Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi,
mulai dari definisi yang konvensional hingga yang strategis. Definisi
konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung
dari suatu produk, seperti : performance (kinerja), reability (keandalan), ease
of use (mudah dalam penggunaan), esthetics (estetika), dsb. Sedangkan
dalam definisi startegis dinyatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the need of
costumers).(Sinambela, 2010:6)
20
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Vincent dan Gasperz
(2006:1), bahwa kualitas diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan
kepuasan pelanggan dan upaya perubahan kearah perbaikan terus-menerus
sehingga dikenal istilah Q = MATCH (Meets Agreed Terms and Changes).
Menurut the American Society of Quality Control (Purnama N, 2006:
9), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk aau
layanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang telah dittentukan atau yang bersifat laten.
Gasperz dalam Sampara Lukman (2000 hal 9-11) mengemukakan
bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok :
1. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan
langsung, maupun keistimewaan aktraktif yang memenuhi keinginan
pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk.
2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan.
Kualitas menurut Fandy Tjiptono (Harbani Pasolong, 2007:132)
adalah
1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan,
2) kecocokan pemakaian,
3) perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan,
4) bebas dari kerusakan,
5)
pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat,
6)
melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal,
7) sesuatu yang bisa
membahagiakan pelanggan.
Triguno (1997:76) mengartikan kualitas sebagai
standar yang harus seseorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai
kualitas sumber daya kerja, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau
produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal
pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat.
Kualitas (quality) menurut Montgomery dalam Harbani (2007 hal
132), “the extent to which products meet the requirement of people who use
them”. Yang artinya bahwa suatu produk dikatakan berkualitas bagi
seseorang kalau produk tersebut dapat memenui kebutuhannya.
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Kasmir (Harbani,
2007:133) bahwa pelayanan yang baik adalah kemampuan seseorang dalam
memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan
dengan standar yang ditentukan. Menurut Feigenbaum kualitas adalah
kepuasan pelanggan sepenuhnya (full costumer satisfaction).
Suatu produk
dikatakan berkualitas jika dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen terhadap
suatu produk.
Waykof (Purnama N, 2006:19), menyebutkan kualitas layanan
sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas
kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan
menurut Parasuraman et al. (Purnama N, 2006:19), kualitas layanan
merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi)
konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas
layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan
maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.
Begitu pula yang dikemukakan Tjiptono (2002), bahwa pelayanan
yang berhasil guna dalam suatu organisasi adalah bahwa pelayanan yang
diberikan oleh anggota organisasi tersebut dapat memberikan kepuasan
22
kepada konsumen atau pelanggannya. Sebagai tolak ukur adalah tidak
adanya atau kurangnnya keluhan dari masyarakat /konsumen. Sedangkan
pelayanan umum yang berhasil guna ditandai dengan tidak adanya calo-calo .
Sejalan dengan pendapat Dwiyanto (Ahmad Ainur Rohman, 2010),
yang mengatakan bahwa penilaian kinerja publik tidak cukup hanya dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi seperti
efisiensi dan efektivitas, tetapi harus pula dilihat dari indikator yang melekat
pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa.
Konsep kualitas pelayanan dapat pula dipahami melalui “consumer
behaviour” (perilaku konsumen) yaitu perilaku yang dimainkan oleh konsumen
dalam mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi suatu produk
pelayanan yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya. Keputusankeputusan konsumen untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu
barang/jasa dipengaruhi berbagai faktor, antara lain persepsinya terhadap
kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara
kepuasan konsumen dengan kualitas pelayanan. (Harbani Pasolong,
2007:135)
Pelayanan yang berkualitas atau pelayanan prima yang berorientasi
pada pelanggan sangat tergantung pada kepuasan pelanggan. Lukman
(2000:8) menyebut salah satu ukuran keberhasilan menyajikan pelayanan
yang berkualitas sangat tergantung pada tingkat kepuasan pelanggan yang
dilayani. Pendapat tersebut artinya menuju kepada pelayanan eksternal, dari
perspektif pelanggan, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin
mencapai kinerja pelayanan yang berkualitas.
23
Kasmir (Harbani Pasolong, 2007:133), mengatakan bahwa pelayanan
yang baik adalah kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan yang
dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang
ditentukan. Sementara itu Gerson(Harbani Pasolong, 2007:134)) menyatakan
pengukuran kualitas internal memang penting, tetapi semua itu tidak ada
artinya jika pelanggan tidak puas dengan yang diberikan. Untuk membuat
pengukuran kualitas lebih berarti dan sesuai, “tanyakan” kepada pelanggan
apa yang mereka inginkan, yang bisa memuaskan mereka.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kedua sudut pandang
tentang pelayanan itu penting, karena bagaimanapun pelayanan internal
adalah langkah awal dilakukannya suatu pelayanan. Akan tetapi pelayanan
tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan yang dilayani. Artinya
bagaimanapun upaya untuk memperbaiki kinerja internal harus
mengarah/merujuk pada apa yang diinginkan pelanggan (eksternal). Kalau
tidak demikian, bagaimanapun performa suatu organisasi tetapi kalau tidak
sesuai dengan keinginan pelanggan atau tidak memuaskan, citra kinerja
organisasi tersebut akan dinilai tetap tidak bagus (Harbani, 2007:133).
Kualitas harus dimulai dari konsumen dan berakhir pada konsumen.
Artinya spesifikasi kualitas layanan harus dimulai dengan mengidentifkasi
kebutuhan dan keinginan konsumen yang dituangkan ke dalam harapan
konsumen dan penilaian akhir diberikan oleh konsumen melalui informasi
umpan balik yang diterima perusahaan. Sehingga peningkatan kualitas
layanan harus dilakukan dengan komunikasi yang efektif dengan konsumen
(Purnama N, 2006: 39).
24
Sedangkan Zeithalm (Rakhmat, 2009), mengatakan ada dua faktor
utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu Expectative Service
(pelayanan yang diharapkan) dan Perceived Service (pelayanan yang
diterima). Karena kualitas pelayanan berpusat pada pelanggan serta
ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan, maka
Zeithaml mendefinisikan bahwa pelayanan yang seharusnya adalah
penyampaian pelayanan secara excelent atau superior dibandingkan dengan
pemenuhan harapan konsumen. Artinya pelayanan yang diberikan
seharusnya melebihi harapan konsumen agar tercipta kepuasan konsumen
terhadap pelayanan yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar