Menurut Usman (2007), pemantauan kadar obat di dalam darah adalah suatu
teknik yang digunakan klinisi untuk mengoptimalkan dosis obat dengan memberikan
dosis yang ditetapkan berdasarkan konsentrasi target (C target) dengan cara mengukur
kadar obat dalam darah dan bila perlu melakukan penyesuaian dosis. Pemantauan
kadar obat dalam darah ini bertujuan untuk mem-bantu meningkatkan penggunaan
obat yang lebih rasional baik keamanan dan efektifitas dosis pada individu
penderita.
Keberhasilan suatu terapi
dengan obat terletak pada pendekatan sejauh mana optimalisasi keseimbangan
antara efek terapeutik yang diinginkan dengan efek samping atau efek toksik
yang tidak diinginkan dapat dicapai. Untuk men-capai hasil terapi yang optimal,
pemilihan obat dan rancangan regimen dosis yang tepat perlu dilakukan.
Rancangan regimen dosis yang diberikan dokter pada penderita adalah berdasarkan
tujuan untuk pengo-batan individu, di mana dosis yang dibe-rikan disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing penderita. Cara penentuan dosis ini di kenal
dengan “individualisasi dosis”. Di dalam pemberian regimen dosis akan
melibatkan tiga pertanyaan yang saling berkaitan, Berapa banyak obat yang
diberikan ?. Berapa kali per hari obat diberikan ?. Berapa lama obat
diberikan?. Tidak mudah untuk menjawab
pertanyaan ini agar tujuan dan sasaran terapeutik dapat dicapai.
Adanya variabilitas individu baik intra maupun inter individu pada
pen-derita, menyebabkan pengaturan dosis yang sesuai dengan penderita diperlukan,
terutama untuk obat dengan indek terapi sempit. Pada dasarnya obat-obat yang
perlu dilakukan TDM mempunyai kriteria atau kondisi klinik antara lain (Usman
(2007).
1.
Obat yang mempunyai batas keamanan (margin of safety) yang sempit
2.
Efek toksis sukar diamati atau dipasti-kan secara klinis
3.
Efek terapinya sukar di pantau secara klinis
4.
Kadar obat dalam plasma bervariasi antar individu
5.
Penderita mempunyai gangguan pada salah satu organ ekskresi
6.
Penderita yang sudah diberi dosis tetapi memperlihatkan tanda toksik atau
tidak memperlihatkan efek terapi yang diha-rapkan
7.
Terjadinya interaksi obat akibat polifar-masi
8.
Untuk menilai kepatuhan penderita makan obat secara teratur
Salah satu cara pemantauan kadar obat dalam darah adalah dengan menggunakan
metode farmakokinetika. Farmakokinetika yaitu suatu cara untuk melakukan
pengukuran kuan-titatif keberadaan obat dalam tubuh sebagai suatu sistem yang
dinamik, di mana obat berubah setiap saat oleh proses ADME (Absorbsi,
Distribusi, Metabolisme dan Ekresi). Bila konsep farmakokinetika ini digunakan
untuk tujuan keamanan dan efektifitas terapi pada penderita di klinik, di sebut
Farmakokinetika Klinik. Dari perubahan kadar obat setiap saat dalam darah
(dc/dt) dapat ditentukan parameter kinetik yaitu besarnya absorbsi (Ka), kadar
puncak (Cmaks), kadar tunak (Css), klirens, volume distribusi (Vd), waktu paruh
(t1/2) dan bioavailabiltas. Dari parameter kinetik diciptakan model farmakokinetik.
Model adalah salah satu alat dasar dari ilmu pengetahuan yang sifatnya tiruan
dan merupakan sistim riil yang sederhana. Model kompartemen dalam ilmu faal dan
ilmu farmakokinetika sering digunakan untuk mengambarkan perilaku zat-zat
endo-gen atau eksogen termasuk obat.
Model farmakokinetik ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang sesuai
dalam menggambarkan dan menginterprestasikan satu data atau beberapa set data
yang di peroleh dari percobaan. Model ini me-ngarah kepada pembuatan konsep
mate-matika yang disebut model kompartemen. Prinsip dari model kompartemen ini
menganggap tubuh terdiri dari bagian-bagian atau kompartemen yang satu dengan
yang lain saling berhubungan, di mana distribusi obat di dalam tubuh tidaklah
sama, hal ini disebabkan perbe-daan anatomi, faal organ, media cairan tubuh
serta proses difusi yang terjadi. Penggunaan model matematika ini dengan
parameter farmakokinetik, dapat meng-gambarkan dan meramalkan hubungan antara
waktu dan perubahan kadar obat dalam darah setiap saat sebagai fungsi dari
dosis serta cara dan frekuensi pemberiaan obat.
atalaksana terapi pada pasien yang menjalani hemodialisis memerlukan
perhatian pada manajemenstatus cairan/volume ekstra vaskuler dan penyesuaian terapianti
(National Kidney Foundation, 2005). Penyesuaian terapi diperlukan karena adanya
jenis obat yang terdialisis serta adanya abnormalitas respon tubuh terhadap
hemodialisis. Kadar obat yang terdialisis mengakibat-kan penurunan efektifitas
obat atau under dose (Bochler et al, 1999 ; Chen etal, 2006) yang berakibat
tidak ter-kontrolnya tekanan darah sehingga meningkatkan risiko penyakit
jantungdan pembuluh (Agarwal,1999). Oleh karenanya, kadangkala pasien
mem-butuhkankan adanya supplemental dose dari obat yang digunakan setelah dialysis
untuk mempertahankan konsentrasi obatdi dalam darah (Quan dan Aweeka,2005;
Bochler et al, 1999 ; Keller et al,1999 ). Bahkan berkurangnya kadar obatdi
dalam darah dapat berakibat fatal pada pasien dengan kondisi kritis (Keller et
al,1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar