Minggu, 31 Mei 2020

Dinamika Resiliensi Pada Remaja dengan Keluarga Broken Home (skripsi dan tesis)


Keluarga broken home merupakan sebuah permasalahan yang berat
bagi setiap individu yang menjalaninya, ketidakharmonis dalam sebuah
keluarga tentu akan memberi pengaruh kepada setiap anggotanya yang terlibat dalam keluarga tersebut, akan tetapi kesulitan tersebut harus dijalani oleh remaja, sebab setiap individu yang hidup tidaklah lepas dari permasalahan.
Setiap individu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak
ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah atau pun kesulitan,
resiliensi berperan sebagai memampukan individu untuk menilai, mengatasi,
dan meningkatkan diri atau mengubah dirinya dari keterpurukan atau
kesengsaraan dalam hidup (Grotberg, 1999). Resiliensi merupakan sebuah
kemampuan bagi individu untuk merespon setiap permasalahan dengan cara
yang sehat dan cara yang produktif, sehingga individu mampu meningkatkan
untuk mencari pengalaman baru dan memandang sebuah kehidupan sebagai
proses yang meningkatkan kemampuan individu (Reivich dan Shatte, 2002).
Resiliensi sangat diperlukan oleh setiap individu, karena kehidupan
setiap individu tidaklah lepas dari sebuah permasalahan, demikian juga dengan remaja yang memiliki keluarga broken home diharapkan memiliki kemampuan resiliensi. Karena resiliensi tidak sekedar sebuah kemampuan untuk bertahan dalam sebuah kemalangan tetapi individu juga mampu memaknai secara positif dari setiap permsalahan yang dihadapinya.
Reivich dan Shatte (2002) memaparkan bahwa untuk menjadi individu
yang resiliens, individu harus memililki tujuh aspek resiliensi. Demikian juga
dengan remaja dengan keluarga broken home, untuk dapat dikatakan remaja
yang resiliens, memiliki 7 (tujuh) kemampuan resiliensi. Pertama yaitu regulasi
emosi, remaja yang memiliki regulasi emosi akan dapat mengontrol emosi
yang kurang menyenangkan sehingga remaja dapat bertindak secara rasional
dan menghindar perilaku yang tidak sehat. Regulasi emosi membantu remaja
untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungannya dengan baik sehingga remaja dapat mengekspresikan emosinya secara tepat sehingga diri remaja tetap dalam keadaan yang sehat dan produktif dalam melakukan setiap aktivitasnya dalam pendidikan, sosial dengan masyarakat, serta dalam menjalani hubungan dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Kedua, remaja dengan keluarga broken home untuk menjadi resiliens
mampu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan
yang muncul dalam dirinya (impuls control). Emosi yang timbul dalam diri
remaja akibat keadaan keluarga broken home dapat menimbulkan sebuah
keinginan dan dorongan untuk melakukan sesuatu yang dapat memenuhi emosi untuk menghidari perasaaan cemas dan tidak tenang. Misalnya perasaan marah menimbulkan keinginan untuk merusak barang-barang, memukul, menghina, dan melakukan hal yang dapat meredakan perasaan marah tersebut. Tetapi remaja yang resiliens dapat mengontrol keinginan-keinginan, dorongan dan  kesukaan yang ada dalam dirinya, remaja yang resiliens mencoba mencari kebenaran, kesimpulan dan belajar berpikir positif sehingga remaja berprilaku dengan tepat yang tidak merugikan dirinya dan orang lain.
Ketiga, optimis merupakan kemampuan individu memandang masa
depannya cemerlang. Remaja tidak mengalah dengan keadaan keluarganya
tidak harmonis dengan diam, meratapi nasib, melakukan hal-hal yang
menyimpang yang dapat merusak masa depan. Melainkan remaja yang terus
berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dengan belajar dengan giat di
perkuliahan, aktif di kegiatan organisasi, tidak takut dengan kegagalan,
memiliki harapan dan cita-cita yang baik mengenai masa depannya yang
disertai usahanya dalam mencapainya. Remaja memiliki harapan bahwa
permasalahan yang dihadapi keluarganya sebuah motivasi bagi dirinya untuk
lebih berusaha lagi dari pada remaja yang memiliki keluarga harmonis dalam
berusaha menjadi sukses.
Keempat, kemampuan analisis masalah yaitu remaja yang resiliens
mampu mengindetifikasi secara akurat penyebab permasalahan yang mereka
hadapi agar mampu bertindak secara tepat. Remaja tidak menyalahkan orang
tua, orang lain mengenai permasalahan yang dihadapinya atau fokus kepada
kemalangan yang menimpanya. Melainkan remaja yang resilien adalah
individu yang memegang kendali mengenai masalahanya sehingga
permasalahan yang dihadapi tidak menjadi semakin buruk dengan pemikiran
yang fokus memikirkan besarnya sebuah masalah yang dihadapi tetapi remaja
fokus terhadap pemecahan masalah sehingga mereka bisa bangkit dan meraih kesuksesan.
Kelima, empati yaitu kemampuan yang dimiliki remaja untuk bisa
merasakan dan membaca kondisi emosional orang lain. Kemampuan empati
sangat diperlukan oleh remaja dengan keluarga broken home agar hubungan
sosial remaja terjalin dengan positif. Hubungan sosial yang positif akan
membuat remaja merasa dirinya tidak sendirian dalam menjalani
permasalahannya, selain itu kemampuan empati juga akan menimbulkan
sebuah kebahagiaan bagi remaja karena telah bisa bermanfaat bagi orang lain.
Remaja yang memiliki empati tidak akan sulit untuk mendapatkan teman,
sehingga remaja mendapat dukungan dari orang terdekatnya, remaja memiliki
tempat berbagi atau sharing mengenai permasalahannya, sehingga remaja tidakmmengalami stress atau frustasi yang berlebihan yang akan berdampak negatif bagi diri remaja.
Keenam, efikasi diri sangat diperlukan untuk remaja menyakini
kemampuannya untuk memecahakan masalah dan mengapai sebuah
kesuksesan. Dengan efikasi diri remaja tidak bergantung dengan orang lain
untuk bisa bangkit dari permasalahannya, melainkan remaja memotivasi
dirinya untuk bisa mencari solusi dengan secara sehat. Remaja dengan
kemampuan resilien tidak harus menunggu keluarganya pulih sesuai dengan
harapannya untuk bisa sukses, melainkan dengan keadaan keluarga yang tidak harmonis remaja tetap yakin bahwa dirinya bisa sukses seperti orang lain
karena remaja yakin bahwa kesuksesan berasal dari kegigihan dalam berusaha.
Remaja yang resiliens tidak hanya memiliki sebuah harapan, tetapi sebuah
harapan yang diseimbangi dengan usahanya. Remaja yang resiliens tidak
mudah menyerah dan pesimis dengan kegagalan yang dialaminya, melainkan
remaja mencoba terus dan semakin keras usahanya untuk mencapai
harapannya.
Selanjutnya adalah remaja resilien adalah mereka yang bisa memaknai
secara positif mengenai permasalahan yang menimpanya. Remaja tidak
menyesali atau menyalahkan orang lain mengenai keadaan yang terjadi pada
dirinya. Melainkan remaja lebih gigih dalam mecapai kesuksesan dari pada
remaja yang memiliki keluarga yang harmonis, remaja sadar bahwa keadaan
keluarga yang broken home seharusnya tidak membuatnya lebih terpuruk
dengan melakukan hal-hal yang negatif, melainkan memicu dirinya harus lebih
berusaha keras lagi dari pada sebelumnya. Keadaan keluarga broken home
membuat remaja menjadi matang dari pada remaja yang sesusia dirinya.
Sehingga apa yang terjadi dengan dirinya remaja juga bisa menjadi
pembelajaran bagi orang lain yang memiliki nasib yang sama dengan dirinya.
Sumber-sumber peningkatan resiliensi pada remaja broken home ada
tiga menurut Gortberg (1999) yaitu : I Have, I Am dan I Can. Adapun
pentingnya resiliensi bagi kehidupan remaja adalah berfungsi sebagai :
Reaching out, yaitu remaja mengambil makna dari setiap permasalahan yang
terjadi dalam dirinya. Overcoming yaitu remaja belajar mengubah cara
pandangnya mengenai permasalahn dan menambah kemampuan sehingga
mampu mengontrol kehidupannya. Steering Through, yaitu mereka keyakinan
50
akan kemampuan dirinya agar remaja tidak menyerah apabila terjadi
kegagalan. Boucing back, yaitu remaja tidak butuh waktu lama untuk kembali
pulih ke keadaan yang normal, mereka terus merasa sehat, kuat, dan
bersemangat menjalani kehidupan walaupun ditimpa kemalangan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan
yang dihadapi remaja yaitu keluarga broken home dapat diatasi dengan baik
tanpa melakukan perilaku yang tidak sehat yang akan berdampak negatif bagi
diri remaja dan orang lain, selagi remaja mampu mengembangkan kemampuan
resiliensi dalam dirinya. Dengan memiliki kemampuan resiliensi, remaja
dengan keluarga broken home akan menjadi individu yang lebih matang karena remaja telah memiliki pengalaman untuk mengatasi sebuah permasalahan..
Kemampuan resiliensi yang harus dimiliki remaja untuk dapat dikatakan
menjadi individu yang resilien meliputi : Regulasi emosi, Pengendalian Impuls,
optimis, empati, kemampaun menganalisis masalah, efikasi diri dan
peningkatan aspek positif serta dengan sumber-sumber resilinsi I Have, I Am,
dan I can

Tidak ada komentar: