Ada beraneka ragam masyarakat yang kita jumpai dalam kehidupan
bermasyarakat diantaranya ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang
berada pada tingkat pendidikan yang tinggi ada pula yang belum bisa
mengenyam dunia pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat dimanapun berada pasti menunjukkan adanya strata sosial
karena terdapat perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial,
kekuasaan dan sebagainya.
Sistem pelapisan masyarakat ini biasa dikenal dengan stratifikasi
sosial. stratifikasi sosial menurut Pitirim A Sorokin yaitu perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarkis) (Wahyu, 1986:98). Sementara Max Weber mendefinisikan
stratifikasi sosial merupakan penggolongan orang-orang yang masuk dalam
suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan hierarki menurut dimensi
kekuasaan, previlese, dan prestise (Abubakar, 2010:373) cuber mengartikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari
hak-hak yang berbeda.
Sejumlah ilmuan sosial membedakan antara tiga lapisan atau lebih.
Warner membagi tingkat status sosial ekonomi orang tua dalam 6 kelas, yaitu
kelas atas atas (upper-upper), atas bawah (lower upper), menengah atas
(upper middle), menengah bawah (lower middle), bawah atas (upper lower),
dan bawah bawah (lower lower) (Sunarto, 2004:88).
Secara garis besar perbedaan yang ada dalam masyarakat berdasarkan
materi yang dimiliki seseorang yang disebut sebagai kelas sosial (social
class). M. Arifin Noor membagi kelas sosial dalam tiga golongan, yaitu:
a. Kelas atas (upper class)
Upper class berasal dari golongan kaya raya seperti golongan
konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya. Pada kelas ini segala
kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan mudah, sehingga pendidikan
anak memperoleh prioritas utama, karena anak yang hidup pada kelas ini
memiliki sarana dan prasarana yang memadai dalam belajarnya dan
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tambahan sangat
besar. Kondisi demikian tentu akan membangkitkan semangat anak untuk
belajar karena fasilitas mereka dapat dipenuhi oleh orang tua mereka.
b. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah biasanya diidentikkan oleh kaum profesional dan
para pemilik toko dan bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh
orang-orang yang kebanyakan berada pada tingkat yang sedang-sedang
saja.
Kedudukan orang tua dalam masyarakat terpandang, perhatian
mereka terhadap pendidikan anak-anak terpenuhi dan mereka tidak merasa
khawatir akan kekurangan pada kelas ini, walaupun penghasilan yang
mereka peroleh tidaklah berlebihan tetapi mereka mempunyai sarana
belajar yang cukup dan waktu yang banyak untuk belajar.
c. Kelas bawah (lower class)
Menurut Mulyanto Sumardi kelas bawah adalah golongan yang
memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja
mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan
pokoknya (Sumardi, 1982:80-81). Mereka yang termasuk dalam kategori
ini adalah sebagai orang miskin dan kehilangan amnisi dalam merengkuh
keberhasilan yang lebih tinggi. Golongan ini antara lain pembantu rumah
tangga, pengangkut sampah dan lain-lain. Penghargaan mereka terhadap
kehidupan dan pendidikan anak sangat kecil dan sering kali diabaikan,
karena ini sangat membebankan mereka. Perhatian mereka terhadap
keluarga pun tidak ada, karena mereka tidak mempunyai waktu luang
untuk berkumpul dan berhubungan antar anggota keluarga kurang akrab.
Disini keinginan-keinginan yang dimiliki upper class itu kurang terpenuhi
karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.
Konsep tentang stratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang
dalam menentukan golongan sosial tersebut. Golongan sosial timbul karena
adanya perbadaan status di kalangan masyarakat. Untuk menentukan
stratifikasi sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:
1. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif
antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan dan jenis
pekerjaan.
2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan
menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki
kedudukan dalam masyarakat itu.
3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs.
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana
masing-masing anggota masyarakat menempatkan dirinya dalam
stratifikasi masyarakat tersebut. Kesulitan penggolongan itu sering tidak
sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata
tentang golongan sosial masing-masing.
Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat dapat
dilihat dengan kekayaan ilmu pengetahuan. Kriteria sosial ekonomi dapat
dibedakan dari jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan,
agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam
kegiatan organisasi. Status seseorang tercermin pula dari tipe dan letak tempat
tinggalnya seperti perbedaan ukuran rumah dan tanah, desain rumah, dan
perlengakapan rumah. Tidak hanya itu, setiap kegiatan dapat memunculkan
simbol status sosial ekonomi individu tersebut, baik dalam kegiatan rekreasi
sekalipun.
Selain itu Gunawan (2000) mengemukakan mengenai ciri-ciri umum
keluarga dengan status sosial ekonomi atas dan bawah yaitu:
a. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi atas:
1. Tinggal di rumah-rumah mewah dengan pagar yang tinggi dan
berbagai model yang modern dengan status hak milik.
2. Tanggungan keluarga kurang dari lima orang atau pencari nafkah
masih produktif yang berusia dibawah 60 tahun dan tidak sakit.
3. Kepala rumah tangga bekerja dan biasanya menduduki tingkat
professional ke atas.
4. Memiliki modal usaha.
b. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi bawah:
1. Tinggal di rumah kontrakan atau rumah sendiri namun kondisinya
masih amat sederhana seperti terbuat dari kayu atau bahan lain dan
bukan dari batu.
2. Tanggungan keluarga lebih dari lima orang atau pencari nafkah sudah
tidak produktif lagi, yaitu berusia 60 tahun dan sakit-sakitan.
3. Kepala rumah tangga menganggur dan hidup dari bantuan sanak
saudara dan bekerja sebagai buruh atau pekerja rendahan seperti
pembantu rumah tangga, tukang sampah dan lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi dapat dilihat
dari tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan kekayaan yang dimiliki
individu yang bersangkutan
bermasyarakat diantaranya ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang
berada pada tingkat pendidikan yang tinggi ada pula yang belum bisa
mengenyam dunia pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat dimanapun berada pasti menunjukkan adanya strata sosial
karena terdapat perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial,
kekuasaan dan sebagainya.
Sistem pelapisan masyarakat ini biasa dikenal dengan stratifikasi
sosial. stratifikasi sosial menurut Pitirim A Sorokin yaitu perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarkis) (Wahyu, 1986:98). Sementara Max Weber mendefinisikan
stratifikasi sosial merupakan penggolongan orang-orang yang masuk dalam
suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan hierarki menurut dimensi
kekuasaan, previlese, dan prestise (Abubakar, 2010:373) cuber mengartikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari
hak-hak yang berbeda.
Sejumlah ilmuan sosial membedakan antara tiga lapisan atau lebih.
Warner membagi tingkat status sosial ekonomi orang tua dalam 6 kelas, yaitu
kelas atas atas (upper-upper), atas bawah (lower upper), menengah atas
(upper middle), menengah bawah (lower middle), bawah atas (upper lower),
dan bawah bawah (lower lower) (Sunarto, 2004:88).
Secara garis besar perbedaan yang ada dalam masyarakat berdasarkan
materi yang dimiliki seseorang yang disebut sebagai kelas sosial (social
class). M. Arifin Noor membagi kelas sosial dalam tiga golongan, yaitu:
a. Kelas atas (upper class)
Upper class berasal dari golongan kaya raya seperti golongan
konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya. Pada kelas ini segala
kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan mudah, sehingga pendidikan
anak memperoleh prioritas utama, karena anak yang hidup pada kelas ini
memiliki sarana dan prasarana yang memadai dalam belajarnya dan
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tambahan sangat
besar. Kondisi demikian tentu akan membangkitkan semangat anak untuk
belajar karena fasilitas mereka dapat dipenuhi oleh orang tua mereka.
b. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah biasanya diidentikkan oleh kaum profesional dan
para pemilik toko dan bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh
orang-orang yang kebanyakan berada pada tingkat yang sedang-sedang
saja.
Kedudukan orang tua dalam masyarakat terpandang, perhatian
mereka terhadap pendidikan anak-anak terpenuhi dan mereka tidak merasa
khawatir akan kekurangan pada kelas ini, walaupun penghasilan yang
mereka peroleh tidaklah berlebihan tetapi mereka mempunyai sarana
belajar yang cukup dan waktu yang banyak untuk belajar.
c. Kelas bawah (lower class)
Menurut Mulyanto Sumardi kelas bawah adalah golongan yang
memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja
mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan
pokoknya (Sumardi, 1982:80-81). Mereka yang termasuk dalam kategori
ini adalah sebagai orang miskin dan kehilangan amnisi dalam merengkuh
keberhasilan yang lebih tinggi. Golongan ini antara lain pembantu rumah
tangga, pengangkut sampah dan lain-lain. Penghargaan mereka terhadap
kehidupan dan pendidikan anak sangat kecil dan sering kali diabaikan,
karena ini sangat membebankan mereka. Perhatian mereka terhadap
keluarga pun tidak ada, karena mereka tidak mempunyai waktu luang
untuk berkumpul dan berhubungan antar anggota keluarga kurang akrab.
Disini keinginan-keinginan yang dimiliki upper class itu kurang terpenuhi
karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.
Konsep tentang stratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang
dalam menentukan golongan sosial tersebut. Golongan sosial timbul karena
adanya perbadaan status di kalangan masyarakat. Untuk menentukan
stratifikasi sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:
1. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif
antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan dan jenis
pekerjaan.
2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan
menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki
kedudukan dalam masyarakat itu.
3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs.
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana
masing-masing anggota masyarakat menempatkan dirinya dalam
stratifikasi masyarakat tersebut. Kesulitan penggolongan itu sering tidak
sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata
tentang golongan sosial masing-masing.
Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat dapat
dilihat dengan kekayaan ilmu pengetahuan. Kriteria sosial ekonomi dapat
dibedakan dari jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan,
agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam
kegiatan organisasi. Status seseorang tercermin pula dari tipe dan letak tempat
tinggalnya seperti perbedaan ukuran rumah dan tanah, desain rumah, dan
perlengakapan rumah. Tidak hanya itu, setiap kegiatan dapat memunculkan
simbol status sosial ekonomi individu tersebut, baik dalam kegiatan rekreasi
sekalipun.
Selain itu Gunawan (2000) mengemukakan mengenai ciri-ciri umum
keluarga dengan status sosial ekonomi atas dan bawah yaitu:
a. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi atas:
1. Tinggal di rumah-rumah mewah dengan pagar yang tinggi dan
berbagai model yang modern dengan status hak milik.
2. Tanggungan keluarga kurang dari lima orang atau pencari nafkah
masih produktif yang berusia dibawah 60 tahun dan tidak sakit.
3. Kepala rumah tangga bekerja dan biasanya menduduki tingkat
professional ke atas.
4. Memiliki modal usaha.
b. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi bawah:
1. Tinggal di rumah kontrakan atau rumah sendiri namun kondisinya
masih amat sederhana seperti terbuat dari kayu atau bahan lain dan
bukan dari batu.
2. Tanggungan keluarga lebih dari lima orang atau pencari nafkah sudah
tidak produktif lagi, yaitu berusia 60 tahun dan sakit-sakitan.
3. Kepala rumah tangga menganggur dan hidup dari bantuan sanak
saudara dan bekerja sebagai buruh atau pekerja rendahan seperti
pembantu rumah tangga, tukang sampah dan lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi dapat dilihat
dari tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan kekayaan yang dimiliki
individu yang bersangkutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar