Faktor yang mempengaruhi subjective well being dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Cantril, 2000; Bradburn, 1969; Campbell, Converse & Rodgers, 1976; Inglehart, 1990; Veenhoven, 1994 dalam Eddington dan Shuman, 2006).
.1 Faktor internal yang mempengaruhi subjective well being sebagai berikut:
Traits, sifat seseorang dapat mempengaruhi subjective well being. Extraversion dan neuroticsm berpengaruh cukup besar dalam mempengaruhi subjective well being dibandingkan sifat-sifat. Ciri seseorang yang memiliki sifat extraversion cenderung lebih positif, hangat, mampu bersosialisasi sehingga hal ini berkorelasi dengan emosi yang menyenangkan. Sedangkan seseorang dengan sifat neuroticism cenderung mudah khawatir, sensitif, pesimis sehingga akan berhubungan dengan pikiran dan emosi yang tidak menyenangkan. Self esteem, Eddington & Shuman (2006) menunjukkan bahwa kepuasan diri merupakan predictor kepuasan terhadap hidupnya. Namun self esteem ini memiliki hubungan yang kecil, karena self esteem akan berubah sesuai dengan keadaan hidupnya. Self efficacy adalah perasaan yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuantujuan penting didefinisikan sebagai self efficacy (Feasel, 1995 dalam Eddington & Shuman, 2006). Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sehingga, seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi mampu mencapai tujuan-tujuan yang penting dalam hidupnya dan mengesampingkan tujuan yang tidak penting sehingga individu tersebut semakin bahagia dengan hidupnya.
.2 Faktor eksternal yang mempengaruhi subjective well being sebagai berikut:
Sex differences, Shuman (Eddington dan Shuman, 2006) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis kelamin dan subjective well-being. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan pria. Sehingga wanita apabila bersedih maka dapat mengakibatkan kejadian yang buruk baginya sedangkan saat ia bahagia maka akan memberikan kejadian yang baik juga. Purpose memberikan peran penting dalam penyebab SWB, orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi dibandingkan dengan tujuan yang dinilai rendah. Contoh berhasil membeli rumah mewah lebih menyenangkan dibandingkan dengan membeli rumah yang biasa saja. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya akan cenderung lebih bahagia. Income atau pemasukan memiliki hubungan yang signifikan terhadap SWB walaupun hubungan yang dimiliki kecil. Secara umum, orang yang memiliki pemasukan yang tinggi lebih bahagia dibandingkan orang yang memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini dikarenakan dalam meningkatkan SWB, seseorang butuh untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, tempat tinggal dan kebutuhan kesehatan. Pernikahan atau marriage berperan sebagai penopang dalam emosi dan kondisi ekonomi yang menghasilkan reaksi positif dan juga sebaliknya orang yang bahagia memiliki kemungkinan lebih besar menikah. Interaksi, pengkespresian emosi, dan pembagian tugas berperan dalam keberhasilan pernikahan. Persepsi tentang kesehatan lebih penting daripada secara objektif. Individu dengan kondisi kronis atau cacat memliki SWB yang rendah, jika kondisinya lebih ringan memungkinkan adaptasi. Kesehatan yang buruk mempengaruhi kebahagiaan secara negatif karena berhubungan pengan pencapaian goal atau tujuan. Agama disebutkan sebagai “opiate of the masses” yaitu berhubungan dengan lingkungan banyak atau beberapa orang, keyakinan beragama, relasi dengan Yang Maha Kuasa, sembahyang, serta partisipasi dan pengabdian. Agama juga mempengaruhi ketika individu berada dalam krisis serta berperan dalam meningkatkan hubungan dengan sesama dalam komunitas yang tersedia. Efek dari agama tidak selalu positif dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Kesenangan hidup tinggi bagi mereka yang pengangguran, pensiun, tua, atau bagi yang memiliki status kekayaan dan sosial tinggi dan pernikahan tanpa anak. Olahraga juga berpengaruh positif bagi kesenangan karena tubuh melepaskan hormone endorphin, relasi sosial, dan kepuasan terhadap kesuksesan atau self-efficacy. Kepuasan tertinggi dicapai oleh aktivitas tantangan yang melibatkan skill. Kesenangan paling popular adalah menonton televise dan liburan adalah sumber kebahagiaan serta relaksasi. Intensivitas pengalaman positif tidak memiliki banyak efek terhadap kebahagiaan berhubungan dengan kemunculan yang jarang. Individu mengalami mood yang positif ketika bersama teman dibanding dengan ketika bersama dengan orang tua atau sendiri. Kebahagiaan yang paling tinggi adalah jatuh cinta selama cinta itu masih ada. Kebahagiaan yang berlangsung paling lama adalah agama. Kemampuan intelejensi berhubungan dengan pencapaian tujuan termasuk pengaruh dengan kebahagiaan. Fisik yang menarik memiliki efek yang besar terutama bagi wanita muda. Kemapuan sosial extrovert berpengaruh positif pada kebahagiaan dibanding yang tidak bisa menemukan dukungan sosial atau pertemanan. Kebahagiaan juga berhubungan dengan kerja sama, kepemimpinan, dan kemampuan heteroseksual
.1 Faktor internal yang mempengaruhi subjective well being sebagai berikut:
Traits, sifat seseorang dapat mempengaruhi subjective well being. Extraversion dan neuroticsm berpengaruh cukup besar dalam mempengaruhi subjective well being dibandingkan sifat-sifat. Ciri seseorang yang memiliki sifat extraversion cenderung lebih positif, hangat, mampu bersosialisasi sehingga hal ini berkorelasi dengan emosi yang menyenangkan. Sedangkan seseorang dengan sifat neuroticism cenderung mudah khawatir, sensitif, pesimis sehingga akan berhubungan dengan pikiran dan emosi yang tidak menyenangkan. Self esteem, Eddington & Shuman (2006) menunjukkan bahwa kepuasan diri merupakan predictor kepuasan terhadap hidupnya. Namun self esteem ini memiliki hubungan yang kecil, karena self esteem akan berubah sesuai dengan keadaan hidupnya. Self efficacy adalah perasaan yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuantujuan penting didefinisikan sebagai self efficacy (Feasel, 1995 dalam Eddington & Shuman, 2006). Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sehingga, seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi mampu mencapai tujuan-tujuan yang penting dalam hidupnya dan mengesampingkan tujuan yang tidak penting sehingga individu tersebut semakin bahagia dengan hidupnya.
.2 Faktor eksternal yang mempengaruhi subjective well being sebagai berikut:
Sex differences, Shuman (Eddington dan Shuman, 2006) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis kelamin dan subjective well-being. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan pria. Sehingga wanita apabila bersedih maka dapat mengakibatkan kejadian yang buruk baginya sedangkan saat ia bahagia maka akan memberikan kejadian yang baik juga. Purpose memberikan peran penting dalam penyebab SWB, orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi dibandingkan dengan tujuan yang dinilai rendah. Contoh berhasil membeli rumah mewah lebih menyenangkan dibandingkan dengan membeli rumah yang biasa saja. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya akan cenderung lebih bahagia. Income atau pemasukan memiliki hubungan yang signifikan terhadap SWB walaupun hubungan yang dimiliki kecil. Secara umum, orang yang memiliki pemasukan yang tinggi lebih bahagia dibandingkan orang yang memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini dikarenakan dalam meningkatkan SWB, seseorang butuh untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, tempat tinggal dan kebutuhan kesehatan. Pernikahan atau marriage berperan sebagai penopang dalam emosi dan kondisi ekonomi yang menghasilkan reaksi positif dan juga sebaliknya orang yang bahagia memiliki kemungkinan lebih besar menikah. Interaksi, pengkespresian emosi, dan pembagian tugas berperan dalam keberhasilan pernikahan. Persepsi tentang kesehatan lebih penting daripada secara objektif. Individu dengan kondisi kronis atau cacat memliki SWB yang rendah, jika kondisinya lebih ringan memungkinkan adaptasi. Kesehatan yang buruk mempengaruhi kebahagiaan secara negatif karena berhubungan pengan pencapaian goal atau tujuan. Agama disebutkan sebagai “opiate of the masses” yaitu berhubungan dengan lingkungan banyak atau beberapa orang, keyakinan beragama, relasi dengan Yang Maha Kuasa, sembahyang, serta partisipasi dan pengabdian. Agama juga mempengaruhi ketika individu berada dalam krisis serta berperan dalam meningkatkan hubungan dengan sesama dalam komunitas yang tersedia. Efek dari agama tidak selalu positif dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Kesenangan hidup tinggi bagi mereka yang pengangguran, pensiun, tua, atau bagi yang memiliki status kekayaan dan sosial tinggi dan pernikahan tanpa anak. Olahraga juga berpengaruh positif bagi kesenangan karena tubuh melepaskan hormone endorphin, relasi sosial, dan kepuasan terhadap kesuksesan atau self-efficacy. Kepuasan tertinggi dicapai oleh aktivitas tantangan yang melibatkan skill. Kesenangan paling popular adalah menonton televise dan liburan adalah sumber kebahagiaan serta relaksasi. Intensivitas pengalaman positif tidak memiliki banyak efek terhadap kebahagiaan berhubungan dengan kemunculan yang jarang. Individu mengalami mood yang positif ketika bersama teman dibanding dengan ketika bersama dengan orang tua atau sendiri. Kebahagiaan yang paling tinggi adalah jatuh cinta selama cinta itu masih ada. Kebahagiaan yang berlangsung paling lama adalah agama. Kemampuan intelejensi berhubungan dengan pencapaian tujuan termasuk pengaruh dengan kebahagiaan. Fisik yang menarik memiliki efek yang besar terutama bagi wanita muda. Kemapuan sosial extrovert berpengaruh positif pada kebahagiaan dibanding yang tidak bisa menemukan dukungan sosial atau pertemanan. Kebahagiaan juga berhubungan dengan kerja sama, kepemimpinan, dan kemampuan heteroseksual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar