Jumat, 13 April 2018

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (skripsi dan tesis)

Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah tanggung jawab semua individu dan semua penyedia jasa pelayanan kesehatan. Setiap orang harus bekerja sama untuk mengurangi risiko infeksi bagi pasien dan petugas RS. Petugas kesehatan terdiri atas: petugas medis seperti dokter dan perawat; petugas sanitasi atau kebersihan lingkungan; petugas penunjang seperti petugas perawatan peralatan teknis dan bangunan, manajemen, apoteker, pengadaan bahan dan produk, dan pelatihan pekerja kesehatan. Program pencegahan dan pengendalian infeksi RS yang efektif harus komprehensif dan mencakup kegiatan surveilans serta pelatihan petugas kesehatan. Menurut WHO (2002), survailans merupakan proses yang efektif untuk mengurangi frekuensi infeksi yang terjadi di RS. Program tersebut harus mendapat dukungan yang efektif pada tingkat nasional dan daerah disertai dengan kesiapan dana untuk meunjang keberhasilan program tersebut. Keterkaitan hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pemerintah dalam merespon kejadin infeksi nosokomial mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor 270/2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lain, dan Kepmenkes No. 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya. Berdasarkan Kepmenkes tersebut, Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) di bawah naungan Departemen Kesehatan RI mengeluarkan buku Pedoman Pencegahan dan pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Dalam teori sistem ilmu politik yang dikembangkan oleh David Easton tahun 1953, kebijakan publik dipandang sebagai respons sistem politik terhadap tuntutan yang muncul dari lingkungannya (Rudana, 2008)

Pencegahan infeksi nosokomial membutuhkan program terpadu dan pemantauan mencakup komponen-komponen sebagai berikut (WHO, 2002):
  1. Membatasi penularan organisme secara langsung antara pasien dalam masa perawatan melalui pencucian tangan dan sarung tangan memadai yang digunakan, praktek aseptis yang sesuai, strategi isolasi, sterilisasi dan desinfeksi, dan laundry (pencucian).
  2. Mengendalikan risiko lingkungan terhadap infeksi.
  3. Melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang tepat, gizi, dan vaksinasi.
  4. Membatasi risiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif dan mempromosikan penggunaan antimikroba optimal.
  5. Surveilans terhadap infeksi, identifikasi, pengendalian wabah penyakit.
  6. Pencegahan infeksi pada petugas RS.
  7. Meningkatkan kemampuan petugas RS dalam praktek perawatan pasien dan edukasi berkelanjutan kepada petugas RS.

Tidak ada komentar: