Landasan hukum perundang-undangan yang berkaitan
langsung dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang :
a. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), dan
pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037), yang kemudian
telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1982, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3215), yang kemudian telah diperbarui dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
e.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dan
disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3368).
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 menegaskan : bumi,
air, angkasa dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Bumi, air, angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya merupakan komponen lingkungan hidup yang harus dimanfaatkan dan
dikembangkan secara berencana sehingga dapat menunjang kegiatan pembangunan
secara berkelanjutan dalam rangka kelanggengan kemakmuran rakyat.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dalam mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan
kesejahteraan umum seperti termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 (khususnya
Pasal 33) dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila perlu
diusahakan pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan
dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan
generasi sekarang dan mendatang.
Dalam undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dinyatakan bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa kepada Bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan bangsa
Indonesia dalam segala aspek dan matranya berlandaskan Wawasan Nusantara.
Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia dengan letak dan
kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman
ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi dan
dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di
daratan, di lautan dan di udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan
terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola
pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan
dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang
dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan satu kesatuan tata
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan
hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Setiap kegiatan yang memanfaatkan ruang wilayah pada
dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup sehingga sejak dini perlu
dipersiapkan langkah penanggulangan dampak negatif dan pengembangan dampak
positif.
Pada tahap awal, keputusan lokasi mengacu pada Rencana
Tata Ruang yang telah ditetapkan dan pada tahap penapisan diperlukan analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana kegiatan atau kegiatan yang telah ada di suatu lokasi yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Pasal 3 butir (c) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang penataan Ruang menggariskan bahwa salah satu tujuan penataan ruang
adalah tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
a.
Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur
dan sejahtera;
b.
Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
c.
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d.
Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
e. Mewujudkan keseimbangan kepentingan
kesejahteraan dan keamanan.
Kualitas
tata ruang ditentukan oleh terwujudnya pemanfaatan ruang yang harus selalu
memperhatikan :
a. Daya dukung lingkungan jumlah penduduk
dalam suatu wilayah yang masih dapat didukung oleh ketersediaan sumber daya
penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik tanah;
b. Fungsi lingkungan tertatanya tata air,
tata udara, suaka alam, suaka budaya;
c. Estetika lingkungan terpeliharanya bentang
alam;
d. Lokasi pemanfaatan ruang yang serasi
antara fungsi lingkungan dengan kawasan pembangunan, dengan ditetapkannya
kawasan lindung dan kawasan budidaya;
Struktur hirarki yang jelas dalam sistem
perkotaan dan hubungan yang saling menunjang antara kota besar, kota menengah
dan kota kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar