Pendaftaran
tanah baik tanah pertanian maupun tanah non-pertanian berdasarkan Pasal 19 ayat
(1) Undang-Undang Pokok Agraria dilaksanakan oleh Pemerintah di seluruh wilayah
Indonesia untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
Pemerintah dalam melaksanakan ketentuan tersebut mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
- Pengertian Pendaftaran Tanah
Pasal 1 butir (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
menyebutkan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi :
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran
tanah tersebut pada dasarnya merupakan kewajiban Pemerintah yang telah diatur
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu baik dana
UUPA maupun Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial
registration) dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)
(Pasal 11).
Pendaftaran
tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah ini. Pendaftraan tanah untuk
pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.[1]
Pendaftaran
tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran
tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan
pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam
hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah
secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah
secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu
pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Pendaftaran
tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat
perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui
pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang dari
pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga dan peralatan yang
diperlukan. Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang
meliputi jangka waktu agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang
berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar. Uji kelayakan itu
untuk pertama kali diselenggarakan di daerah Depok, Bekasi dan Karawang di Jawa
Barat.
Di samping
pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran tanah secara sporadik juga
akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah
banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan
dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan makin meningkat kegiatannya. Demikian
dikemukakan dalam Penjelasan Umum.
Pemeliharaan
data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan
data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama,
surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi
kemudian. Perubahan itu misalnya terjadi sebagai akibat beralihnya, dibebaninya
atau berubahnya nama pemegang hak yang telah didaftar, hapusnya atau
diperpanjangnya jangka waktu hak yang sudah berakhir, pemecahan, pemisahan dan
penggabungan bidang tanah yang haknya sudah didaftar. Agar data yang tersedia
di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir dalam Pasal 36
ayat (2) ditentukan bahwa para pemegang hak yang bersangkutan wajib
mendaftarkan perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pertanahan.
Ketentuan mengenai wajib daftar itu juga ada dalam Pasal 4 ayat (3).[2]
Sebagaimana
telah kita ketahui dari uraian mengenai Pasal 97 Peraturan Menteri Nomor 3
Tahun 1997, PPAT bahkan diwajibkan mencocokkan lebih dahulu isi sertipikat hak
yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan sebelum
diperbolehkan membuat akta yang diperlukan.
Hal ini
sesuai dengan asas mutakhir pendaftaran sebagai yang dinyatakan dalam Pasal 2.
Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus
menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan
selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Demikian dinyatakan
dalam Penjelasan Pasal 2.
- Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah adalah untuk
menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Dengan dilaksanakannnya
kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang
Pokok Agraria, maka diharapkan akan dicapai kepastian di dalam hukum
pertanahan. Kepastian-kepastian yang dimaksud adalah:
a.
Kepastian hak atas tanah
Artinya
dengan didaftarkan hak atas tanahnya akan diketahui status haknya. Apakah
status haknya itu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan
hak lain sebagainya.
b.
Kepastian subjek haknya
Artinya
dengan didaftarkan hak atas tanahnya akan diketahui siapa yang menjadi pemiliknya.
Kepastian tentang subjek haknya sangat diperlukan karena perbuatan mengenai
tanah tersebut pada asasnya hanya menimbulkan akibat yang dikehendaki, apabila
dilakukan oleh pemiliknya sendiri.
c.
Kepastian objek haknya
Artinya
dengan didaftarkan hak atas tanahnya akan diketahui dengan pasti di mana letak,
luas dan batas-batasnya.
d.
Kepastian hukumnya
Artinya
dengan didaftarkan hak atas tanahnya akan dapat diketahui wewenang-wewenang dan
kewajiban-kewajiban bagi si pemegang hak atas tanah tersebut.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa
pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemiliknya
dengan diberikannya surat tanda bukti dari Kantor Pertanahan yang disebut
sertipikat.
Tujuan pendaftaran tanah yang pada hakekatnya telah
ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran
tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang
pertanahan (rechtskadaster atau legal cadaster).
Adapun tujuan pendaftaran tanah yang dimaksud adalah :
a.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan. Kepada pemegangnya diberikan sertipikat sebagai
surat tanda bukti haknya (Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997)
b.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, termasuk pemerintah agar dengan dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan
tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun,
termasuk peralihan pembebanan dan hapusnya wajib didaftarkan (Pasal 4 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Untuk penyajian data tersebut
dilaksanakan oleh Seksi Tata Usaha Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta
pendaftaran tanah, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.
Tujuan pendaftaran tanah yang menghimpun dan
menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas
dengan dimungkinkan pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data
yuridis yang belum lengkap atau masih disengketakan, maka untuk tanah-tanah
yang demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah
(Pasal 30 dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar