Terapi kelompok merupakan sebuah tritmen yang dilakukan dengan
cara menyertakan beberapa orang dalam sebuah kelompok kecil yang
didampingi oleh satu terapis atau lebih yang terlatih dalam proses terapi
kelompok (Brabender, Fallon & Smolar, 2004). Disain terapi ini dapat
meningkatkan kemampuan secara psikologis dan memperbaiki masalah–
masalah psikologis dengan cara pendekatan kognitif dan afektif yang
dieksplorasi dari interaksi antar peserta kelompok dan terapis (Brabender,
Fallon & Smolar, 2004).
Burlingame dan Davies (dalam Wheelan, 2005) mengatakan bahwa
kelompok ini tanpa pemimpin formal atau dipimpin oleh profesional dan
merupakan gabungan atau improvisasi dari keduanya bisa menjadi lebih baik.
Terapis memfasilitasi pelaksanaan terapi secara keseluruhan dan kesatuan,
aktif memberikan dorongan semangat antar peserta. Terapis tidak hanya
memberikan semangaat dan memberikan nasihat, tetapi juga
mengonfrontasikan antar peserta satu sama lain dalam bentuk pertanyaan
24
mengenai cara coping yang maladaptif saat menghadapi permasalahan
mereka.
Yalom & Leszcz (2005) berpendapat bahwa kekuatan terapi kelompok
berasal pada umpan balik yang diberikan semua peserta satu sama lain.
Umpan balik ini terdiri dari mengekspresikan perasaan terhadap yang
dikatakan dan dilakukan oleh anggota kelompok lainnya. Proses ini terjadi
dalam suatu kondisi yang aman yaitu anggota kelompok berusaha
mempertahankan rasa saling percaya yang memungkinkan mereka bicara
secara jujur dan pribadi. Peserta yang yang bergabung dalam kelompok ini
memiliki keinginan untuk mengurangi perasaan terisolasi dan untuk
mempelajari keterampilan coping. Peserta terapi kelompok dalam berbagai
pendekatan adalah minimal 3 sampai 10 orang.
Salah satu jenis terapi kelompok adalah terapi kelompok suportif. Terapi
kelompok suportif adalah terapi yang diorganisasikan untuk membantu
anggotanya bertukar pengalaman mengenai masalah tertentu agar dapat
meningkatkan coping (Videback, 2008). Kelompok suportif harus
memberikan suasana aman bagi anggota kelompok untuk mengekspresikan
perasaan frustrasi dan tertekan, serta mendiskusikan masalah yang dihadapi
dan kemungkinan solusinya. Aturan dalam terapi kelompok suportif juga
berbeda dengan psikoterapi lainnya, yaitu peserta dianjurkan untuk kontak
dengan peserta lainnya dan saling bersosialisasi. Kepercayaan menjadi aturan
kelompok dan diputuskan oleh peserta kelompok (Townsend, 2009).
Brabender, Fallon dan Smolar (2004) menjelaskan terapi kelompok
suportif adalah pertemuan rutin oleh beberapa orang dengan permasalahan
yang sama dengan dipimpin oleh seorang profesional. Masalah yang dimiliki
peserta biasanya adalah mengenai duka lara atau perasaan terstigma buruk
oleh masyarakat. Suportif pada terapi kelompok ini memiliki makna yang
mendalam dan mempengaruhi model intervensi secara keseluruhan. Orientasi
teoritis terapis adalah mendukung perkembangan anggota, atmosfer kelompok
saling mendukung, dan pendekatan yang digunakan bukan analitis
dekonstruktif seperti terapi lainnya. Hal ini tentu saja masih bersifat relatif
karena masih dimungkinkan intervensi yang mendalam sesuai kebutuhan
peserta.
Terapi kelompok suportif sangat sesuai diterapkan pada klien usia
remaja. Kebanyakan remaja menghabiskan sebagian besar waktunya dalam
kelompok, terutama pada teman-teman sebaya mereka. Remaja cenderung
lebih merasa nyaman dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan
orang dewasa (Aronson & Kahn, 2004). Terapi kelompok suportif sangat
berguna untuk remaja dengan masalah emosional yang dipendam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar