Menurut Tjahjono dan Palupi (2015) kepemimpinan
intrapersonal harus bisa manjalankan praktik kepemimpinan
transaksional secara adil dan kepemimpinan transformasional berbasis
pada berbagai nilai spiritualitas pada berbagai level kepemimpinan,
bahkan pada karyawan tingkat dasar. Dalam Robins dan Judge (2007)
kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau
memotivasi para karyawan yang diarahkan menuju tujuan yang
ditetapkan dengan menjelaskan peranan dan tugas yang dibutuhkan,
sedangkan kepemimpinan transformasinal adalah pemimpin yang
mengispirasi pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri mereka
sendiri dan yang berkemampuan untuk memiliki pengaruh secara
mendalam dan luar biasa terhadap para karyawannya. Kepemimpinan
yang transaksional dan transformasional saling melengkapi satu sama
lain, dimana tidak saling mempertentangkan pendekatan untuk
menyelesaikan segala sesuatunya. Kepemipinan yang transformasional
membentuk kepemimpinan transaksional dan menghasilkan upaya dari
para karyawan serta kinerja yang melampaui apa yang hanya dapat
dilakukan kepemimpinan transaksional saja (Robbins; Judges, 2008).
Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa,
kepemimpinan intrapersonal memberikan tekanan kuat pada diri
sendiri setiap karyawannya. Dengan kata lain, kepemimpinan
intrapersonal membangun nilai kepemimpinan yang diterapkan pada
level individu untuk membangun spiritualitas dalam bekerja.
Kepemimpinan intrapersonal menekankan pada kepemimpinan
setiap pribadi dalam mengelola dirinya di dalam organisasi.
Kepemimpinan intrapersonal melekat tidak hanya pada mereka yang
memiliki kekuasaan formal di dalam organisasi seperti ketua, direktur,
dan manajer. Kepemimpinan intrapersonal hadir pada setiap jenjang
manajerial formal, karena kekuasaan dalam kepemimpinan
intrapersonal bersifat kekuasaan mental untuk menjadi subjek dalam
pengambilan keputusan mental secara mandiri. Sebagai contoh
keputusan mental untuk bersyukur, menerima dan memaafkan.
10
Pribadi-pribadi demikian adalah pribadi-pribadi yang dapat berperan
signifikan membangun sinergi karena mereka bersikap dan berperilaku
solutif dan berorientasi membangun pola sinergi yang lebih luas bagi
kepentingan organisasi. Mereka dapat mengelola perbedaan dalam
keanekaragaman untuk saling melengkapi. Mereka dapat menemukan
berbagai kesamaan dan kekayaan potensi keanekaragaman untuk
membangun sinergi. Mereka memadang regulasi dan prosedur formal
organisasi bukan fokus pada aspek perlindungan atas kepentingan
pribadinya, namun mereka melihat regulasi dan prosedur sebagai
sarana membangun harmoni di dalam keanekaragaman
(Tjahjono;Palupi, 2013)
Senin, 31 Mei 2021
Kepemimpinan Berbasis Spiratualitas (skripsi dan tesis)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar