Menurut Samuelson (1992), inflasi menunjukkan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan arus harga secara umum yang perhitungannya dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen (IHP). Indeks Harga Konsumen (IHK) mengukur biaya dari pasar konsumsi barang dan jasa. Biasanya inflasi didasarkan kepada harga bahan pangan, pakaian, perumahan, bahan bakar minyak, transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan dan komoditas lainnya yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan Indeks Harga Produsen atau yang biasa dikenal sebagai PPI merupakan pendekatan perhitungan inflasi yang didasarkan pada biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen (Samuelson, 1992). Pendekatan lain juga dapat digunakan dalam mengukur tingkat inflasi adalah GNP Deflator. GNP Deflator merupakan rasio GNP nominal dan GNP rill. GNP yang merupakan pendapatan nasional ini tersusun dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor suatu negara.
Inflasi bersifat kontinu yang berkaitan erat dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: konsumsi masyarakat yang meningkat, likuiditas uang berlebih di pasar yang memicu konsumsi atau spekulasi, hingga sebagai akibat dari ketidaklancaran distribusi barang. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan dan akibatnya daya beli uang melemah. Menurut Mishkin (2004) inflasi merupakan fenomena moneter yang terjadi di negara manapun dan sulit terelakkan. Inflasi dikatakan sebagai fenomena moneter hanya jika terjadi peningkatan harga yang berlangsung secara cepat dan terus-menerus. Sedangkan menurut teori Keynes inflasi terjadi karena masyarakat yang hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menggambarkan proses perebutan sumber daya ekonomi antar golongan masyarakat yang berdampak pada peningkatan permintaan agregat melebihi yang tersedia (penawaran agregat).
Samuelson (1992) menjelaskan bahwa inflasi tidak selalu akan membuat masyarakat kehilangan kesejahteraannya apabila diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan rill untuk kebutuhan hidup sehari-hari mungkin saja meningkat atau menurun selama masa inflasi. Sehingga inflasi hanya akan memperburuk kesejahteraan masyarakat apabila ada kondisi kenaikan yang lebih tinggi dari pada kenaikan pendapatan, maka kesejahteraan masyarakat akan turun. Dampak negatif inflasi akan mengakibatkan mendorong kenaikan suku bunga, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah perlu mempertimbangkan inflasi dalam penyusunan APBN, karena saat terjadi inflasi, maka diperlukan lebih banyak anggaran dalam APBN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar