Menurut Desarbo dan Edward (1996 : 235) aspek yang mempengaruhi seseorang
berperilaku kompulsif terbagi ke dalam 2 aspek, yaitu aspek predispostional dan
aspek circumstansial.
1. Aspek Predispostional
Faktor ini merupakan konstruk-konstruk yang mempengaruhi individu
untuk melakukan perilaku pembelian kompulsif dan mengindikasikan
kecenderungan secara umum yang mengarah pada perilaku pembelian
kompulsif. Faktor predispositional terdiri dari :
a) Kecemasan : Pada tingkat ini individu memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi dari pada non kompulsif. Untuk dapat keluar dari
kecemasan ini si individu akan termotivasi untuk melakukan perilaku
kompulsif. Pembeli kompulsif menggunakan aktivitas berbelanja
sebagai cara untuk menghilangkan kecemasannya, dan pola ini
dilakukan secara terus-menerus yang dalam artiannya adalah apabila
tiap kali si individu mengalami kecemasan yang berlebihan, ia
cenderung mengobati kecemasannya dengan berbelanja.
b) Perfeksionis : Perfeksionis dicirikan dengan harapan yang terlalu
berlebihan untuk mendapatkan suatu pencapaian yang lebih besar.
Orang-orang yang perfeksionis melakukan pembelian kompulsif untuk
mendapatkan kompetensi, kontrol dan harga diri meskipun hanya
sementara.
c) Harga Diri : Harga diri ini didefinisikan sebagai suatu penilaian
terhadap diri sendiri bahwa dirinya begitu berharga. Seseorang yang
berperilaku kompulsif cenderung memiliki harga diri yang rendah,
karena dengan melakukan pembelian kompulsif akan memunculkan
perasaan memiliki kekuasaan melalui aktivitas berbelanja.
d) Fantasi : Pada tingkat ini si individu memiliki khayalan yang terlalu
tinggi dan kebebasan akibat dari suatu perilaku yang dilakukannya.
Pembelian kompulsif merupakan pelarian dari rasa cemas dan perasaan
negatif seseorang yang berarti dengan melakukan pembelian kompulsif
maka seakan-akan masalah yang dihadapi menjadi hilang. Disitulah
letak fantasi nya.
e) Impulsif : Pembelian impulsif terjadi karena adanya ketidakmampuan
seseorang untuk menolak melakukan pembelian, rendahnya kontrol
tersebut sangat erat kaitannya dengan pembelian kompulsif, dan
perilaku impulsif umumnya terjadi karena adanya stimulus eksternal.
Pembelian kompulsif dideskripsikan sebagai sebuah impulse control
disorder dalam kajian ilmu psikologi. Oleh karena itu, perilaku
kompulsif dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak dapat
dikendalikan karena begitu kuatnya dorongan untuk berperilaku.
f) Pencari Kesenangan : Para pembeli kompulsif cenderung melakukan
aktivitas belanja sebagai kegiatan untuk mencari kesenangan semata
yang berada di antara kontrol dan rendahnya kontrol.
g) General Kompulsif : Dalam hal ini orang-orang yang cenderung
memiliki perilaku kompuslif dapat diketahui dari ciri-ciri: suka
menunda pekerjaan, sering mengalami kebimbangan, pola makan tidak
teratur, kecanduan obat dan alkohol, dll.
h) Ketergantungan : Orang-orang yang mudah bergantung pada orang
lain memiliki kecenderungan untuk berperilaku kompulsif.
i) Approval Seeking : Pembeli kompulsif memiliki kebutuhan untuk
mendapat pujian dari orang lain dalam rangka untuk membuat diri
mereka menjadi bahagia walaupun itu hanya untuk sementara waktu,
seperti mendapatkan pujian dari si penjual di dalam toko akan
mengakibatkan mereka melakukan pembelian kompulsif.
j) Locus of Control : Orang yang memiliki hidup yang dikendalikan oleh
faktor dari luar memiliki kecenderungan berperilaku kompulsif.
k) Depresi : Orang yang memiliki tingkat depresi yang tinggi akan
cederung melakukan pembelian kompulsif karena tujuannya untuk
keluar dari perasaan depresi yang tidak menyenangkan tersebut.
2. Faktor Circumstantial
Faktor ini merupakan faktor yang dihasilkan dari kondisi individu pada
saat ini dan juga mungkin menjadi pemicu munculnya perilaku-perilaku
pembelian kompulsif selanjutnya (Desarbo dan Edwards, 1996 : 238),
antara lain seperti :
a) Menghindari Masalah
Menghindari masalah adalah sebuah kecenderungan umum
menggunakan cara-cara tertentu untuk menghindari diri dari sebuah
permasalahan, dan para pelaku pembelian kompulsif memiliki
kecenderungan untuk menghindari masalah.
b) Penyangkalan
Penyangkalan merupakan penyangkalan terhadap permasalahan yang
dihadapi. Pembeli kompulsif memiliki kecenderungan untuk
menyangkal keberadaan dari permasalahan yang dihadapinya. Bagi
mereka, denial adalah cara untuk menghindari rasa cemas, rasa marah,
rasa takut atau emosi negatif lainnya yang biasanya tidak ada
hubungannya dengan pengalaman berbelanja.
c) Pengasingan
Terdapat dugaan bahwa pembelian kompulsif merupakan sebuah
gambaran dari perilaku individu yang terisolasi dari lingkungan
sosialnya. Isolasi tersebut mendorong individu untuk memiliki perilaku berlebihan yang tidak diterima secara sosial sehingga menyebabkan
mereka mengisolasi dirinya sendiri. Kebutuhan untuk berkomunikasi
dengan orang lain mungkin mendorong para pembeli kompulsif untuk
berbelanja pada sebuah toko karena di sana lah merasa merasa
mendapatkan perhatian dari tenaga penjual toko.
d) Materialistis
Faber dan O’Guinn menggunakan materialism scale yang
dikemukakan oleh Belk’s untuk menilai nilai materialisme dalam
sampel pembeli kompulsif mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa
pembeli kompulsif lebih materialistik dibandingkan dengan populasi
umum lainnya. Tetapi meskipun demikian, kepemilikan terhadap suatu
barang tidak menjadi perhatian utama bagi mereka. Pembeli
Kompulsif lebih fokus pada proses berbelanja daripada barang-barang
yang mereka beli.
Sementara itu, Kurnia (2013: 3) mengungkapkan faktor-faktor penyebab
terjadinya perilaku pembeli kompulsif adalah :
1. Faktor Keluarga
Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu
individu untuk melakukan proses sosialisasi melalui pembelajaran, dan
penyesuaian diri dalam berpikir dan juga bertindak di dalam masyarakat.
Keluarga yang utuh dan harmonis akan memberikan dampak positif bagi
individu dan perilakunya. Robert (dalam Kurnia, 2013: 3) menyatakan bahwa pada beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata pembelian
kompulsif dipengaruhi oleh perilaku dari anggota keluarga yang lain.
2. Faktor Psikologi
Pembelian kompulsif terjadi karena ketegangan psikologi yang
menyebabkan meningkatnya keinginan seseorang untuk melakukan
pembelian saat itu juga. Dengan kata lain, hasrat untuk melakukan
pembelian pada pembeli kompulsif lebih disebabkan oleh dorongan
psikologis dari dalam diri mereka.
3. Faktor Sosiologi
Robert (dalam Kurnia, 2013: 3) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
tayangan televisi, teman sebaya, frekuensi berbelanja, serta kemudahan
mengakses dan menggunakan kartu kredit pada pembelian kompulsif.
4. Faktor Situasional
Faktor situasional merupakan faktor eksternal yang muncul karena
seseorang melakukan kontak dengan lingkungan dan produk yang nantinya
dapat menyebabkan pembelian impulsif dan pembelian kompulsif. Faktor
situasional membuat konsumen melakukan pengambilan keputusan di
dalam toko pada saat itu juga (Gor dalam Kurnia, 2013: 3).
5. Materialisme
Materialistik adalah tingkatan seseorang dianggap sebagai materialis.
Konsumen menganggap suatu kepemilikan sebagai suatu yang berharga,
maka ia semakin materialistis. Demikian juga sebaliknya. Kemudian, Sari (2013: 6) mengungkapkan 5 dimensi dari perilaku pembelian
kompulsif yang terdiri dari :
1. Tendency to Spend
Yaitu sebagian besar mengarah pada kecenderungan seseorang untuk
melakukan aktivitas berbelanja dan lebih sering menghabiskan uang,
dimana ada episode tertentu pada aktivitas berbelanjanya.
2. Drive To Spend
Mendeskripsikan tentang adanya dorongan, preokupasi (pemusatan pikiran
pada satu hal tertentu), kompulsif (dilakukan secara berulang-ulang) dan
adanya perilaku impulsif dalam berbelanja.
3. Feelings about Shopping
Mendeskripsikan seberapa besar seseorang menikmati aktivitas berbelanja
dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.
4. Dysfunctional Spending
Mendeskripsikan bahwa disfungsinya lingkungan dapat menyebabkan atau
menggiring seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan
menghabiskan waktunya untuk berbelanja.
5. Post Purchase Guilt
Menjelaskan bahwa ada Perasaan menyesal dan pengalaman yang
memalukan setelah melakukan aktivitas berbelanja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar