b.1. Plastik
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Syarief, et al., 1989).
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar.
Menurut Eden dalam Davidson (1970), klasifikasi plastik menurut struktur kimianya terbagi atas dua macam yaitu:
- Linear, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan terbentuk plastik thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik (reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan.
- Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali.
Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Flinn dan Trojan, 1975)
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Kemasan plastic memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna.
Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi.
Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi (Winarno, 1994).
Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut komponen non plastik, diantaranya berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat, dan lain-lain (Crompton, 1979).
Plastik masih sering sulit dibedakan dengan resin karena tidak jelas benar bedanya. Secara alami, resin dapat berasal dari tanaman, misalnya balsam, damar, terpentin, oleoresin dan sebagainya. Tapi kini resin tiruan sudah dapat diproduksi dan dikenal sebagi resin sintetik, contohnya selofan, akrilik seluloid, formika, nylon, fenol formaldehida dan sebagainya (Winarno, 1994).
Plastik juga mengandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi (Winarno, 1994).
Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama.
Menurut Erliza dan Sutedja (1987) plastik dapat dikelompokkan atas dua tipe, yaitu thermoplastik dan termoset. Thermoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan berulangkali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida. Sedangkan termoset adalah plastik yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain phenol formaldehid dan urea formaldehid.
Syarief et al., (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu: a) termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan, b) termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin.
Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik (Moavenzadeh dan Taylor, 1995).
Pada kemasan plastik, perubahan fisika kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan (Crompton, 1979).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1994). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen.
- Polyethylen
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1980).
Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara tanpa tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
n(CH2= CH2) (-CH2-CH2-)n
Etilen polimerisasi Polietilen
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses polimerisasi yang dilakukan ada dua macam, yakni pertama dengan polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi (1000-3000 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel.
- Low Density Polyethylen (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.
- High Density Polyethylen (HDPE).
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastic (Harper, 1975).
- Polypropilena
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1982). Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988).
- Konsep Desain Kemasan
Desain Kemasan menguraikan mulai dari mendesain suatu kemasan sampai maksud yang terkandung didalamnya agar tercapai sasaran. Ada tiga kategori untuk menentukan desain kemasan. Pertama,, soal makna kemasan. Kemasan sebaiknya bermakna personal, sosial, dan publik. Berdasarkan sifat komunikasi antara pengirim ke penerima pesan atau dari produsen ke konsumen, kemasan harus punya nilai intimacy. Maksudnya produk tersebut hanya ingin diketahui oleh pelakunya, tidak ingin orang lain tahu apa isi produk dalam kemasan itu. Sedang kemasan yang bermakna sosial, biasanya untuk penghargaan atau penghormatan atas prestasi atau hasil yang dicapai. Sementara kemasan yang bernilai publik, biasanya untuk produk untuk komersial, jadi pesan kemasannya harus dapat dimengerti oleh semua orang yang membacanya. (Sawitri, 2006)
Kedua, kemasan dalam bentuk fisik. Terdiri dari kemasan primer (melekat pada produknya), kemasan sekunder (melindungi produk), kemasan tersier (fungsi kemudahan dan praktis pembawaannya), kemudian kemasan transport dan sebagainya. Ketiga, mendesain kemasan yang baik harus mencakup 5 fungsi yaitu fungsi protektif, fungsi praktis, fungsi informasi, fungsi komunikasi dan fungsi lingkungan.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan kesadaran konsumen terhadap dampak lingkungan, fungsi kemasan mulai bergeser. Jika dulu kemasan dibuat sebagai fungsi melindungi dan melayani kepraktisan produk. Namun sekarang, kemasan telah menjadi media informasi, dan komunikasi gaya hidup(makna, citra dan nilai). Kemasan yang baik adalah yang mampu memenuhi aspirasi gaya hidup. Oleh karena itu,masalah desain kemasan ini harus diserahkan kepada ahlinya,karena tidak setiap orang bisa melakukan. Setiap produsen yang menitipkan barangnya di swalayan berusaha membuat kemasannya dapat mempengaruhi perhatian konsumen, sehingga tertarik dan membeli.
Kejelian produsen dalam menangkap selera konsumen membeli atau tidak, waktunya sangat singkat, waktunya saat pertama kali melihat. Tampilan kemasan tidak lepas dari perkembangan jaman. Misalnya kemasan untuk individu, disesuaikan dengan jumlah suatu keluarga yang makin sedikit. Bahkan orang-orang kota lebih menyukai kemasan yang praktis, mudah dibuka, disimpan dan gampang dihangatkan dengan microwave. (Sawitri, 2006)
Sedang bahan kemasan yang lazim digunakan adalah kertas, gelas, plastik, metal/logam, dan monomer (karet, kayu, keramik, sutra, dan lain-lain). Dengan berkembangnya teknologi, kini telah ditemukan jenis-jenis kemasan yang baru, dan kemasan plastik yang paling mendominasi. Namun bahan plastik ternyata banyak menimbulkan kendala pada lingkungan. Untuk itu, para ahli bahan kemasan berusaha mencari bahan-bahan baru yang lebih ramah lingkungan.
Sementara soal desain grafis kemasan, harus ada komunikasi visualnya atas tampilan kemasan tersebut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam desain kemasan yaitu soal warna, teks atau tipografi, komposisi terutama barcode, lay-out untuk ingredient, target konsumen, pencantuman expired date (batas kadaluwarsa), logografi (cetakan logo), logoteks (urutan perhatian mata atau eye-tracking), dan urutan reaksi gerakan (action-tracking).
Sedangkan packaging design (desain kemasan), berfungsi melindungi produk atau produk di luar produk. Untuk produk di luar produk, dari sifatnya yang membungkus sesuatu yang umum menjadi lebih khusus terdiri dari beberapa jenis; desain wadah untuk membungkus aneka barang (container desain), desain kemasan (packaging design) untuk mengemas aneka komoditi, desain luaran produk (casing design) untuk menutup rangkaian mekanisme dan komponen produk, desain bungkusan (wrapping design) untuk sesuatu yang berharga, dan desain pelapis sesuatu (liners design) untuk melapisi dan melindungi sesuatu.
Desain kemasan mempunyai 5 prinsip fungsional, yaitu: (Sawitri, 2006)
- Kemasan (packaging).
Pada kemasan ini harus disampaikan tentang jenis produk, dan kegunaannya. Disini kejujuran jadi hal penting.
- Kemasan secara fisik.
Fungsinya sebagai pelindung produk dari benturan, gesekan, guncangan, hentakan dan lain-lain. Disini kekuatan menjadi prinsip utama.
- Kemasan yang nyaman dipakai.
Maksudnya kemasan disini memberikan rasa nyaman jika disentuh, permukaannya tidak melukai, lentur saat digenggam, mudah dibersihkan, disimpan, stabil bila diletakkan. Kemasan yang dapat didaur ulang sangat diutamakan.
- Kemasan yang mampu menampilkan citra produk dan segmentasi
pasar pemakainya.
Disini melibatkan banyak unsur terutama yang berkaitan dengan imajinasi, selera, dan fantasi sipemakai. Kemasan disini harus mampu menerjemahkan siapa pemakainya, status sosial, dimana dan jenis perilaku seperti apa produk mainan tersebut dipakai. Keunikan menjadi nilai penting.
- Kemasan yang berprinsip mendukung keselarasan lingkungan.
Kemasan yang baik adalah yang; mudah didaur ulang (recycle) ke produk baru dan tidak terkontaminasi, bisa dilebur dan dibuat kembali
ke produk (re-use) asal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar