Minggu, 24 November 2019

Katalis CaO dari Cangkang Kepiting (skripsi dan tesis)


Pada umumnya, sintesis biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa cair (NaOH atau KOH) dan enzim (lipase), dan melalui proses esterifikasi menggunakan katalis asam cair (H2SO4 atau H3PO4). Hasil konversi reaksi pembentukan biodiesel menggunakan katalis basa cair dapat mencapai 98%. Bila digunakan katalis asam cair dapat mencapai 99%, dan penggunaan enzim lipase dapat menghasilkan konversi sekitar 91% (Fanny dkk, 2012). Kalsium Oksida merupakan katalis heterogen jenis oksida logam yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi. Oksida-oksida tersebut berasal dari logam transisi, logam alkali dan logam alkali tanah. Oksida logam-logam transisi cenderung bersifat asam, mahal, dan menghasilkan yield yang rendah. Berbeda dengan oksida logam alkali dan alkali tanah yang bersifat basa, murah, dan menghasilkan konversi yang tinggi (Fanny dkk., 2012).
 Kalsium Oksida biasanya dibuat oleh dekomposisi termal dari bahan seperti kapur, yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3; mineral kalsit ). Hal ini dapat tercapai melalui pemanasan bahan sampai suhu di atas 800°C, proses ini dinamakan Kalsinasi, untuk memisahkan CO2 dari senyawa. Ini dilakukan dengan memanaskan material di atas 800° C. Kalsium Oksida telah diteliti sebagai katalis basa yang kuat dimana untuk menghasilkan biodiesel, CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang rendah, masa katalis yang lama, serta biaya operasional katalis yang rendah (Tuti dkk, 2011). Katalis basa heterogen CaO dapat dibuat melalui proses kalsinasi CaCO3. Salah satu sumber CaCO3 yang mudah diperoleh disekitar kita adalah cangkang kepiting. Cangkang kepiting memiliki kandungan kitin 18,70-32,20%, Protein 15,60- 2,90%, dan mineral CaCO3 53,70-78,40% (Focher, 1992). Terlihat bahwa CaCO3 dengan mineral cangkang kepiting terbesar sebanyak 77 %. 

Tidak ada komentar: