Pengalaman bekerja dan
hidup di negara asing dapat menjadi pengalaman yang membebaskan dan
memberdayakan, dan banyak pekerja migran wanita Filipina dan keluarga serta
masyarakat mereka yang memperoleh keuntungan secara keseluruhan dari pengalaman
tersebut. Meskipun demikian, pekerjaan di luar negeri juga dapat mengandung
resiko dan bahaya. Di negara tujuan, pekerja migran itu rentan selama mereka berada
diluar jurisdiksi dan perlindungan hukum negara mereka sendiri, dan mereka
tidak berhak atas serangkaian perlindungan dan tunjangan yang diberikan oleh
negara tujuan.
Pengangguran yang
semakin meningkat, kesulitan ekonomi dan ancaman teroris telah meningkatkan xenophobia (fobia terhadap orang asing)
dan rasisme, yang kadang-kadang mengakibatkan sikap yang semakin keras terhadap
migran pada umumnya. Pekerja migran perempuan cenderung memiliki resiko yang
lebih besar terhadap diskriminasi, eksploitasi, kekerasan, dan kerja paksa
dibandingkan dengan pekerja migran karena pasar kerja di negara tujuan
mereproduksi pembagian jender di bidang perburuhan dan ketidaksetaraan di
negara asal mereka.
Di negara-negara tujuan,
pekerja migran wanita Filipina sering berada dalam situasi diskriminasi,
peminggiran, atau kerentanan dua kali lipat, tiga kali lipat, atau bahkan empat
kali lipat – karena mereka orang asing dibandingkan dengan warga negara,
perempuan dibandingkan dengan laki-laki (bagi pekerja migran perempuan),
memiliki karakteristik-karakteristik seperti bahasa, budaya, suku, atau agama
yang berbeda dan lebih penting lagi, karena jenis pekerjaan yang biasanya
mereka lakukan.[1]
Tabel 2.3, di bawah ini,
mengidentifikasi mengapa kerentanan pekerja migran wanita Filipina timbul di
negara-negara tujuan.
Tabel
2.3 Tabel Kerentanan Pekerja Migran Wanita Filipina di Negara Tujuan
Alasan-Alasan Khusus untuk Pekerja Migran Wanita
Filipina di Negara Tujuan
|
1.
Kelangsungan stereotip jender dan segregasi pekerjaan
di pasar kerja internasional;
2.
Kurangnya perlindungan perburuhan dan sosial;
3.
Kebijakan imigrasi yang diskriminatif;
4.
Buta hukum dan takut akan otoritas;
5.
Hubungan pekerjaan yang berketergantungan;
6.
Terkadang, lingkungan kerja yang individual dan
terisolasi;
7.
urangnya organisasi dan keterwakilan;
8.
Xenofobia dan stigmatisasi.
|
Sumber:
ILO, Preventing Discrimination, Exploitation, and Abuse of Women Migrant
Workers: And Information Guide, Booklet 4 – Working & Living Abroad, ILO
Gender Promotion Programme, Geneva, 2003, hal. 10.
Sebagai
akibat dari kerentanan-kerentanan ini, diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan
terhadap pekerja migran wanita Filipina termanifestasi sendiri melalui
pelanggaran-pelanggaran yang terkait dengan pekerjaan, dimana contoh-contohnya
disebutkan di Tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel
2.4 Jenis-Jenis Diskriminasi Yang Dihadapi oleh Pekerja Migran Wanita Filipina
di Negara Tujuan
No
|
Pelanggaran
|
Wujud Pelanggaran
|
1.
|
Pelanggaran
kontrak kerja, atau
tidak adanya
kontrak
|
a.
Penggantian kontrak
b.
Tidak dikeluarkannya kontrak kerja
c.
Mempekerjakan untuk pekerjaan yang tidak ada
d. Mengakhiri
kontrak secara sepihak
|
2.
|
Kondisi kerja dan
kondisi hidup yang
buruk
|
a.
Upah yang sangat rendah, sering kali dibawah tingkat
upah minimum negara tersebut
b.
Bayaran yang tidak setara dengan pekerjaan dengan nilai
yang sama antara perempuan dan laki-laki; antara warga negara dan migran; dan
antara pekerja migran dari negara asal yang berbeda-beda.
c.
Penahanan upah.
d.
Jam kerja yang panjang atau beban kerja, yaitu bekerja
lebih dari 12 jam.
e.
Melakukan banyak pekerjaan.
f.
Tidak ada hari libur atau hari istirahat.
g.
Makanan yang tidak cukup.
|
3.
|
Kebebasan
bergerak yang
terbatas
|
a.
Di negara-negara tujuan di seluruh dunia, mal)praktek dimana majikan menahan passport
atau dokumen-dokumen perjalanan pekerja migran merupakan hal yang sangat
umum. Tanpa dokumen-dokumen resmi mereka, pekerja migran terikat secara efektif
kepada majikannya.
b.
Bagi perempuan pekerja migran dalam pekerjaan rumah
tangga atau industri hiburan, banyak majikan yang membatasi dan mengontrol
dengan ketat pergerakan mereka. CONTOH: Di Malaysia dan Singapura, pemerintah
mengenakan pajak untuk mempekerjakan pekerja migran dan selain itu mengenakan
obligasi sekuritas kepada pegawai untuk “berfungsi sebagai penjera sehingga
pekerja migran tidak kabur dari kontrak kerja mereka”. Di Singapura,
obligasinya adalah sebesar Singapore $5,000; di Malaysia RM$500. Dengan
menggunakan alasan menjaga dan melindungi pekerja migran dari godaan untuk
kabur, majikan membuat mereka terkurung di rumah, membatasi kebebasan
bergerak dan mobilitas mereka, dan tidak memberikan hari libur kepada mereka
untuk meminimalisir kesempatan mereka
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
|
|
Pelecehan dan
kekerasan
|
a.
Kasus-kasus perlakuan yang buruk dan kekerasan yang
sering kali dapat
b.
mengancam nyawa pekerja migran telah dilaporkan secara
sistematis –
c.
tak terhitung laporan pemukulan dan bentuk-bentuk
kekerasan fisik dan
d.
penyiksaan lain yang dilakukan oleh majikan kepada
pekerja migran
e.
mereka – sebagian juga sangat serius sehingga menjadi
tajuk utama
f.
berita-berita setempat dan otoritas negara tujuan
ditekan untuk
g.
melakukan tindakan legal.41
h.
– Pekerja migran, tanpa memandang sifat pekerjaannya,
sangat rentan
i.
terhadap pelecehan, penyiksaan dan kekerasan, tidak
hanya di tempat
j.
kerja tetapi juga di jalan dan di tempat-tempat publik
dan oleh otoritas
k.
lokal selama mereka berada dalam tahanan – sebagai
akibat dari status
l.
migran, jender, kelas, dan ras mereka. Berbagai bentuk
pelecehan,
m.
penyiksaan dan kekerasan mencakup:
·
Kekerasan verbal;
·
Kekerasan psikologis;
·
Kekerasan fisik;
·
Pelecehan seksual dan
·
Kekerasan seksual dan perkosaan.
|
|
Resiko kesehatan
dan keselamatan
dan kurangnya
perlindungan sosial
|
a.
Kesehatan fisik pekerja migran sering menderita karena
kondisi tempat kerja dan sifat pekerjaan yang informal dan tidak dilindungi.
Banyak juga yang menderita stres emosional dan psikologis terkait dengan
pemisahan dari rumah dan keluarga dan pengisolasian di daerah yang asing.
b.
Perempuan pekerja migran berada dalam kelompok beresiko
tinggi untuk Infeksi Menular Seksual (IMS), kehamilan yang tidak diinginkan,
dan HIV/AIDS – karena mereka kurang informasi, memiliki akses yang terbatas
untuk mendapatkan layanan konseling dan perawatan kesehatan dan rentan
terhadap kekerasan seksual dan perkosaan.
c.
Pekerja di industri hiburan, termasuk prostitusi,
rentan pada khususnya, terutama karena mereka tidak dapat bernegosiasi
mengenai penggunaan kondom. Tetapi, ironisnya adalah bahwa sering kali
perempuan pekerja migran itulah yang disalahkan baik sebagai penyebab maupun
sebagai kontributor penyakit-penyakit menular, IMS dan HIV/AIDS, anak yang
tidak diinginkan dan aborsi, selain dari penyakit-penyakit sosial, termasuk
kecanduan alkohol.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar