Arah pengusutan dikatakan prospektif (forward direction) jika
peneliti menentukan dulu status paparan atau intervensi lalu mengikuti ke depan
efek yang diharapkan. Studi epidemiologi yang bersifat prospektif adalah studi
kohor dan eksperimen.
Terdapat sejumlah alasan mengapa perlu membedakan arah pengusutan.
Pertama, arah pengusutan suatu desain studi menunjukkan logika inferensi
kausal. Sebagai contoh, salah satu kriteria Hill yang harus dipenuhi untuk
menarik kesimpulan kausal tentang hubungan/ pengaruh variabel adalah
sekuensi temporal. Kriteria ini menegaskan, agar dapat dikatakan kausa, maka
paparan harus mendahului penyakit, atau intervensi harus mendahului variabel
hasil (Ibrahim et al., 2001; Last, 2001). Sifat non-directional dari studi potonglintang menyebabkan desain studi itu kurang baik untuk digunakan memastikan
hubungan kausal. Sebaliknya sifat prospektif studi kohor dan eksperimen
membuat desain studi itu tepat untuk membantu memastikan hubungan kausal.
Sedang sifat retrospektif dan “antilogis” dari studi kasus kontrol membuat desain
studi tersebut kurang kuat dibandingkan dengan studi kohor untuk memberikan
bukti kausal, meskipun lebih baik dibandingkan dengan studi potong lintang.
Kedua, arah pengusutan berimplikasi kepada kemampuan desain studi
dalam menggunakan ukuran frekuensi penyakit (menunjukkan risiko terjadinya
penyakit), maupun ukuran asosiasi paparan-penyakit (menunjukkan risiko relatif
terjadinya penyakit). Pada studi prospektif, yaitu studi kohor dan eksperimen,
peneliti mengikuti sekelompok subjek (disebut kohor) dan mengamati terjadinya
penyakit atau variabel hasil yang diteliti. Dengan studi kohor dan eksperimen
peneliti dapat menghitung risiko (insidensi), sehingga dapat menghitung RR
(studi kohor dan eksperimen), maupun RRR, ARR, dan NNT (eksperimen).
Pada studi potong lintang, karena bersifat “non-directional”, peneliti tidak
bisa menghitung insidensi (kasus baru), yang menunjukkan risiko terjadinya
penyakit dalam suatu periode waktu. Jadi pada studi potong lintang, peneliti
tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Data yang diperoleh studi
potong lintang adalah prevalensi, terdiri atas kasus baru dan lama. Prevalensi
adalah jumlah kasus yang ada di suatu saat dibagi dengan jumlah populasi studi.
Jika prevalensi penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan prevalensi
penyakit pada kelompok tak terpapar, maka diperoleh Prevalence Ratio (PR).
Demikian pula jika odd penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan odd
penyakit pada kelompok tak terpapar, diperoleh Prevalence Odds Ratio (POR).
Berbeda dengan studi kohor, pada studi kasus kontrol, peneliti tidak
mengikuti suatu kohor subjek penelitian yang belum sakit ke depan, tidak
mengamati terjadinya penyakit, tidak dapat menghitung insidensi (kasus baru)
dalam suatu periode waktu. Pada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan
kasus-kasus yang sudah ada dan memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding.
Lalu peneliti mencari informasi status (riwayat) paparan masing-masing subjek
kasus dan kontrol. Jadi pada studi kasus kontrol peneliti tidak bisa menghitung
risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti risiko, pada studi kasus kontrol
peneliti menggunakan odd. What is odd? Odd adalah probabilitas dua peristiwa
yang berkebalikan, misalnya sakit verus sehat, mati versus hidup, terpapar versus
tak terpapar. Pada studi kasus kontrol, odd pada kasus adalah rasio antara
jumlah kasus yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol adalah rasio
antara jumlah kontrol terpapar dibagi tidak terpapar. Jika odd pada kasus dibagi
dengan odd pada kontrol, diperoleh Odds ratio (OR). OR digunakan pada studi
kasus kontrol sebagai pengganti RR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar