Manajemen laba dapat dilakukan oleh manajemen pada saat perusahaan tersebut masih bertumbuh, bahkan dilakukan juga pada saat laba perusahaan jatuh mendekati poin nol (Hayn 1995). Pada saat perusahaan bertumbuh
(growth), perusahaan mulai menghasilkan laba. Perusahaan mulai melakukan diversifikasi dalam lini produk yang berhubungan erat. Biasanya perusahaan yang berada pada tahap bertumbuh, struktur pengelolaannya masih
lemah. Menurut Dechow dan Skinner (2000), perusahaan yang struktur pengelolaannya lemah dan memiliki akrual yang besar sehingga ada perbedaan yang besar antara laba dan arus kas merupakan ciri-ciri perusahaan yang melakukan manajemen laba. Perusahaan
dengan struktur pengelolaan yang rendah yang memiliki komite audit yang didominasi oleh pihak insider, CEO (chief executive officer)- nya adalah pendiri perusahaan, dan CEO-nya adalah ketua dewan, biasanya memiliki insentif
untuk melakukan manipulasi yaitu berupa manajemen laba (Dechow et al. 1996; Beasley 1996). Perusahaan yang memiliki akrual yang besar dan positif adalah perusahaan yang memiliki kecenderungan laba yang menurun selama tiga tahun ke depan karena terdapat pembalikan akrual akuntansi (reversals of
accounting accruals), memiliki akrual terbesar yang dapat melengkapi akrual saat ini, dan harga saham dari perusahaan tersebut menurun
selama tiga tahun ke depan dan penurunan harga saham ini terkait dengan penurunan labayang dapat diprediksi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sloan (1996). Menurut Degeorge et al. (1999), beberapa
perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindar dari pelaporan laba yang negatif, penurunan laba, atau kegagalan untuk
memenuhi ekspektasi pasar. Penurunan laba merupakan ciri dari perusahaan yang berada pada tahap mature. Perusahaan yang berada pada tahap
stagnant memiliki kondisi yang stabil, tingkat pertumbuhan penjualan rendah, dan perusahaan tidak melakukan pengeluaran modal besar-besaran. Laba yang diperoleh perusahaan tidak lagi banyak ditahan untuk
pengembangan perusahaan. Menurut Duggan (2000), perusahaan yang berada pada tahap stagnant adalah perusahaan yang berada pada
tahap setelah initial public offering (post IPO) sedangkan tahap offering merupakan tahap mature dari suatu perusahaan. Berkaitan dengan
IPO, menurut Teoh et al. (1998), pada saat setelah IPO, manajemen laba (digambarkan oleh discretionary accrual) menurun dan lebih
kecil dibandingkan pada saat offering. Tanggal IPO dapat digunakan sebagai
variabel untuk menentukan life cycle perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian Yan (2006) yang menggunakan variabel tanggal IPO dan penjualan untuk membagi life cycle ke dalam lima tahap, yaitu birth, growth, maturity, revival, dan decline. Jadi, penelitian Yan (2006) mendukung Duggan (2000) yang juga menggunakan IPO sebagai variabel untuk menentukan tahap life
cycle suatu perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar