Kebahagiaan dipandang dalam dua hal yaitu, kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Eudaimonic berasal dari bahasa Yunani daimon, yang berarti diri yang sebenarnya. Kebahagiaan eudaimonic bermakna bahwa kebahagiaan adalah hasil dari perjuangan untuk mencapai aktualisasi diri (psychological well being), dimana dalam prosesnya akan sangat dipengaruhi oleh bakat, nilai dan kebutuhan dari individu dalam menjalani hidup (Maltby, Wood, Osborne & Hurling, 2009). Sedangkan, kebahagian hedonis memilik kesamaan dengan filosofi hedonism yang memandang bahwa tujuan hidup adalah pencarian kepuasaan dan kebahagiaan. Dan dalam hal ini Subjective well being (SWB) termasuk dalam kebahagiaan hedonism (Maltby, Wood, Osborne & Hurling, 2009). Subjective well being dipilih oleh peneliti karena peneliti ingin melihat evaluasi seseorang terhadap hidupnya. Subjective well being merupakan evaluasi orang terhadap kehidupannya sendiri, baik secara afektif maupun kognitif (Diener, 2000). Orang merasakan SWB yang melimpah ketika mereka mengalami perasaan nyaman yang melimpah dan hanya sedikit perasaan tidak nyaman, ketika mereka merasakan kesenangan dan sedikit rasa sakit, dan ketika mereka puas dengan hidup mereka (Diener, 2000). Subjective well being mencerminkan penilaian masing-masing individu terhadap diri sendiri tentang kualitas kehidupan mereka. Penilaian ini bersifat subjektif karena tergantung dari invidu masing-masing. Penilain subjektif ini dikarenakan adanya perbedaan berdasarkan nilai hidup, ekspektasi dan hidupnya (Carr, 2004). Subjective well being tidak mencari tahu penyebab orang bahagia atau tidak bahagia (Carr, 2004). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Subjective well being itu adalah kebahagiaan itu sendiri. Oleh sebab itulah, dalam penelitian ini Subjective well being dan kebahagiaan dianggap memiliki makna yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar