Setiap manusia terlahir dengan kemampuan tertentu dan dalam berbagai
macam bentuk, salah satunya adalah kemampuan yang tidak tampak secara nyata
ketika tidak diperlukan atau tidak rangsang. Kemampuan ini disebut dengan
potensi, potensi ini memiliki berbagai macam fungsi salah satunya adalah sebagai
upaya pertahanan diri dan menjaga kelangsungan hidup seseorang. Resiliensi
merupakan salah satu dari bagian potensi individu yang berfungsi sebagai upaya
untuk mempertahankan diri. Resiliensi merupakan suatu suatu proses dinamis
dimana individu menunjukkan fungsi adaptif dalam menghadapi permasalahan
yang signifikan (Schoon, 2006). Resiliensi akan berkembang menjadi sebuah
kemampuan ketika individu berada dalam keadaan tertekan, misalnya trauma
pasca bencana, drop out dari bangku perkuliahan. Muncul dan berkembangnya
resiliensi juga disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal,
salah satunya adalah kepribadian yang dimiliki individu (Mancini & Bonano,
2006).
Kepribadian merupakan penanda atau identitas yang dimiliki oleh setiap
individu. Kepribadian merupakan salah satu bagian diri individu yang menjadikan
individu tersebut khas dan berbeda dengan individu lainnya. Kepribadian
merupakan sebuah sistem yang dihasilkan dari proses interaksi berbagai faktor
baik internal maupun eksternal. Pengalaman, norma, budaya, kondisi lingkungan, kesempatan, cara berpikir, cara bersikap, perasaaan – perasaan serta kondisi fisik
maupun psikis individu merupakan faktor – faktor yang saling berinteraksi dan
membentuk sistem tersebut.
Kepribadian merupakan ciri yang unik dalam setiap individu, sehingga ada
berbagai macam kepribadian yang diklasifikasikan kedalam berbagai tipe
berdasarkan kategori tertentu. Salah satu dari sekian banyak tipe kepribadian
adalah kepribadian ekstravert atau tipe A dan kepribadian introvert atau tipe B
(Alwisol, 2011). Setiap kepribadian memiliki ciri kepribadian tertentu yang
digunakan untuk menggambarkan siapa dirinya dan bagaimana dia bersikap.
Selain dari perilaku sehari – hari, ciri kepribadian ini akan terlihat perbedaanya
ketika menghadapi situasi atau permasalahan tertentu.
Chen (2002), mengatakan bahwa individu dengan kepribadian ekstravert
cenderung menggunakan cara penyelesaian masalah yang bersifat maladaptif, hal
ini mungkin disebabkan oleh karakteristik kepribadian ekstravert yang cenderung
meledak – ledak dibandingkan individu dengan kepribadian introvert yang lebih
tenang dan terkontrol.
Selain itu Eysenck juga mengatakan bahwa individu
ekstravert cenderung agresif dan tidak berhati hati, sedangkan individu introvert
lebih tenang dan memikirkan semuanya dengan hati - hati ketika mnghadapi
permasalahan (Alwisol, 2011).
47
Selain faktor psikis, faktor fisiologis juga menentukan bagaimana cara
individu memberikan respon terhadap stimulus. Seperti yang dikatakan Eysenck
bahwa individu ekstravert memiliki CAL (Cortical Arousal Level) sangat rendah
artinya tidak peka dan lemah sehingga membutuhkan banyak rangsangan
dibandingkan individu introvert yang CALnya tinggi. Werner (Friborg, 2005)
mengatakan bahwa individu yang resilien memiliki orientasi sosial yang tinggi,
sehingga mereka mampu membangun kesan yang positif terhadap dirinya sendiri
melalui interaksi sosial yang dilakukannya. Oleh karena itu, tipe kepribadian
memiliki kaitan yang erat dengan resiliensi dalam tugas fungsinya sebagai faktor
pendukung pemenuhan syarat kemampuan untuk menjadi resilien pada individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar