Potensi lahan rawa baik lahan pasang surut maupun lahan lebak yang cocok untuk usaha pertanian masih cukup luas. Sampai saat ini pemanfaatan lahan rawa sebagai usaha pertanian masih terbatas, sehingga peluang untuk meningkatkan peran lahan ini ke depan masih cukup besar sebagai sumber pertumbuhan pertanian. Namun diperlukan kehati-hatian dalam pengelolaannya, karena sifat fisiko-kimia tanahnya yang khas. (Wayan Sudana, 2005)
Pemilihan komoditas perlu memperhatikan tipologi lahan dan tipe luapan (Widjaja –Adhi 1992;1995). Aspek utama yang diperhatikan dalam pemilihan komoditas adalah: 1) kesesuaian agroteknis, 2) kelayakan atau potensi ekonomis, 3) ramah lingkungan dan berkelanjutan, dan 4) pemasaran hasil (Ismail et al. 1993;Abduracman dan Ananto 2000; Suwarno et al. 2000)
Padi merupakan komoditas utama yang dikembangkan di lahan rawa, karena tanaman ini relative mudah dibudidayakan di lingkungan rawa terutama pada lahan tipe luapan air A dan B. Di samping itu,harganya pun lebih stabil dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya (Ismail et al.1993).
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengembangan lahan rawa, harus mengacu kepada tipologi lahan dan tipe luapan air. Setiap tipologi lahan menghendaki cara pengelolaan yang berbeda. Pada lahan pasang surut dengan tipologi sulfat masam, dimana lapisan piritnya relatif dangkal kurang dari 50 cm, pengolahan tanahnya harus minimum atau dangkal agar lapisan pirit tidak teroksidasi, yang mengakibatkan tanah menjadi masam. Sebaliknya, pada tipologi lahan potensial dengan kedalaman lapisan pirit lebih dari 50 cm, pengolahan tanah bisa lebih dalam untuk memperluas areal perakaran tanaman, tetapi tidak sampai ke lapisan pirit. (Wayan Sudana,2005)
Berdasarkan tipe luapan, untuk tipe luapan A bisa diusahakan dengan pola tanam dua kali padi dalam setahun, sedangkan pada tipe luapan B pengelolaannya dengan sistem surjan. Sistem surjan adalah membagi bidang olah menjadi dua bagian, bagian bawah disebut tabukan sehingga dapat diusahakan dua kali padi dalam setahun dan bagian atas disebut guludan dapat ditanami palawija, atau sayuran dataran rendah yang diintegrasikan dengan tanaman tahunan. Sedangkan untuk tipe luapan C bisa ditanami dua kali padi gogo atau palawija maupun sayuran dataran rendah dengan sistem tegalan. Tipe luapan D bisa ditanami palawija, atau sayuran dataran rendah yang diintegrasikan dengan tanaman keras seperti kelapa atau lada. (Wayan Sudana,2005)
Mengingat paket pengembangan lahan rawa sangat tergantung pada tipologi lahan dan tipe luapan air, maka kajian seharusnya dilakukan pada satu hamparan yang mencakup satu tata air makro, misalnya satu hamparan jaringan saluran sekunder atau tersier. Pada hamparan ini komponen teknologi yang telah dihasilkan lewat penelitian dapat dikaji secara holistik dengan integrasi berbagai komoditas yang memungkinkan secara biofisik dan sosial ekonomi, untuk mendapatkan paket teknologi pengembangan spesifik lokasi berdasarkan tipologi lahan dan tipe luapan air. (Wayan Sudana,2005)
Berdasarkan pengalaman pengembangan lahan rawa melalui SUP ( sistem usaha pertanian) di Sumatera Selatan Tahun 1995, kunci keberhasilan pengembangan lahan ini terletak pada: pertama, pemilihan kelompok tani yang kooperatif dan visioner; kedua, penyediaan saprodi tepat waktu, jumlah dan kualitas, termasuk di dalamnya modal, tenaga (manusia atau alsintan), bibit, pupuk, herbisida dan pestisida; dan ketiga, dukungan pemasaran hasil produksi khususnya menjamin kesetabilan harga di tingkat petani (farm gate price).(Wayan Sudana,2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar