Georgia terletak dibagian paling barat dan
berbatasan langsung dengan Laut Hitam yang kaya akan sumber daya minyak. Hal
tersebut yang menyebabkan Georgia memiliki kedudukan yang strategis yang amat
penting bagi jalur minyak dikawasan tersebut. Wilayah Georgia merupakan daerah
pegunungan dan memiliki iklim mediterian yang hangat dan nyaman. Populasi
Georgia mencapai 4.934.413 jiwa penduduk berdasarkan sensus Juli 2003.[1]
Georgia terdiri dari 53 propinsi
(distrik), 11 kota, dan 3 Republik otonomi[2] :
a)
Propinsi (distrik) : Abhasa, Adigeni, Akhalgana,
Akhaltsikhe, Akhmeta, Ambrolauri, Aspindra, Baghdati, Bolnisi, Borjomi,
Chkhorotsq’u, Chokhatauri, Dedoplistq’aro, Dmanisi, Dusheti, Gardabani, Gurjaani,
Java, Kareli, Kaspi, Kharaguli, Khasuri, Khobi, Khoni, Lagodekhi, Lanckhuti,
Lantekhi, Marneoli, Martvili, Mestia, Mtskheta, Ninotsmenda, Oni, Ozurgeti,
Q’azbegi, Q’vareli, Sachkere, Sagarejo, Samtredia, Senaki, Sighnaghi, Telavi,
Terjola, Tetritsq’aro, Tianeti, Tsagari, Tsalka, Vani, Zeataponi, Zugdidi.
b)
Kota : batumi, Chiatura, Gagra, Gori, Kuthaisi, Poti,
Rustavi, tsokumi, Tblisi, Tq’ibuli, Taq’albuto, Tskhinvali.
c)
Republik otonomi : Abkhazia, Ajaria, Ossetia selatan
Georgia banyak mengalami pemberontakan
separatis dari propinsi-propinsinya yang bertujuan melepaskan diri, salah
satunya Abkhazia, yang beribukota Tbilisi, yang merupakan kota terbesar di
Republik Georgia. Penduduk Tblisi berjumlah kurang lebih 3.066.100 jiwa.
Beberapa abad yang lalu, Georgia merupakan
obyek persaingan pengaruh antara Persia, Turkey, dan Rusia karena lokasi dari
Georgia sangat strategis. Terletak pada jalur pertemuan antara Asia dan Eropa,
sampai pada akhirnya Georgia menjadi bagian dari kekaisaran Rusia. Georgia
sempat mengalami kemandirian setelah Revolusi Bolahevik di Rusia namun kemudian
Georgia diinasi oleh tentara merah Rusia pada tahun 1921 dan menjadi bagian
dari Uni Soviet setahun kemudian.
Setelah Uni soviet Runtuh Georgia
melepasakan dan memerdekakan diri pada tahun 1992 dan yang terpilih menjadi
presiden pertama georgia adalah Zviad Gamshakurdia, seorang nasionalis yang
memproklamirkan bahwa “ Georgia untuk bangsa Georgia”. Namun tak lama kemudia
beliau digulingkan untuk kelompok oposisi yang berbentuk terjadinya perang
sipil disebagian besar wilayah dan terbunuhnya sang mantan presiden.[3]
Setelah peristiwa tersebut, akhirnya
mantan menteri di era Uni Soviet yaitu Edward Shevarnadze menjadi presiden
berikutnya. Pada masa pemerintahan Shevarnadze Georgia tetap terbelenggu pada
persoalan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang diikuti dengan perang
untuk memisahkan diri dari republik Georgia. Selama 11 tahun kepemimpinannya
masalah kemiskinan, kriminalitas, masalah konflik bersenjata antara
Georgia-Abkhazia serta korupsi menjadi masalah internal bagi Georgia yang
sangat kronis.
Pada bulan November 2003 setelah adanya
kecurangan pemilihan parlemen yang diikuti dengan demostrasi besar-besaran yang
dipimpin oleh Mikhael Sakhasvili di ibukota Tbilisi yang kemudian dikenal
dengan nama Rose Revolution. (Revolusi Mawar). Sakhasvili adalah mantan menteri
kehakiman pada masa presiden Shevardnadze yang mengundurkan diri sebagai protes
dari maraknya korupsi pada saat itu. Sakhasvili terpilh menjadi presiden ketiga
Republik Georgia dengan mendapatkan 96% suara pada pilpres yang digelar
berikutnya.[4]
Republik Georgia adalah sebuah negara
trans-benua di sebelah timur Laut Hitam, di sebelah selatan Kaukakus diantara
benua Eropa dan benua Asia. Bekas republik di Uni Soviet ini berbatasan dengan
Rusia di sebelah utara, Turkey di sebelah barat daya, Armenia di sebelah
selatan, serta Arerbaijan di sebelah timur. Luas wilayah Georgia 69.700 km2,
berpenduduk 4,4 juta tidak termasuk (Abkhazia dan Ossetia selatan), 84% dari
jumlah penduduk beretnis Georgia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar