Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi peranian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial di antara masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, angota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Proses adopsi inovasi yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah kumlatif dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005). Menurut Rogers dalam (Sciffman dan Kanuk 2010) cepat tidaknya proses adopsi inovasi teknologi baru dapat dikategorikan berdasarkan suatu kurva yang mendistribusi normal. Klasifikasi tingkat kecepatan adopsi inovasi dibagi dalam 5 kelompok yakni: 1) perintis (innovators), 2) pelopor (early adopters), 3) penganut dini atau mayoritas awal (early mayority), 4) penganut akhir atau mayoritas akhir (late mayority) dan 5) kolot (laggard). Berdasarkan distribusi frekuensi normal dengan menggunakan standar deviasi sebagai pembagi, menghasilkan daerah yang terletak sebelah kiri mean meliputi 2,5 persen individu yang pertama kali mengadopsi suatu inovasi disebut perintis, 13,5 persen berikutnya disebut pelopor, 34 persen berikutnya disebut pengikut dini, 34 persen berikutnya disebut pengikut akhir dan 16 persen berikutnya disebut pengikut kolot. Lebih lanjut Rogers dalam Sciffman dan Kanuk (2010), mengemukakan bahwa sebelum inovasi diterima oleh masyarakat, selalu ditemui pemuka pendapat yang sering bertindak sebagai pemegang kunci pintu atau penyaring terhadap inovasi-inovasi yang akan tersebar ke dalam sistem sosial. Tiap kelompok adopter digambarkan oleh ciri-ciri pokok sebagai pembandingan antara anggota sistem yang lebih inovatif dengan yang kurang inovatif dan antara inovator dengan yang kolot dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar