Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya agency
conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu principal (yang
mengkontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak
dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang saling
bertentangan. Apabila agen dan principal berupaya memaksimalkan
utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang
berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan
principal Jensen dan Meckling (1976) dalam Bodroastuti(2009).
Hubungan keagenan dalam kontrak kerja adalah hubungan antara
pemegang saham (principal) dengan manajer (agent), yang pemegang
saham memperkerjakan manajer untuk memberikan jasa kepada pemegang
saham untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham melakukan
pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada manajer
perusahaan Lo(2012).Husnan (2001) juga menjelaskan tentang hubungan
tersebut dengan mengatakan bahwa masalah tata kelola perusahaan dapat
ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan
bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan dan kreditur) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya
mempunyai kepentingan yang berbeda.
Namun perbedaan kepentingan dapat menimbulkan asimetri
informasi (kesenjangan informasi),principal hanya tertarik pada hasil
keuangan yang bertambah atau investasi dalam perusahaan. Sedangkan
agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan
syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut Zeptian dan
Rohman(2013:2).Tentu saja manager sebagai pengelola perusahaan
cenderung lebih bersifat oportunistik dalam mencapai tujuan tertentu.
Manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham).
Adanya asimetri informasi ini menimbulkan dua permasalahan
yang disbebakan oleh kesulitan principal untuk mengawasi dan melakukan
pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Dua permasalahan
tersebut, yaitu adverse selection dan moral hazard.
Menurut Scott 2000
dalam Amaliah (2010:3), pengertian dari dua macam asimetri informasi itu
yaitu:
a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar dan fakta yang
mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada
pemegang saham.
b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang
manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan
sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Treskawati (2014) menyatakan bahwa masalah agensi yaitu
perbedaan kepentingan antara principal dengan agent yang diyakini
sebagai basis dari perilaku manipulasi laporan keuangan oleh managemen
kepada principal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul
karena adanya konflik kepentingan antara principal (pemilik perusahaan)
dan agen (yang menjalankan perusahaan) yang mempunyai kepentingan
untuk keuntungan diri sendiri. Masalah keagenan ini juga terjadi karena
adanya asimetris informasi dari agen selaku pihak yang memiliki banyak
informasi dibandingkan principal selaku pemilik. Namun masalah
keagenan ini dapat diatasi apabila perusahaan menerapkan corporate
governance dengan baik sehingga akan dapat memberikan nilai tambah
bagi pihak-pihak-pihak yang memiliki kepentingan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar