Walaupun dalam kehidupan sehari-hari kita
kerap kali terkecoh oleh penampilan seseorang, bahkan kita dapat tertipu oleh penampilannya, demikian pula dalam suatu karya sastra, faktor penampilan fisik
para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan karakterisasi. Dimensi
fisiologis meliputi ciri-ciri tubuh, raut muka, pakaian, dan segala perlengkapan
yang dikenakan oleh sang tokoh, seperti sepatu, topi jam tangan, tas, perhiasan.
Dari segi sosiologis, novel tidak menampilkan tokoh sebagai manusia secara
individual, namun lebih sebagai manusia secara sosial yang saling berinteraksi
dengan tokoh lainnya dalam kehidupan bermasyarakat layaknya dalam kehidupan
nyata. Sebagai sistem simbol, dalam novel terkandung keberagaman tokoh
sebagai representasi multikultural tokoh-tokoh sebagai spesies. Dimensi
sosiologis yakni unsur-unsur status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam
masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi dan keluarga, pandangan hidup,
agama dan kepercayaan, ideologi, aktifitas sosial, organisasi, kegemaran,
ketutrunan, suku bangsa.
Berdasarkan segi psikologisnya ada kaitannya antara penokohan dengan
psikologi karena tokoh dalam cerita novel biasanya ditampilkan secara lebih
lengkap, misalnya yang berhubungan dengan tingkah laku, sifat dan kebiasaan.
Kejiwaan para tokoh dalam novel sesungguhnya adalah penggambaran manusia
yang hidup di alam nyata sebagai model didalam penciptaan seorang pengarang.
Tokoh berperan penting dalam jalannya cerita, dengan adanya tokoh timbullah
suatu peristiwa. Tokoh dipergunakan pengarang untuk menyampaikan maksud
melalui ucapan, tingkah laku / perilaku dari tokoh. Bisa dikatakan bahwa unsur
psikologi sangat berpengaruh terhadap unsur penokohan di dalam sebuah karya
sastra.
Dimensi psikologis yaitu mentalitas, norma-norma, moral yang dipakai, tempramen, perasaan-perasaannya, keinginan pribadi, sikap dan watak,
kecerdasan, keahlian, kecakapan khusus.
Menurut Wiyatmi (2006 : 14) sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau
tercetak yang dibatasi hanya pada “mahakarya”, yaitu buku-buku yang dianggap
menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya yang diterapkan pada seni sastra,
yaitu dipandang sebagai karya imajinatif. Endraswara dalam bukunya Metodologi
Penelitian Sastra juga mengungkapkan bahwa karya sastra yang dijadikan subyek
penelitian perlu diberlakukan secara lebih manusiawi. Karya sastra bukanlah
barang mati dan fenomena yang lumpuh, namun penuh daya imajinasi yang
hidup. Karya sastra tak jauh berbeda dengan fenomena manusia yang bergerak,
fenomena alam yang kadang-kadang ganas, dan fenomena apapun yang ada di
dunia dan akherat. Karya sastra dapat menyebrang ke ruang dan waktu yang
kadang-kadang jauh dari jangkauan nalar manusia karenanya membutuhkan
metode sendiri.
Antara psikologi dan novel mempunyai hubungan yang fungsional yaitu
sama-sama berguna sebagai sarana mempelajari aspek kejiwaan manusia.
Bedanya gejala yang ada dalam karya sastra novel adalah gejala-gejala kejiwaan
manusia yang imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia riil. Meski
sifat-sifat manusia dalam karya sastra novel bersifat imajiner, tetapi dalam
menggambarkan karakter dan jiwanya pengarang menjadikan manusia yang hidup
di alam nyata sebagai model dalam penciptaannya.
Berdasarkan novel, ilmu psikologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekataan untuk menelaah atau mengkaji tokoh-tokohnya. Menganalisis tokoh dalam karya novel dan perwatakanya seorang pengkaji sastra juga harus
berdasarkan pada teori dan hukum-hukum psikologi yang menjelaskan
perwatakan dan kejiwaan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar