Suatu organisasi atau perusahaan jika ingin maju atau berkembang maka dituntut untuk memiliki pegawai yang berkualitas. Pegawai yang berkualitas adalah pegawai yang kinerjanya dapat memenuhi target atau sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk memperoleh pegawai yang memiliki kinerja baik maka diperlukan penerapan kinerja. Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan bentuknya dapat bersifat tangible (dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya) atau intangible (tak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya), tergantung pada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu.
Kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor dan kondisi yang baik itu yang berasal dari dalam diri pegawai ataupun yang berasal dari luar individu pegawai. Mangkuprawira dan Hubeis dalam bukunya Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia (2007:153) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan
Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2004) menyatakan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau sekelompok orang.
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar kerjayang berasal dari terjemahan kata performance dalam bahasa inggris yang berartiprestasi atau hasil kerja. Menurut Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014,menyatakan bahwa “Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yangtelah atau hendak dicapai dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dankualitas terukur. Menurut Tim AKIP BPKP dalam Wahid (2016), menyatakan bahwa :Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikankepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaianhasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatuorganisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatukebijakan operasional yang dimiliki.
Menurut Agusta (2013) menyatakan bahwa Pengukuran kinerja merupakan alat untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan melakukan pengukuran kinerja maka kita bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan objektif. Selain itu, kita jugabisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkan kinerja periode berikutnya.
Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasimaupun hasil yang telah dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja khususnya dilingkungan instansi pemerintah daerah diperlukan sebagai alat dalam pengambilankeputusan dan bentuk pertanggungjawaban terhadap publik
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) merupakan usaha pemerintah dalam rangka melindungi perempuan, mulai dari tingkat pusat sampai daerah dibentuk badan/lembaga yang menangani masalah pemberdayaan perempuan yang dibentuk di tiap pemda kabupaten/kota. Kita mengenal adanya posisi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Di pemerintah provinsi dibentuk wadah semacam Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan. Forum ini merupakan wadah untuk berurun rembug dalam membuat gagasan, melakukan koordinasi serta rekomendasi-rekomendasi dalam membuat suatu kebijakan program kegiatan pemberdayaan perempuan.
Pusat Pelayanan Terpadu merupakan suatu unit yang menyelenggarakan pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meliputi pelayanan medis, psikososial dan bantuan hukum yang dilaksanakan secara lintas fungsi dan lintas sektoral. Pusat ini dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama tiga menteri (Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menkes & Mensos) serta Kepolisian Negara RI pada tanggal 23 Oktober 2002 (Supramu).
Tugas dari Pusat Pelayanan Terpadu adalah lembaga penyedia layanan terhadap korban kekerasan yang berbasis kesekretariatan dalam bentuk pelayanan psikososial dan pelayanan hukum, yang meliputi : rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, bantuan hukum dan pendampingan. PPT memiliki visi memberikan perlindungan terhadap korban dan atau saksi tindak pidana perdagangan orang dan tindak kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak (Rokhmah, 2011).
Sedangkan menurut Prosedur Standar Operasional Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, yang selanjutnya disebut PSO, adalah langkah-langkah standar yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, yang meliputi 5 (lima) jenis pelayanan, yaitu:
- Penanganan Pengaduan,
Penanganan Pengaduan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara layanan terpadu untuk menindaklanjuti laporan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diajukan korban, keluarga atau masyarakat
- Pelayanan Kesehatan,
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang meliputi aspek . promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
- Rehabilitasi Sosial,
Rehabilitasi Sosial adalah pelayanan yang ditujukan untuk . memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorangyang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakanfungsi sosialnya secara wajar.
- Penegakan dan Bantuan Hukum,
Penegakan Hukum adalah tindakan aparat yang diberikewenangan oleh negara untuk melaksanakan peraturanperundang-undangan. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan olehpendamping hukum dan advokat untuk melakukan proses . pendampingan saksi dan/atau korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sensitif gender.
- Pemulangan dan Reintegrasi Sosial.
Pemulangan adalah upaya mengembalikan perempuan . dan anak korban kekerasan dari luar negeri ke titikdebarkasi/entry point, atau dari' daerah penerima ke daerah asal. Reintegrasi Sosial adalah upaya penyatuan kembali korban dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban
Berdasarkan uraian di atas kinerja Pos Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual adalah hasil kerja nyata yang dicapai Pos Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual dalam memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, yang meliputi 5 (lima) jenis pelayanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar