Jumat, 01 Oktober 2021

Pengertian Regulasi Emosi (skripsi dan tesis)


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2002), regulasi
diartikan sebagai pengaturan. Sedangkan emosi, didefinisikan sebagai
perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam
suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya,
terutama well-being dirinya (Campos, dkk, dalam Santrock, 2002).
Berdasarkan pandangan fungsional, regulasi emosi dilihat sebagai
proses yang melihat pengambilan inisiatif, mempertahankan dan mengatur
atau memodulasi rangsangan emosi agar dapat mencapai tujuan-tujuan
individu dan memfasilitiasi fungsi sosial yang adaptif (Thompson dalam
Feng, dkk, 2009).
GreenBerg (2002) regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkap emosi
yang terdapat dalam rangka mencapai kesimbangan emosional. Menurut
Bosse (2007), individu dikatakan memiliki regulasi emosi yang baik jika
individy tersebut mampu membuat strategi respon emosi dengan tepat.
Definisi regulasi emosi lain muncul dari Diamond & Aspinwall
(2003) yang berarti reaksi emosi mengacu pada proses internal dan
melewati proses transaksional dimana individu secara sadar atau tidak
sadar mengatur satu atau lebih komponen dari emosi, dengan
memodifikasi baik itu dari pengalaman, perilaku, ekspresi atau dari situasi
yang mendatangkan emosi.
Gross (1999) mendefinisikan regulasi emosi sebagai cara individu
mempengaruhi emosi yang mereka miliki, kapan mereka merasakannya
dan bagaimana mereka mengalami atau mengekspresikan emosi tersebut.
Fredrickson (1998) regulasi emosi meliputi pengurangan emosi atau
menghentikan emosi, terkadang juga termasuk meregulasi emosi yang
meningkat.
Kemampuan meregulasi emosi merupakan salah satu aspek penting
dalam perkembangan emosional. Menurut Calkins & Hill (Gross, 2007),
proses regulasi emosi merupakan perilaku-perilaku, kemampuan dan
strategi, baik secra disadari atau tidak, secara otomatis atau sengaja
diusahakan, yang dipersiapkan untuk memodulasi, mencegah dan
meningkatkan pengalaman dan ekspresi emosi. Mereka juga melihat
dimensi dari kereaktifan emosi sebagai bagian dari proses regulasi emosi.
Sejalan dengan teori tersebut, Eisenberg, dkk (2004)
mendefinisikan regulasi emosi sebagai dari pengambilan inisiatif,
mempertahankan, memodulasi atau mengubah suatu peristiwa, intensitas
atau durasi pada tahapan perasaan internal dan tujuan-tujuan, proses
fisiologis yang terkait dengan emosi dan perilaku-perilaku yang muncul
bersamaan atau seiring dengan emosi. Cole, dkk (Feng, dkk, 2009)
menjelaskan bahwa sebagian peneliti melihat regulasi emosi sebagi
perubahan dalam intensitas dan valensi emosi yang tidak bergantung pada
aktivitas emosi.
Menurut Vanden Bos (2007) regulasi emosi adalah kemampuan
individu untuk memodulasi emosi atau mengatur emosi. Teknik regulasi
emosi yang didasari mencangkup belajar menafsirkan situasi secra berbeda
untuk mengelola situasi-situasi tersebut menjadi lebih baik , mengubah
target emosi (misal marah), dengan cara yang memungkinkan untuk
memberikan hasil yang lebih positif dan menggali bagaimana perbedaan
perilaku dapat digunakan dalam melayani kondisi emosional tertentu.
Regulasi emosi biasanya berkembang sepanjang rentang kehidupan.
Gottman dan Katz (Wilson, 1999) mendefinisikan regulasi emosi sebagai
kemampuan untuk mencegah perilaku yang tidak sesuai terkait dengan
pengaruh negatif atau positif yang kuat, menenangkan berbagai
rangsangan fisik individual yang disebabkan oleh pengaruh kuat,
memfokuskan perhatian dan mengatur individu untuk mengkoordinasi
tindakan dalam upaya mencapai tujuan eksternal.
Garnefski dkk, (2001) regulasi emosi secara kognitif adalah suatu
cara kognitif untuk mengelola informasi yang dapat menimbulkan suatu
kondisi emosi tetentu, dan merupakan bagian kognitif dari coping.
Terdapat Sembilan strategi dari regulasi emosi secara kognitif menurut
Garnefski, Kraj, dan Spinhoven (2001) tersebut yaitu: (1) Self blame, yaitu
pola pikir menyalahkan diri sendiri atas peristiwa negatif yang dialaminya.
(2) Acceptance yaitu pola pikir menerima atau pasrah terhadap keadaan
yang menimpanya. (3) Rumination atau focus on thought yaitu pola pikir
yang berpusat pada pemikiran atau perasaan terhadap peristiwa negatif
yang dialaminya. (4) Positive refocusing yaitu pola pikir untuk memilih
memikirkan hal-hal yang menyenangkan dibandingkan memikirkan
peristiwa negatif tersebut. (5) Refocus on planning yaitu pola pikir tentang
apa yang akan dilakukan dan bagaimana mengatasi peristiwa negatif yang
menimpanya. (6) Positive reappraisal yaitu pemikiran mengenai manfaat
yang dapat diambil atau hikmah dari peristiwa yang dialaminya. (7)
Putting into perspective yaitu pola pikir untuk mengganggap serius
peristiwa yang dialaminya, atau menekankan relativitas makna dri
peristiwa negatif yang telah dialaminya dibandingkan dengan kejadian
lainnya. (8) Catastrophizing yaitu pemikiran bahwa peristiwa negatif yang
menimpanya merupakan suatu yang sangat buruk dan mungkin yang
terburuk yang terjadi. (9) Blaming others yaitu pola pikir menyalahkan
orang lain atas peristiwa yang dialaminya.
Setiap strategi tersebut mencerminkan apa yang ada dalam pikiran
saat mengalami peristiwa negatif. Peristiwa negatif merupakan peristiwa
yang penuh dengan tekanan. Menurut Stanbusy dan Gunnar (Burges,
2006) situasi dan kondisi yang penuh tekanan berpotensi menimbulkan
emosi-emosi yang negatif, disitulah seseorang membutuhkan regulasi
emosi untuk meredam emosi negatif dalam dirinya. Sebagai contoh
seorang anak remaja yang tertekan melihat orang tuanya bertengkar
dihadapannya. Situasi tersebut mengharuskan anak remaja tersebut untuk
dapat meregulasi emosinya agar tidak terbawa dalam konflik dengan orang
tuanya. Menyadari bahwa peristiwa dianggap menekan atau tidak
tergantung penilaian kognitif individu mengenai peristiwa tersebut, maka
peristiwa negatif dapat dimengerti sebagai peristiwa yang dapat
mengurangi kesejahteraan individu dan individu merasa perlu untuk
melakukan upaya meregulasi emosi untuk mengatasi, mengurangi atau
menghilangkan emosi-emosi negatif yang dirasakan individu tersebut.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulakan bahwa regulasi
emosi merupakan kemampuan pengontrolan emosi yang tampak maupun
tidak tampak melalui pemantauan, pengevaluasian, dan pemodifikasi
reaksi-reaksi emosi yang sesuai untuk mencapai keseimbangan emosi.

Tidak ada komentar: