Beberapa studi telah meneliti
kedua baik pada aspek verbal resolusi konflik (yaitu apa yang anak katakan) dan
faktual (yaitu apa yang anak lakukan) (Plant & Ladd, 1988) serta penelitian
yang memberikan gambaran mengenai konsistensi bagaimana anak menjalankan model
resolusi konflik berharga untuk menentukan bagaimana anak-anak terus-menerus
menyelesaikan konflik (Zahn-Waxler, Friedman, Cole, Mizuta, dan Hiruma, 1996).
Menurut Phutallaz dan Sheppard
(1992) perbedaan-perbedaan aspek bentuk resolusi konflik tersebut tercermin dalam
perilaku konflik anak. Anak perempuan cenderung untuk mempertahankan interaksi
yang harmonis, sedangkan anak laki-laki tampak lebih menaruh perhatian terhadap
kekuasaan dan status selama berinteraksi dengan anak yang lain. Bila konflik
terjadi di antara laki-laki, mereka cenderung menggunakan ancaman dan
kekerasan, sedangkan anak perempuan cenderung menggunakan strategi yang melunakkan
konflik. Demikian pula menurut Collins dan Laursen (1992) pada, anak perempuan
lebih terampil dalam mencapai resolusi yang diambil disbanding anak laki-laki
dalam usaha menghadapi konflik yang dialaminya. Anak laki-laki lebih banyak
menggunakan aksi fisik dibanding anak perempuan. Tetapi penggunaan pola ini
akan berubah sejalan dengan bertambahnya usia menjadi penggunaan pola-pola yang
lebih efektif.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata konflik anak berlangsung selama 31 detik dengan frekuensi
sebanyak 5 sampai 8 per jam (Shantz, 1987). Konflik tingkat rendah umumnya
berlangsung lebih lama (30 detik hingga satu menit) dan melibatkan lebih banyak
energi dan tidak terdapat negoisasi. Konflik semacam ini muncul misalkan pada
isu-isu sederhana seperti berbagi permainan. Sedangkan pada konflik lebih
tinggi dapat terjadi selama beberapa menit dan menyebabkan anak lebih banyak
mengeluarkan energi (Boulter, Von Bergen, Miller and Wells, 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar