Pada dasarnya manusia mengenal obyek dengan memberikan klasifikasi secara kualitatif, seperti besar, kecil, tinggi, rendah, dan sebagainya. Klasifikasi tersebut termasuk terminology linguistik. Sifat kebenaran yang dikandungnya adalah samar karena atas antara satu kebenaran dengan kebenaran lainnya tidak jelas. Kebenaran demikian disebut dengan kebenaran Fuzzy sekalipun demikian, ketidakpastian (Vagueness ) yang menjadi karakteristik dari bahasa natural tidak selalu mengimplikasikan hilangnya ketelitian atau keberartian.
Pada prinsipnya himpunan Fuzzy tidak lain adalah perluasan himpunan Crisp, yaitu himpunan yang membagi sekelompok individu ke dalam dua kategori : Anggota dan bukan Anggota. Pencetus gagasan logika Fuzzy adalah Prof. L.A Zadeh dari Universitas California di Berkeley. Gagasan kuncinya adalah mengembangkan suatu kerangka yang variabel adalah ketidakpresisian (unprecision). Sebagai pengganti konsep himpunan yang biasa, diperkenalkan suatu fungsi yang mengekspresikan derajat kepemilikan suatu himpunan terhadap suatu harga sebagai suatu fungsi yang berharga antara 0 dan 1. Gagasan ini pertama kali diterapkan dalam sistem kontrol, sinyal di kuantifikasikan ke dalam beberapa tingkatan seperti misalnya sangat lambat, lambat, tinggi, sangat tinggi.
Sementara itu meskipun telah cukup lama teori kontrol memusatkan perhatiannya pada alegoritema klasik, ternyata bahwa persoalan kontrol tidak bisa langsung terpecahkan. Akan tetapi masih perlu ditambahkan unsur lain yang sifatnya adalah Heuristik (Astrom, 1991). Baik aturan kontrol maupun prosedur perancangan keduanya disusun secara algoritmik, akan tetapi untuk sampai kepada hasil akhir banyak pula yang diperlukan elemen Heuristiknya, misalnya cara pemilihan metode yang tepat, alat yang harus dipakai dan sebagainya. Sistem kontrol demikian menjurus kepada apa yang dinamakan sistem kontrol intelejen (Intelligent Control System).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar