Manusia
merupakan mahluk sosial (Zoon Politicon), artinya manusia tidak dapat
hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, ia akan tergantung kepada bantuan orang lain. Kebutuhan manusia untuk
dapat hidup layak bermacam-macam jenisnya. Kebutuhan untuk makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. Manusia didalam memenuhi kebutuhan
hidupnya tersebut melakukan tukar menukar, jual beli dan lain-lain. Selanjutnya
penelitian ini akan membahas mengenai jual beli, khususnya tentang peralihan
hak atas tanah
1. Dasar Hukum Jual Beli Tanah Pertanian
Jual beli tanah pertanian pengaturannya berbeda dengan tanah non
pertanian. Perbedaan ini karena terjadi untuk menjaga agar tanah pertanian
tidak cepat habis karena telah berubahnya fungsi penggunaan tanah pertanian
menjadi tanah non pertanian. Cara untuk mencegah habisnya tanah pertanian
adalah dengan melakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan oleh Instansi yang
berwenang yang ditunjuk sehingga setiap terjadi jual beli tanah pertanian harus
meminta ijin dari instansi tersebut.
Jual beli tanah pertanian pengaturannya berpedoman kepada pasal-pasal
dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pasal-pasal tersebut
diberlakukan untuk melindungi kepentingan petani agar tersedia tanah pertanian
yang memadai dan mengusahakan supaya tanah pertanian dikerjakan oleh petani
sehingga dapat menghindari pengolahan tanah pertanian yang kurang efisien.
Pengertian petani adalah orang, baik yang mempunyai maupun tidak
mempunyai tanah pertanian sendiri tetapi mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan
tanah untuk pertanian. Profesi petani dapat dikategorikan menjadi pemilik
tanah, penggarap, dan buruh tani.
Pengertian pemilik tanah adalah orang yang memiliki tanah
pertanian yang perolehannya berasal dari pewarisan, jual beli dan lain-lain. Pemilik
tanah dalam mengusahakan tanah pertaniannya dapat dikerjakan atau diolah
sendiri atau diserahkan pengolahannya kepada orang lain. Pengertian penggarap
adalah petani yang secara sah mengusahakan secara aktif tanah pertanian yang
bukan miliknya dengan menanggung seluruh atau sebagain dari resiko produksinya.
Penggarap dalam mengusahakan atau mengolah tanah pertanian pemilik tanah
dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara yang ditempuh oleh penggarap antara
lain dengan mengadakan perjanjian bagi hasil tanah pertanian, sewa menyewa
tanah pertanian dan lain-lain. Pengertian buruh tani adalah petani yang
mengusahakan tanah pertanian orang lain dan dia mendapat upah atas hasil
kerjanya tersebut. Jadi, buruh tani dibayar oleh pemilik tanah pertanian untuk
mengerjakan tanahnya.
Pasal-pasal di dalam UUPA yang mengatur masalah pemilikan dan
penguasaan tanah pertanian dan peralihan hak milik atas tanah pertanian antara
lain :
a. Pasal 7 UUPA
Pasal tersebut isinya melarang
pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas karena hal tersebut dapat
merugikan kepentingan umum. Pelarangan pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas di dalam pasal tersebut termasuk adalah tanah pertanian.
Alasannya
karena perbuatan tersebut menyebabkan terbatasnya persediaan tanah pertanian
terutama di daerah yang padat penduduknya. Hal tersebut mengakibatkan
menyempitnya luas tanah pertanian yang dimiliki oleh petani bahkan ada
kemungkinan petani tidak dapat memiliki tanah pertanian sendiri.
Jadi, pasal
tersebut dibuat dengan maksud untuk mencegah pemilikan dan penguasaan tanah di
tangan golongan-golongan dan orang-orang tertentu saja. Pasal ini dalam
pelaksanaannya tidak ada pengecualiannya dan berkaitan dengan Pasal 17 UUPA.
b. Pasal 10 UUPA
Pasal 10 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa setiap orang dan badan hukum
yang memiliki hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan untuk
mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara
pemerasan.
Di dalam isi pasal tersebut disebutkan adanya kewajiban untuk mengerjakan
atau mengusahakan sendiri tanah pertanian secara aktif artinya pemilik tanah
pertanian tersebut secara langsung turut serta dalam proses produksi.
Kewajiban untuk mengusahakan atau mengerjakan tanah pertanian sendiri
tersebut tidak berarti bahwa semua pekerjaan harus dilakukan oleh pemilik tanah
pertanian sendiri. Tenaga buruh diperbolehkan dalam proses produksi tetapi
tidak boleh terjadi cara-cara pemerasan didalam pelaksanaannya.
Cara-cara pemerasan yang dapat terjadi pada
buruh seperti pemberian upah yang terlampau rendah kepada buruh tani. Tindakan
pemerasan tersebut tentu saja bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria
yang menghendaki adanya perlindungan dan jaminan atas nasib para buruh tani
yang diatur dalam Pasal 13 ayat (4) UUPA.
Pasal 10 ayat (1) UUPA ini pada pelaksanaannya
ada pengecualiannya yang diatur dalam peraturan perundangan (Pasal 10 ayat (3)
UUPA dan Penjelasan pasal 10 ayat (3) UUPA).
c. Pasal 15 UUPA
Kewajiban
bagi setiap orang, badan hukum, atau instansi yang berhubungan dengan tanah
tersebut untuk memelihara tanah termasuk menambah kesuburan tanah dan mencegah
kerusakannya dengan memperhatikan pihak yang ekonominya lemah.
d. Pasal 17 UUPA
Ketentuan
Pasal 17 UUPA merupakan pelaksanaan dari Pasal 7 UUPA, Pasal 17 UUPA antara
lain mengatur mengenai :
1) Pasal 17 ayat (1) mengatur masalah
pemilikan dan penguasaan maksimum dan minimum luas tanah yang dapat dimiliki
oleh satu keluarga atau badan hukum.
2) Pasal 17 ayat (3) mengatur masalah
pemberian ganti rugi atas tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah yang berasal
dari tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum pemilikan dan
penguasaan tanah.
e. Pasal 19 UUPA
Ketentuan untuk melakukan pendaftaran tanah oleh Pemerintah demi
menjamin kepastian hukum di seluruh wilayah Republik Indonesia (Pasal 19 ayat
(1) UUPA). Pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (2) UUPA meliputi :
1) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut.
3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Ketentuan
mengenai biaya-biaya yang berkaitan dengan pendaftaran tanah diatur dalam
Peraturan Pemerintah dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan
dari pembayaran biaya-biaya tersebut (Pasal 19 ayat (4) UUPA).
f. Pasal 20-27 UUPA
Ketentuan
ini mengatur mengenai pengertian hak milik, orang-orang yang dapat memiliki hak
milik, terjadinya hak milik, hapusnya dan pembebanan hak milik.
Selain UUPA
(LN 1960-104) dan penjelasannya (TLN 2043) ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah pemilikan dan penguasaan tanah
pertanian dan peralihan hak milik atas tanah pertanian antara lain :
- Undang-undang
Nomor 56/Prp/1960 (LN1960-174) dan penjelasannya (TLN 2117)
Ketentuan
di dalam peraturan perundang-undangan ini mengatur masalah penetapan luas tanah
pertanian yang isinya antara lain :
a. Penetapan luas maksimum pemilikan dan
penguasaan tanah pertanian yang memakai dasar keluarga (Pasal 1 ayat (1)).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan
luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian (Pasal 1 ayat (2)).
c. Penetapan luas maksimum pemilikan dan
penguasaan tanah pertanian tidak berlaku terhadap tanah pertanian tertentu
(Pasal 1 ayat (4)).
d. Ketentuan penetapan luas maksimum
pemilikan dan penguasaan tanah pertanian jika jumlah anggota keluarga lebih
dari 7 orang (Pasal 2 ayat (1) dan (2)).
e. Kewajiban untuk melapor apabila memiliki
tanah pertanian melebihi batas maksimum pemilikan dan penguasaan luas maksimum
tanah pertanian (Pasal 3).
f. Larangan untuk memindahkan tanah pertanian
yang jumlahnya melebihi luas maksimum baik sebagian atau seluruhnya tanpa izin
(Pasal 4).
g. Penyelesaian mengenai tanah kelebihan dari
luas maksimum diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan keinginan
pihak yang bersangkutan (Pasal 5).
h. Kewajiban bagi seseorang yang memiliki
tanah pertanian melebihi luas maksimum untuk melepaskan tanahnya paling lambat
1 tahun sejak diperolehnya tanah tersebut (Pasal 6).
i.
Usaha
Pemerintah agar setiap petani sekeluarga memiliki tanah pertanian minimum 2
hektar (Pasal 8).
j.
Larangan
pemindahan hak atas tanah tanah pertanian jika pemindahan hak tersebut
mengakibatkan timbulnya pemilikan tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2
hektar. Larangan tersebut tidak berlaku jika pemilik tanah pertanian yang
memiliki tanah kurang 2 hektar tersebut menjual tanahnya sekaligus (Pasal 9
ayat (1)).
k. Kewajiban untuk menunjuk salah seorang
diantaranya atau memindahkannya kepada orang lain dalam waktu 1 tahun jika
tanah pertanian dimiliki oleh 2 orang atau lebih yang luas tanahnya kurang dari
2 hektar (Pasal 9 ayat (2)).
2. PP No. 24/1997 (LN 1997-50) dan
penjelasannya (TLN 3696).
Peraturan
Pemerintah tersebut mengatur masalah pendaftaran tanah. PP No. 10/1961 diganti
dengan PP No. 24/1997 karena PP No. 10/1961 dianggap belum cukup memberikan
hasil yang memuaskan. Oleh karena itu untuk meningkatkan dukungan yang lebih
baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di bidang
pertanahan maka dipandang perlu adanya penyempurnaan pada ketentuan yang
mengatur pendaftaran tanah.
Ketentuan
Peralihan Pasal 64 ayat (1) PP No. 24/1997 menyatakan bahwa semua peraturan
Perundang-undangan sebagai pelaksanaan PP No. 10/1961 yang telah ada masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan
PP No. 24/1997.
Ketentuan
Peralihan Pasal 64 ayat (2) PP No. 24/1997 mengatur bahwa hak-hak yang didaftar
serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan
ketentuan PP No. 10/1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut PP
No. 24/1997. Ketentuan Peralihan Pasal 64 memungkinkan pendaftaran tetap
dilaksanakan tanpa ditunda menunggu tersedianya secara lengkap
peraturan-peraturan pelaksanaannya yang baru[1].
Setiap
peralihan hak atas tanah seperti jual beli hak milik atas tanah pertanian harus
didaftarkan peralihannya ke Kantor Pertanahan. Hal ini penting agar data yang
disimpan di Kantor Pertanahan baik data fisik maupun data yuridis selalu sesuai
dengan keadaan nyata di lapangan. Ketentuan pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997
mendapat pengaturan secara lengkap dan rinci dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN
No. 3/1997.
3. PP No. 37/1998 (LN 1998-52) dan penjelasannya
(TLN 3746).
Peraturan
Pemerintah tersebut mengatur tentang peraturan jabatan PPAT. Peraturan mengenai
PPAT dibuat karena PPAT mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya.
PPAT sangat
penting di dalam pendaftaran tanah karena setiap peralihan dan pembebanan hak
atas tanah hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta PPAT. PPAT selain
berfungsi di dalam pelayanan masyarakat di bidang pertanahan dengan membuatkan
akta, PPAT juga berfungsi di dalam peningkatan sumber penerimaan negara.
Peranan PPAT didalam peningkatan sumber penerimaan negara adalah memeriksa
telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak
atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebelum membuat akta.
PP No.
37/1998 dilaksanakan berdasarkan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 4/1999 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37/1998 jo Surat Meneg Agraria/Kepala BPN 1 April
1999 No. 640-1198 tentang Penjelasan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 4/1999.
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 (LN
2000-130) dan penjelasannya (TLN 3988).
Undang-undang
tersebut mengatur perubahan atas Undang-undang No. 21/1997 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Diberlakukannya Undang-undang tersebut
menyebabkan setiap peralihan hak atas tanah pertanian karena jual beli
dikenakan pajak baik terhadap penjual maupun pembeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar