Lahirnya Teori Penjulukan (Labelling Theory), diinspirasi oleh Perspektif
Interaksionisme Simbolik dari Herbert Mead dan telah berkembang sedemikian rupa dengan riset-riset dan pengujiannya dalam berbagai bidang seperti
kriminologi, kesehatan mental (pengidap schyzophrenia) dan kesehatan, serta
pendidikan. Teori Penjulukan dari studi tentang deviant di akhir tahun 1950 dan
awal tahun 1960 yang merupakan penolakan terhadap Teori Konsensus atau
Fungsionalisme Struktural. Awalnya, menurut Teori Struktural deviant atau
penyimpangan dipahami sebagai perilaku yang ada yang merupakan karakter yang
berlawanan dengan norma-norma sosial. Deviant adalah bentuk dari perilaku.
Namun Labelling Theory menolak pendekatan itu, deviant hanya sekedar nama
yang diberikan atau penandaan. Tegasnya, Labelling theory rejected this approach
and claimed that deviance is not a way of behaving, but is a name put on
something: a label… Deviance is not something inherent in the behavior, but is an
outcome of how individuals or their behavior are labelled. (Socioglossary,
September 26, 1997).
Teori Penjulukan menekankan pada pentingnya melihat deviant dari sudut
pandang individu yang devian. Seseorang yang dikatakan menyimpang dan ia
mendapatkan perilaku devian tersebut, sedikit banyak akan mengalami stigma,
dan jika itu dilakukan secara terus menerus dirinya akan menerima atau terbiasa
dengan sebutan itu (nubuat yang dipenuhi sendiri). Menurut Howard Becker
(1963), kelompok sosial menciptakan penyimpangan melalui pembuatan aturan
dan menerapkan terhadap orang-orang yang melawan aturan untuk kemudian
menjulukinya sebagai bagian dari outgrup mereka. Teori penjulukan memiliki dua
proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan merupakan perlawanan terhadap
norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan atau dijuluki
menyimpang. Deviant atau penyimpangan tidak inheren dalam tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak, penyimpangan
dikatakan ada dalam “mata yang melihat”.
Proposisi kedua, penjulukan itu sendiri menghasilkan atau memperkuat
penyimpangan. Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial
menghasilkan penyimpangan sekunderyang mana mereka mendapatkan citra diri
atau definisi diri (self-image or self definition) sebagai seseorang yang secara
permanen terkunci dengan peran orang yang menyimpang. Penyimpangan
merupakan outcome atau akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol
sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar