Jumat, 16 Desember 2016

Gambaran Umum Ossetia Selatan (skripsi dan tesis)



Secara geografis, Ossetia Selatan berbatasan dengan Ossetia Utara yang masuk wilayah Rusia, di Selatan dengan Georgia. Kawasan yang terletak di Selatan Kaukasia ini, memiliki wilayah sekitar 4000 kilometer persegi, dengan ibukotanya Tskhinvali.  Bahasa warga Ossetia adalah Persia, seperti yang biasa digunakan di Iran. Selain itu di Ossetia Selatan, bahasa Rusia menjadi bahasa resmi kedua. Kebanyakan penduduk Ossetia Selatan memiliki kewarganegaraan Rusia.
Ketika tahun 1990 Ossetia Selatan memproklamasikan kedaulatannya, milisi Georgia melakukan serbuan. Moskow juga.mengirimkan pasukan yang mendukung pihak Ossetia Selatan. Perang itu menyebabkan sekitar 100 ribu warga Ossetia melarikan diri dari Georgia dan Ossetia Selatan ke Rusia, sekitar 20 ribu warga Georgia ke Georgia. Jika tahun 1989 penduduk Ossetia Selatan masih 165 ribu orang, saat ini jumlahnya kira-kira tinggal separuhnya.
Status Ossetia Selatan  tidak jelas. Secara hukum internasional, kedaulatan keduanya tidak diakui secara resmi. Tapi pimpinan di kedua kawasan itu  berusaha mewujudkannya dengan menggelar pemilihan umum. Dari segi ekonomi tidak banyak yang ditawarkan Ossetia Selatan. Tingkat penganggurannya mencapai 60 persen. Lahan pertaniannya hanya menghasilkan sedikit buah-buahan, gandum dan anggur. Bahkan terdapat desas-desus, kawasan pegunungan di Kaukasia itu merupakan jalur transit penyelundupan senjata dan obat bius. Tapi dapat dimengerti bila Georgia tetap ingin mempertahankan kesatuannya. Jika membiarkan Ossetia Selatan merdeka, ini berarti Georgia juga harus rela melepaskan Abkhazia, provinsi lainnya yang juga ingin melepaskan diri darinya. Dimana secara ekonomis dan strategis Abkhazia memiliki arti penting. Inilah sumber masalahnya. Di belakang konflik Ossetia Selatan tersembunyi kepentingan politik internasional. NATO, Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa semua terlibat dalam masalah. Ini juga yang menyebabkan Dewan Keamanan PBB dalam sidang istimewanya tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam mengatasi konflik di Kaukasia tersebut.
Secara resmi provinsi yang September 1991 menamakan dirinya Republik Ossetia Selatan, masih termasuk Georgia, seperti halnya provinsi Abkhazia yang juga melepaskan diri dari Georgia. Namun keduanya mendapat dukungan dari Rusia dan secara ekonomi tergantung pada Rusia. Georgia menuduh Rusia hendak melakukan aneksasi terhadap kedua kawasan tersebut dan menghindari upaya keanggotaan Georgia ke dalam NATO. Rusia menentang keanggotaan Georgia ke dalam NATO. Moskow tidak senang keberadaan pakta pertahanan Atlantik Utara itu tepat berada di perbatasannya, juga tidak dengan penempatan stasiun penangkal rudal di Polandia dan Ceko. Itu yang menyebabkan Rusia membantu perjuangan kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia melawan Georgia. Sehubungan serangan yang dilancarkan Georgia terhadap Ossetia Selatan pada saat itu Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin menyebutnya sebagai pembunuhan massal.[1]




Tidak ada komentar: