2.1.1
Dimensi dan Mobilitas Kebutuhan
Hunian
Turner (1968)
mengemukakan 4 macam dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat
tinggal yakni :
1.
Dimensi lokasi, mengacu pada
tempat – tempat tertentu yang oleh seseorang dianggap cocok untuk tempat
tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi ini lebih ditekankan pada penghasilan
dan siklus kehidupannya. Sebagai contoh, seseorang pada struktur ekonomi menengah
ke bawah akan lebih memilih lokasi tempat tinggal yang dekat dengan lingkungan
kerjanya agar menimimalisir biaya transportasi.
2.
Dimensi perumahan, berkaitan
dengan penguasaan (tenure) yang erat
kaitannya dengan pemilihan karakteristik tempat tinggalnya. Semakin tinggi
tingkat penguasaan maka akan semakin flexible
pula pilihan atribut tempat tinggalnya. Aspek penguasaan pada umumnya
bergerak paralel pada tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya. Seseorang
yang berpenghasilan rendah misalnya, akan memilih menyewa atau mengontrak rumah
saja daripada memilikinya dikarenakan adanya kebutuhan primer yang lebih
dianggap mendesak untuk dipenuhi.
3.
Dimensi siklus kehidupan,
membahas tahap – tahap seseorang menapaki kehidupannya. Dimensi ini serupa
dengan teori yang diungkapkan oleh Maslow (1970), dimana terdapat lima hirarki
kebutuhan yakni,
Gambar 2.1 Model Hirarki Kebutuhan
Sumber:
Maslow, 1970 dengan modifikasi peneliti
Seseorang
harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan primernya dalam hal ini kebutuhan
fisiologis manusia sebelum beranjak kepada tingkatan – tingkatan kebutuhan
tertinggi. Berdasarkan gambar 2.1, dijelaskan tentang tahapan seseorang dalam
memenuhi kebutuhannya yang menurut Turner berbanding lurus dengan
penghasilannya. Secara umum, semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang maka
semakin tinggi pula tingkatan kebutuhan yang akan dipenuhinya. Lebih lanjut
Turner (1968) menyimpulkan tiga kebutuhan dasar manusia yakni opportunity (kesempatan), identity (identitas), dan security
(keamanan).
4.
Dimensi penghasilan, menekankan
pembahasannya pada besar kecilnya penghasilan yang diperoleh persatuan waktu. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penghasilan seseorang, maka semakin tinggi pula
prioritas dari kebutuhan perumahan dan siklus kehidupan yang diperolehnya. Oleh
karena itu, Turner (1972) mengkaitkan hubungan antara penghasilan dengan
prioritas kebutuhannya sebagai berikut :
Gambar 2.2 Hubungan antara Prioritas Kebutuhan dengan Penghasilan
Sumber:
Turner dan Fichter, 1972 dengan modifikasi peneliti
Pada gambar 2.2 terlihat bahwa dalam dimensi siklus kehidupan,
dimensi lokasi, dan dimensi perumahan terdapat korelasi yang sangat erat.
Seseorang dengan penghasilan yang rendah cenderung memprioritaskan kebutuhan
dasar (opportunity) tanpa melihat
keamanan dan status sosialnya sehingga prioritas dalam bertempat tinggalpun cenderung
memilih untuk menyewa tempat tinggal yang kualitas fisiknya terbilang kurang
memadai. Dari segi lokasipun, seseorang dengan tingkat penghasilan yang rendah
lebih memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan sesamanya. Lain halnya
dengan seseorang yang penghasilannya tinggi dimana prioritas kebutuhan utamanya
yakni meningkatkan strata sosial di masyarakat. Seseorang pada tahap ini
cenderung ingin memiliki tempat tinggal yang secara kualitas fisiknya modern.
Untuk menilik pada klasifikasi objek yang berkaitan
dengan dimensi kebutuhan tempat tinggal, maka dilakukan pembagian golongan
penduduk berdasarkan strata sosial yang berkenaan dengan lama bertempat tinggal
di suatu wilayah. Dengan asumsi bahwa semakin lama seseorang menetap di sesuatu
wilayah, maka semakin mantap posisi pekerjaannya sehingga semakin tinggi pula
tingkat penghasilannya. Turner (1968) mengemukakan tiga golongan yakni :
1.
Bridgeheaders, golongan yang baru
bertempat tinggal di suatu daerah yang dengan segala keterbatasannya belum
mampu mengangkat dirinya ke jenjang sosial ekonomi yang lebih tinggi.
2.
Consolidators, golongan yang agak lama
tinggal di suatu daerah yang telah mapan terhadap posisi pekerjaannya.
3.
Status seekers, golongan yang telah lama
tinggal di suatu daerah yang telah mapan dalam hal kemampuan ekonominya.
Kemampuan ekonomi tersebut mengubah perilaku seseorang dimana ia menginginkan
pengakuan dalam status sosial oleh lingkungan sosialnya.
Seseorang dalam
golongan bridgeheaders pada umumnya
termasuk pada golongan kategori penghasilan rendah sehingga kemampuan
ekonominya belum mampu untuk membangun rumah sendiri. Oleh karena lokasi
pekerjaan pada umumnya terletak di pusat kota, maka golongan ini cenderung
lebih senang tinggal di lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya dengan maksud
supaya pengeluaran untuk transportasi dapat dihemat.
Seiring dengan
berjalannya waktu, golongan bridgeheaders
yang telah mapan dari segi kemampuan ekonominya kemudian memasuki pada
jenjang consolidators. Dalam jenjang
ini, pemilihan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerjanya akan
turun skala prioritasnya karena dirasa tempat tinggal di pusat kota sudah tidak
memberikan kenyamanan. Golongan ini mulai mengalihkan perhatiannya pada daerah
pinggiran kota yang menurutnya menjanjikan kenyamanan bertempat tinggal. Hal
ini wajar, karena penghasilannya sudah cukup tinggi sehingga mampu mengusahakan
untuk membeli alat transportasi pribadi.
Dengan
meningkatnya kemapanan ekonomi seseorang, kebutuhan hunian pun sudah tidak lagi
berdasar pada sisi perlindungan. Pandangan tempat tinggal bagi golongan lanjut
yakni status seekers, mulai menapaki
fungsi hunian sebagai alat investasi. Pada tahap ini, seseorang akan lebih cenderung
untuk membeli rumah yang mewah dari segi kualitas fisiknya dengan jumlah yang
banyak. Hal ini merupakan upayanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang
lebih dan pengakuan dari segi status sosial di lingkungan masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar