Menurut Kayis –Kumar (2019)Thin Capitalization Rulessecara luas dapat dikatakansebagai mekanisme anti penghindaran yang membatasitax base erosion dari aktivitas cross-border intercompany.Sedangkan,menurut Taylor & Richardson (2012)Thin Capitalizationmerupakan pembentukan struktur modal dengan kombinasi kepemilikan utang yang lebih besar dari modal. Mekanisme pembentukan struktur modal melalui mekanisme Thin Capitalizationmenyebabkan berbagai dampak. Utang yang diberikan menimbulkan beban bunga, dimana perlakuan bunga dalam perpajakan berbeda dengan pelakuan dividen. Beban bunga dalam ketentuan perpajakkan diperkenankan sebagai pengurang penghasilan (Buettner et al., 2012). Oleh karena itu, hal ini menimbulkan celah dan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance ) melalui pemanfaatan bunga. Dalam dunia internasional, beberapa negara telah mengatur aturan Thin Capitalization ini yang disebut dengan Thin Capitalization Rule(TCR). Aturan ini dapat menjadi solusi bagi masalah thin capitalization dengan membatasi jumlah beban pengurang pajak (Buettner,et al.,2012). Dikutip dari laman online-pajak.com (2020), di Indonesiaupaya pemerintah untuk meminimalisir
perusahaan melakukan penghindaran pajak melalui skema thin capitalizationini terdapat dari pasal 18 ayat 1 UU PPhyang menyebutkan dimana Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara hutang dan modal perusahaan untuk keperluan perhitungan pajak.Adapun besar perbandingan ini kemudian telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan (Debt to equity ratio). Besarnya perbandingan utang dan modalmenurut ketentuan tersebut maksimal sebesar 4:1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar