Minggu, 02 Desember 2018

Anomali Winner – Losser (skripsi dan tesis)

Anomali winner-loser merupakan salah satu bentuk anomali pasar modal yang bertentangan dengan konsep hipotesis pasar efisien. Anomali winner – loser pertama kali dikemukakan oleh Bont dan Thaler (1985). Menggunakan pasar modal Amerika Bondt dan Thaler menemukan bahwa saham-saham yang pada mulanya memberikan tingkat keuntungan sangat positif (winner) atau sangat negatif (loser) akan mengalami pembalikan (reversal) pada periode-periode berikutnya. Investor yang membeli saham-saham loser dan menjual saham-saham tersebut saat menjadi winner akan memperoleh abnormal return yang signifikan.
Bondt dan Thaler menyatakan bahwa penyebab anomali winner dan losser adalah hipotesis overreaction. Hipotesis ini menyatakan bahwa pada dasarnya pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap informasi. Pelaku pasar cenderung menetapkan harga saham terlalu tinggi sebagai reaksi terhadap berita yang dinilai baik dan memberikan harga terlalu rendah sebagai reaksi terhadap berita yang dinilai buruk. Anomali winner-loser telah mempopulerkan penerapan strategi investasi contrarian, yaitu strategi yang ”menyarankan” untuk membeli saham-saham loser dan menjual saham-saham yang dimiliki yang melebihi saham-saham yang sebelumnya adalah saham winner. Kata lain, dengan adanya anomali winner-loser di pasar modal memungkinkan investor melakukan strategi membeli saham pada waktu menjadi loser dan menjualnya pada saat saham tersebut berbalik menjadi winner sehingga investor dapat memperoleh keuntungan abnormal yang signifikan.
Menurut Suarmanayasa dan Susila (2012) bahwa anomali winner-loser merupakan fenomena yang masih kontroversial, sehingga menarik untuk dilakukan kajian tentang eksistensinya di pasar modal Indonesia. Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan dengan mengambil data dari pasar modal yang telah berkembang, namun hanya sedikit yang diketahui tentang prediksi return di pasar modal yang sedang berkembang. Jika anomali winner-loser memang benar disebabkan oleh pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap informasi (overreaction), seharusnya dapat ditemukan bukti yang serupa di pasar modal Indonesia.


Tidak ada komentar: