Pengendalian
internal setiap entitas hanya memberikan keyakinan memadai, bukan mutlak,
kepada manajemen dan dewan direksi tentang pencapaian tujuan entitas. Berikut
yang menjelaskan mengapa pengendalian internal, sebaik apapun dirancang dan
dioperasikan, hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan
pencapaian tujuan pengendalian suatu entitas: (Boynton et al., 2002: 376)
1. Kesalahan dalam
pertimbangan. Manajemen dan personel lainnya
dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau
dalam melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi,
keterbatasan waktu atau prosedur lainnya.
2. Kemacetan.
Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena personel salah
memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan atau
kelelahan. Kemacetan juga dapat terjadi dikarenakan perubahan sementara atau
permanen dalam personel, sistem atau prosedur.
3. Kolusi.
Karyawan yang melaksanakan pengendalian dapat bekerjasama melakukan kecurangan
dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok. Karyawan tersebut dapat menutupi
kecurangan yang dilakukan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian
internal.
4. Penolakan manajemen.
Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan
tidak sah, seperti memanipulasi kondisi keuangan entitas agar terlihat lebih
baik. Praktik penolakan (override)
termasuk membuat penyajian yang salah dengan sengaja kepada auditor atau
menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan
fiktif.
5. Biaya versus manfaat.
Biaya yang diperlukan untuk pengendalian internal suatu entitas tidak boleh melebihi
manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Pengukuran secara
tepat baik biaya maupun manfaat pengendalian internal akan sulit dan tidak
mungkin dilakukan. Untuk itu manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif
maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat suatu
pengendalian internal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar