dan entrepreneurship yang kuat dalam
memfasilitasi seluruh anggota komunitas sekolah untuk
mengembangkan keunggulan kompetitif dan komparatif
bertaraf internasional. Untuk mendukung kelancaran tugas
tersebut Kepala Sekolah harus berpendidikan minimal S2 dan
mampu berbahasa inggris secara aktif (Depdiknas, 2009: 36-
37).
7) Sarana dan Prasarana Pendidikan
Untuk menuju Sekolah Bertaraf Internasional, sekolah
secara bertahap harus memenuhi standar sarana dan prasarana
yang mendukung efektivitas proses pembelajaran yang setara
dengan proses pembelajaran sekolah unggul disalah satu
Negara maju. Standar sarana dan prasana tersebut yaitu:
a) Pengembangan Perpustakaan
Perpustakaan memegang peranan penting, oleh
karena itu perlu dilengkapi dengan buku-buku pelajaran
berbahasa inggris, buku referensi, jurnal nasional dan
internasional, buletin, koran, majalah serta perangkat
audio visul. Perpustakaan diharapkan dapat membantu
siswa mengasah otak, memperluas dan memperdalam
pengetahuan, melahirkan kreativitas, serta membantu
kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler. Kecanggihan
teknologi dewasa ini mengharuskan perpustakaan
dilengkapi dengan fasilitas computer dan internet yang
memungkinkan warga sekolah mendapatkan berbagai
informasi yang disediakan di alam maya. Perpustakaan
juga harus menerapkan sistem komputerisasi/digital dalam
mencari katalog buku. Ruang perpustakaan harus nyaman,
sebaiknya dilengkapi dengan alat pendingin (AC) yang
memadai (Depdiknas, 2009: 40).
b) Pengembangan Laboratorium Fisika, Biologi, Kimia
“Setiap sekolah harus memiliki minimal satu
laboratorium Fisika, satu laboratorium Kimia dan satu
laboratorium Biologi yang dilengkapi dengan peralatan
dan bahan praktikum yang memadai untuk menunjang
proses pembelajaran. Laboratorium tersebut perlu
didayagunakan secara maksimal dengan dukungan
teknologi informasi dan komunikasi serta memenuhi
standar” (Depdiknas, 2009: 41).
c) Pengembangan Laboratorium Bahasa
“Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat
ketrampilan dasar, yaitu mendengar, berbicara, membaca
dan menulis. Dalam mengembangkan kemampuan
mendengar dan berbicara sekolah dapat memanfaatkan
jasa native speaker atau dalam bentuk rekaman suara,
video atau media rekam lainnya” (Depdiknas, 2009: 42).
d) Pengembangan Laboratorium Multimedia
Laboratorium multimedia adalah fungsional
laboratorium (tempat praktikum yang mampu
memfasilitasi beberapa aktivitas praktikum sekolah
dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi. Aktivitas praktikum dapat dilayani oleh
laboratorium konvensional (Fisika, Kimia, Biologi,
Bahasa dan Komputer) tetapi dapat juga dilayani oleh
laboratorium multimedia dengan menggunakan teknologi
multimedia dan simulasi komputer.
Laboratorium multimedia berisi seperangkat
komputer berikut perangkat audio visualnya yang saling
terintegrasi, dilengkapi dengan program aplikasi yang
sesuai untuk memberikan layanan tambahan terhadap
laboratorium konvensional. Laboratorium multimedia
dapat melayani seluruh rumpun mata pelajaran.
Fungsi pokok laboratorium multimedia adalah untuk
melayani kegiatan: interaksi antara guru-siswa,
penayangan video pembelajaran, latihan mata pelajaran
interaktif (online), simulasi kasus berbasis multimedia,
operasionalitas e-Book dan menyediakan Ensiklopedi
(Depdiknas, 2009: 43).
e) Pengembangan Laboratorium Komputer
“Sekolah Bertaraf Internasional harus memiliki
laboratorium komputer sesuai dengan kebutuhan siswa.
Laboratorium komputer digunakan untuk pembelajaran
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) atau Information
& Comunication Technology (ICT)” (Depdiknas, 2009 :
45).
f) Pengembangan Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Sosial
“Menurut SNP, sekolah harus memiliki laboratorium
IPS. Pengembangan laboratorium IPS dilakukan terutama
untuk laboratorium geografi, workshop keperluan praktek
ekonomi” (Depdikans, 2009: 46). Sejauh ini
pengembangan laboratorium IPS memang masih tertinggal
daripada laboratorium IPA. Kendala yang sering dihadapi
dalam pengembangan laboratorium IPS adalah kesulitan
menentukan kelengkapan laboratorium karena praktik
mata pelajaran IPS lebih terbatas daripada mata pelajaran
IPA.
g) Pengembangan TRRC (Teacher Resource & Reference
Centre)
TRRC merupakan pusat kegiatan untuk
pengembangan diri guru secara individual dan kelompok
melalui diskusi atau latihan dan workshop dalam bentuk
forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Oleh
karena itu, TRRC juga perlu dilengkapi dengan fasilitas
buku referensi guru, ICT, Learning Resource Centre
(LRC) dan perangkat pengembangan produk inovasi
pembelajaran. Kegiatan guru ini diarahkan untuk
membahas masalah-masalah yang dihadapi guru dalam
pembelajaran, berlatih menggunakan alat dan persiapan
untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research) (Depdiknas, 2009: 47).
h) Pengembangan Sarana Lainnya
Sekolah Bertaraf Internasional harus dilengkapi
dengan sarana lainnya seperti ruang kelas, ruang kepala
sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang BK, ruang OSIS dan
ruang serbaguna yang dilengkapi dengan sarana
pembelajaran berbasis TIK.
Selain itu juga dilengkapi dengan ruang UKS,
kantin, ruang ibadah, WC, koperasi, ruang kesenian,
gudang, lapangan upacara dan lapangan olah raga dalam
jumlah memadai, berfungsi dan terawat dengan baik. Alat
olah raga dan kesenian juga memenuhi standar tingkat
kecukupan kebutuhan meningkatkan prestasi siswa
bertaraf internasional (Depdiknas, 2009: 49).
8) Pengelolaan
Pengelolaan SMA bertaraf internasional menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan
akuntabilitas. Dalam melaksanakan standar pengelolaan,
sekolah harus menentukan arah program dengan jelas,
termasuk dengan tahapan-tahapan pelaksanaannya, sehingga
semua warga sekolah paham dan terpandu oleh pentahapan itu.
Penerapan arah dan pentahapan tersebut harus dilakukan pada
rapat dewan pendidik bersama komite sekolah. Dengan
demikian semua yang diputuskan dan dirumuskan dapat
menjadi keputusan bersama yang pada gilirannya dapat
mendukung implementasinya. Dalam meningkatkan mutu
prosedur pengelolaan secara bertahap sekolah perlu
mengusahakan untuk memperoleh sertifikat ISO 9001 versi
2008 dan ISO 14000 (Depdiknas, 2009: 50-51).
9) Pembiayaan
Sumber pembiayaan Program Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional berdasarkan peraturan Pemerintah No.48
tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, biaya
penyelenggaraan SBI berasal dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, orang tua siswa
(Komite Sekolah), pihak asing yang tidak mengikat, dunia
usaha dan dunia industri (DU/DI). Sekolah dalam Program
Rintisan SMA Bertaraf Internasional harus mampu
menggalang dana dari sumber-sumber tersebut dalam jumlah
yang cukup memadai untuk membiayai program peningkatan
mutu rintisan SMA Bertaraf Internasional. Dana Komite
Sekolah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi
lebih difokuskan untuk kegiatan pengembangan sarana dan
prasarana pendidikan dan peningkatan mutu pembelajaran.
Sedangkan dana dari Pemerintah Pusat lebih difokuskan untuk
pemenuhan penjaminan mutu pendidikan. Sumber dana lain
yang berasal dari masyarakat, dunia usaha dan dunia industri
(DU/DI) yang tidak mengikat perlu digalang untuk mendukung
penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf
Internasional.
Mengalokasikan dana secara tepat guna melalui
kesepakatan pada rapat dewan pendidikan dan komite sekolah,
menggunakan dana secara transparan, berhasil guna, tidak
double counting, dan akuntabel dengan menerapkan Sistem
Informasi Manajemen Keuangan (berbasis TIK) untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaaan
(Depdiknas, 2009: 54-55).
10) Kesiswaan
a) Penerimaan Peserta Didik Baru
Proses penerimaan peserta didik baru harus
transparan dan dilakukan seleksi secara ketat dengan
menerapkan tahapan sebagai berikut:
(1) Seleksi Administrasi, meliputi:\
(a) Nilai rapor SMP atau MTs kelas VII s.d. kelas IX
untuk mata pelajaran Matematika, IPA, IPS,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris rata-rata
minimal 7,5.
(b) Penghargaan prestasi akademik.
(c) Sertifikat lembaga kursus Bahasa Inggris.
(2) Achievement test, meliputi: Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA dan IPS dengan skor minimal 7
dalam rentang 0-10.
(3) Tes kemampuan Bahasa Inggris, meliputi: reading,
Listening, writing dan speaking dengan skor minimal
7 dalam rentang nilai 0-10.
(4) Lulus Tes Psikologi (Psikotest), meliputi: IQ, CQ, TC
dan Kepribadian.
(5) Wawancara dengan siswa dan orang tua siswa.
Wawancara dengan siswa dimaksudkan untuk
mengetahui minat siswa untuk masuk program
Rintisan SMA Bertaraf Internasional. Wawancara
dengan orang tua dimaksudkan untuk mengetahui
minat dan dukungan orang tua. Dalam penerimaan
siswa baru harus memberikan kesempatan kepada
masyarakat golongan ekonomi lemah atau tidak
mampu namun berprestasi, minimal 10% dari jumlah
siswa.
(6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilakukan lebih
awal sebelum penerimaan siswa baru dalam
memenuhi target program by school.
b) Pembinaan Siswa
Pembinaan siswa dimaksudkan untuk
mengembangkan seluruh potensi siswa secara maksimal,
baik potensi akademik maupun non-akademik. Pola
pembinaannya dilakukan melalui kegiatan tatap muka,
penugasan terstruktur, tugas mandiri tidak terstruktur dan
pengembangan diri melalui layanan konseling dan
ekstrakulikuler (Depdiknas, 2009: 56-57).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar