Jumat, 04 Maret 2022

Perencanaan Tata Letak Permukiman Berbasis Mitigasi Bencana (skripsi tesis dan disertasi)

Kesadaran akan pentingnya peran perencanaan tata ruang untuk pengurangan resiko bencana termasuk cukup lambat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Amerika seperti yang disampaikan oleh Burby et al (2000). Pendekatan yang lebih umum dipakai adalah mitigasi fisik dan persiapan respon / untuk tanggap darurat. Mitigasi fisik mencakup pembuatan dam, penguatan tanggul, serta pemasangan instalasi perangkat peringatan dini.

Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar alokasi pemerintah Indonesia adalah dengan penguatan organisasi dan kapasitas yang terkait dengan fase tanggap darurat atau respon ketika bencana terjadi. Pola – pola manajemen bencana sampai dengan tahun 2007 adalah dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) ataupun Satuan Tugas Pelaksanaan Penanggulangan Bencana (Satlak PB). Ini berarti usaha penanggulangan bencana diselesaikan melalui mekanisme koordinasi yang dibentuk ketika bencana terjadi.

Dengan demikian perencanaan tata ruang yang sejatinya adalah suatu instrumen pengurangan resiko bencana yang dilakukan pada saat tidak terjadi bencana, sampai dengan tahun 2007 belum benar – benar mendapatkan tempat sebagai instrumen penting. Perencanaan tata ruang sebagai suatu bentuk intervensi pembangunan yang multidimensi memungkinkan berbagai bentuk kegiatan mitigasi resiko bencana untuk diintegrasikan, baik yang bersifat fisik (struktural) maupun non fisik (non struktural). Dalam menentukan bentuk kegiatan mitigasi yang akan digunakan akan bergantung kepada jenis bencana dan tujuan 4 kegiatan tersebut. Godschalk (1991) dalam (Kaiser, 1995) memberikan gambaran jenis  kegiatan mitigasi dan tujuan yang dapat diraih oleh kegiatan tersebut, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.1.

Kegiatan – kegiatan tersebut dapat digunakan untuk beberapa jenis bahaya alam sekaligus, hal ini memerlukan keterampilan kajian resiko bencana sehingga pilihan intervensi menjadi sesuai. Hal ini sejalan dengan fungsi implementasi perencanaan penggunaan rencana guna lahan untuk manajemen ekosistem yang dapat dilakukan melalui pemutakhiran data, pemetaan data kepemilikan, analisis dampak dari manusia; tujuan guna lahan; kebijakan terdiri atas mekanisme insentif, akuisisi lahan, dan kebijakan lainnya. (Sagala, S. dan Bisri, M, 2011)

Tidak ada komentar: