Pada tahun 1958, perusahaan bahan-bahan kimia Du Pon Company
(USA) memecahkan kesulitan-kesulitan dalam proses fabrikasi dengan
menemukan metode Critical Path Methode (CPM). Dalam penentuan
waktu, CPM dapat memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan setiap kegiatan dan dapat menentukan prioritas kegiatan
yang harus mendapat perhatian pengawasan yang cermat agar kegiatan
dapat selesai sesuai rencana. Metode CPM lebih terkenal dengan istilah
18
lintasan kritis. Metode tersebut memungkinkan terbentuknya suatu jalur
atau lintasan yang memerlukan perhatian khusus (kritis). Tujuan lintasan
kritis adalah untuk mengetahui dengan cepat kegiatan-kegiatan yang
tingkat kepekaannya tinggi terhadap keterlambatan pelaksanaan sehingga
setiap saat dapat ditentukan tingkat prioritas kebijaksanaan penyelenggara
proyek apabila kegiatan tersebut terlambat.
Metode ini sangat bermanfaat dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengawasan pembangunan suatu proyek. Banyak masalah yang dapat
diatasi dengan penggunaan metode lintasan kritis, sehingga sistem ini
merupakan metode yang paling banyak dipergunakan diantara semua
sistem yang memakai prinsip pembentukan jaringan.
Dengan teknik CPM penyusunan jaringan kerja diidentifikasikan
ke arah kegiatan serta menggunakan “simple time estimates” sebagai
waktu pelaksanaan. Para pemakai teknik CPM dianggap mempunyai dasar
yang kuat sebagai landasan untuk melaksanakan setiap kegiatan. Di
samping itu di dalam proses perencanaan dan pengawasan dengan sistem
ini turut diperhitungkan dan dimasukkan konsep biaya yang lebih
mendetail sehingga memungkinkan pelaksanaan pembangunan proyek
lebih singkat dan ekonomis. (Nurhayati, 2010)
Manfaat dari penerapan CPM pada perencanaan adalah sebagai
berikut :
• Dalam merencanakan dan menganalisa suatu kegiatan proyek dengan
metode CPM, perencana proyek harus memiliki pengetahuan yang luas
sehingga dapat mengantisipasi kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Dalam penyelesaian jalur kritis dan yang bukan kritis ditunjukkan
dengan jelas dengan diagram CPM, sehingga dapat mengatur
pelaksanaan kegiatan.
• Adanya komunikasi antara pelaksana konstruksi dengan lebih jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar