Kepuasan memiliki arti penting dalam konsep pemasaran yang berkaitan
dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan, dalam literatur
pemasaran istilah ini sangat popular dan mudah dijumpai serta memiliki
pengertian yang mendalam sehingga menjadi tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai oleh organisasi bisnis modern seperti sekarang ini. Penggunaan istilah satisfaction
sekarang ini cenderung meluas dan berkaitan dengan kata-kata satisfactory
(kesesuaian) dan satisfy (membuat
menjadi menyenangkan), akan tetapi istilah kepuasan pelanggan di dalam
manejemen pemasaran memiliki pengertian yang spesifik.
Oliver
(1997) dalam Barnes (2003) menyatakan
bahwa kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan,
hal ini berarti suatu bentuk penilaian istimewa dari suatu produk atau jasa
yang memeberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
kebutuhan termasuk kebutuhan dibawah harapan atau pemenuhan kebutuhan yang
melebihi harapan pelanggan. Oleh karena itu kepuasan pelanggan merupakan suatu
target yang berubah-ubah, sehingga diperlukan adanya suatu gambaran yang lebih
jelas mengenai apa kebutuhan pelanggan dalam setiap mengadakan transaksi dengan
suatu perusahaan.
Woodruff
(1997) menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara konsep nilai pelanggan
dan kepuasan pelanggan. Kepuasan (atau ketidakpuasan) muncul dari perasaan
pelanggan dalam menanggapi evaluasi dari satu atau lebih penggunaan pengalaman
dengan produk. Setiap kali kinerja melebihi harapan, kepuasan akan meningkat.
Namun, setiap kali kinerja turun di bawah ekspektasi, pelanggan akan menjadi
tidak puas. Antara anggota saluran, kepuasan digambarkan sebagai afektif positif yang dihasilkan dari
penilaian dari semua aspek hubungan kerja perusahaan dengan yang lain (Frazier
et al 1989). Dengan demikian, Geyskens et al (1999) mengusulkan bahwa kepuasan
harus menangkap kedua aspek (psikososial) ekonomi dan non-ekonomi pertukaran.
Kepuasan ekonomi didefinisikan sebagai
respon positif afektif anggota saluran dengan imbalan ekonomi yang mengalir
dari hubungan. Seorang anggota saluran puas ekonomi menganggap hubungan sukses
ketika puas dengan efektivitas dan produktivitas hubungan dengan pasangan dan
hasil keuangan yang positif yang dihasilkan. Namun, kepuasan dengan pertukaran
juga mempengaruhi anggota saluran moral dan insentif mereka untuk
berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif (Geyskens et al, 1999). Kedua Frazier
(1983) dan Anderson dan Narus (1990) menunjukkan bahwa kepuasan dengan hasil
masa lalu menunjukkan ekuitas di bursa. Ekuitas umumnya mengacu pada keadilan
atau kebenaran dari sesuatu dibandingkan dengan orang lain (Halstead 1999).
Hasil yang adil memberikan keyakinan bahwa tidak ada pihak telah mengambil
keuntungan dari dalam hubungan dan bahwa kedua belah pihak prihatin tentang
kesejahteraan bersama mereka (Ganesan 1994).
Perusahaan
yang mampu menurunkan tingkat keseluruhan konflik dalam hubungan mereka
mengalami kepuasan yang lebih besar (Anderson dan Narus 1990). Anggota saluran
yang puas dengan imbalan ekonomi yang mengalir dari hubungan mereka umumnya
menganggap pasangannya sebagai memajukan pencapaian tujuan mereka sebagai lawan
menghambat atau mencegah. Resolusi konflik yang memuaskan akan meningkatkan
saling percaya dan saling memperkuat satu sama komitmen anggota dan keyakinan
bahwa hasil saling memuaskan akan terus diperoleh (Thorelli 1986).
Kotler (2005) memasukkan kinerja ke dalam pengertian kepuasan, sehingga
dikatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja yang disrasakan dengan harapan pelangga pada saat mereka
mendapatkan produk dan jasa dari perusahaan. Dengan pengertian tersebut
terlihat bahwa ada dua unsure yang menentukan kepuasan pelangan yaitu kinerja
jasa yang ditawarkan dan kinerja jasa yang diharapkan. Jika kinerja jasa yang
ditawarkan sama dengan harapan atau bahkan dapat melebihi kinerja yang diharapan
maka pelanggkepuasan pean jasa akan merasa terpuaskan. Dengan demikian kepuasan
pelanggan akan dirasakan setelah konsumen menggunakan jasa yang ditawarkan.
Tinjauan tentang kepuasan pelanggan ini dalam berbagai literature
terbagi ke dalam 2 (dua) kutub, yang pertama menyebutkan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan suatu proses sedang yang lain memandang kepuasan pelanggan
itu merupakan suatu hasil.
a. Kepuasan
Pelanggan sebagai Proses
Diskripsi kepuasan sebagai proses merupakan
suatu evaluasi terhadap sautu barang dan jasa yang iterima/dirasakan dengan apa
yang diharapkan guna memenuhi kebutuhan. Dengan mengandalkan kepuasan sebagai
suatu proses maka definisi kepuasan pelanggan akan memusatkan pada asal-usul
atau hal-hal yang dapat membangkitkan kepuasan dari pada menjelaskan kepuasan
itu sendiri, konsekuensinya sebagian besar penelitian telah diarahkan pada
pemahaman kognitif yang digunakan dalam evaluasi kepuasan.
Diskripsi ini dilandasi dari teori
discrepancy namun dalam perkembanganya juga dipengaruhi oleh teori contras dimana pelanggan akan menggabungkan setiap
perbedaan antara harapan dan evaluasi produk yang dikemukan oleh Cristoper
(2002). Selanjutnya mereka juga mengupas lebih lanjut mengenai teori yang mendasari
kepuasan pelanggan dan perkembangannya, yang antara lain paradigm
expectation-disconfirmation, value perpect disparity theory, dan equity teory.
Discontinuation positif menghasilkan peningkatan kepuasan, sedangkan
discontinuation negative menghasilkan efek. Jika berdasrkan teory tersebut maka
kepuasan merupakan suatu hasil dari perbandingan secara interpersonal dari pada hasil perbandingan intrapersonal.
Beberapa penelitian mendukung paradikma disconfirmation akan tetapi beberapa
lainnya tidak mendukung, seperti penelitian yang dilakukan oleh Churcil dan
Surprenant (1982) dalam Paker dan Matiws (2001) menemukan bahwa baik diconfirmation maupun expectation tidak memiliki efek pada kepuasan pelangggan untuk barang yang dapat tahan
lama. Sedang Poiz dan Grumbkow (1988)
dalam Paker dan Matiws (2001) memandang
kepuasan merupakan selisih (discrepancy) antara yang diamati dengan yang
diinginkan. Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa kepuasan pelanggan
dihasilkan dari proses perbandingan antara kinerja barang dan jasa yang dirasakan
oleh konsumen dibandingkan dengan apa
yang diharapkan, pendapat ini melahirkan paradigm disconfirmation.
Teori value-percept memandang kepuasan
sebagai respons emosional yang dipicu oleh proses evaluasi yang bersifat
kognitif (berdasarkan perasaan). Keinginan pelanggan akan berkisar antara
nilai-nlai mereka (kebutuhan, keinginan, dan harapan) dan obyek evaluasinya.
Pengembangan teori ini mengikutsertakan konsep desire congruency (Spring, 1996
dalam Paker dan Matiws , 2001).
Teori lain yang diigunakan untuk menjelaskan
kepuasan adalah equity theory, menurut teori ini seseorang akan merasa puas
bila rasio hasil (outcame) yang diperoleh dibandingkan dengan input yang
dikeluarkan adalah proposional. Dengan demikian kepuasan merupakan suatu hasil
dari perbandingan interpersonal daripada sebagai perbandingan intrapersonal
(Merton dan Laazrsfeld, 1950 dalam Paker dan Matiws, 2001).
b. Kepuasan sebagai Hasil
Dalam perkembangan teori
menunjukkan adanya pembaharuan terhadap perhatian yang memusatkan pada sifat
dari kepuasan itu sendiri, beberapa sifat yang mendasari kepuasan tersebut
meliputi emosi (emotion), pemenuhan kebutuhan (fulfillment) dan kondisi
(state). Sudut pandang emosi menurut oliver (1981) dalam Paker dan Matiws
(2001) adalah kepuasan dipandang sebagai unsure yang mengandung kejutan yang
berasal dari pengalaman memiliki atau menggunakan/menkonsumsi suatu produk dan
jasa. Dalam penelitian ini mengakui input dari proses perbandingan kognitif
tetapi selanjutnya menyatkan bahwa hal tersebut hanya salah satu factor saja
yang menentukan kondisi kepuasan.
Teori pemenuhan dari
sudut pandang kebutuhan atau teori perilaku yang mengacu pada teori maslow,
kepuasan dapat dipandang sebagai titikakhir dari sautu proses motibvasi, dimana
perilaku seseorang diarahkan kepada pencapain prestasi atau tujuan yang relevan
sehingga kepuasan pelangggan dapat dianggap sebgai respon terhadap pemenuhan
kebutuhan pelanggan.
Oliver (1999)
mengungkapkan sudut pandang kepuasan sebagai suatu kondisi, 4 (empat) kondisi
akan diperoleh sehubungan dengan adanya kepuasan yang terkait dengan
membangkitkan rasa puas dan penguatan rasa puas. Derajat yang paling rendah
dari pembangkitan rasa puas dikategorikan sebagai satisfaction as contentment
(kepuasan sekedar puas hati) sebagai hasil dari mendapatkan produk dan jasa
secara tepat, sehingga kategori ini dipandang sebagai perasaan yang pasif.
Derajat kepuuasan yang lebih tinggi dinamakan satisfaction as surprise atau kepuasan sebagai perasaan yang
mengejutkan). Adanya yang dapat bersifat positif (menggembirakan) atau bersifat
negative (mengejutkan). Adanya penguatan perasaan yang positif, rasa puas
menunjukkan satisfaction as pleasure
atau kepuasan sebgai kesenangan yang dicari, dimana roduk dan jasa membuat
kondisi yang menentramkan. Sedangkan pengutan yang bersifat negative
menghasilkan satisfaction as relief atau kepuasan sebagai penghilang rasa yang
tidak menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar