Berdasarkan salinitas air, rawa pasang surut dibedakan menjadi dua yaitu pasang surut air salin/ asin dan pasang surut air tawar.(Sri Najiyati dkk,2005).
Pasang surut air salin/asin atau payau berada pada posisi Zona I ( lihat Gambar 1). Diwilayah ini , genangan selalu dipengaruhi gerakan arus pasang surutnya air laut sehingga pengaruh salinitas air laut sangat kuat, Akibatnya, air di wilayah tersebut cenderung asin dan payau, baik pada pasang besar maupun pasang kecil, selama musim hujan dan musim kemarau. Lahan rawa yang salinitas air (kadar garamnya ) antara 0,8-1,5 % dan mendapat intrusi air laut lebih dari 3 bulan dalam setahun (Ismail dkk,1993) disebut sebagai lahan salin atau lahan pasang surut asin. Lahan seperti itu biasanya didominasi oleh tumbuhan bakau. Apabila kadar garamnya hanya tinggi pada musim kemarau selama kurang dari 2 bulan, disebut sebagai lahan rawa peralihan. Tidak banyak jenis tanaman yang dapat hidup di lahan salin karena sering mengalami keracunan. Lahan seperti ini direkomendasikan untuk hutan bakau/mangrove,budidaya tanaman kelapa,dan tambak. (Sri Najiyati dkk,2005)
Pasang surut air tawar berada apa Zona II (lihat Gambar 1). Di wilayah ini, kekuatan arus air pasang dari laut sedikit lebih besar atau sama dengan kekuatan arus/dorongan air dari hulu sungai. Oleh karena energi arus pasang dari laut masih sedikit lebih besar dari pada sungai,lahan rawa zona ini masih dipengaruhi pasang surut harian,namun air asin/payau tidak lagi berpengaruh. Makin jauh ke pedalaman, kekuatan arus pasang makin melemah. Kedalaman luapan air pasang juga makin berkurang, dan akhirnya air pasang tidak menyebabkan terjadinya genangan lagi. Tanda adanya pasang surut terlihat pada gerakan naik turunnya air tanah. Di kawasan ini gerakan pasang surut harian masih terlihat, hanya airnya didominasi oleh air tawar yang berasal dari sungai itu sendiri. (Sri Najiyati dkk,2005)
Di daerah perbatasan/peralihan antara Zona I dengan Zona II, salinitas air sering meningkat pada musim kemarau panjang sehingga air menjadi payau. Lahan seperti ini sering juga disebut sebagai lahan rawa peralihan. Meskipun airnya tawar di musim hujan, di bawah ini permukaan tanah pada Zona ini terdapat lapisan berupa endapan laut (campuran liat dan lumpur) yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 – 120 cm di bawah permukaan tanah. (Sri Najiyati dkk,2005)
Jika ditinjau dari jangkauan luapan air pasang sebagai akibat terjadi pasang surut air laut, lahan rawa di bedakan menjadi empat tipe luapan yaitu : Tipe Luapan A,B,C dan D ( Widjaja-Adhi et al. 1992)
- Rawa Tipe luapan A, yaitu rawa dalam klasifikasi ini merupakan rawa yang selalu terluapi oleh air pasang tertinggi karena variasi elevasi pasang surut air sungai,baik pasang tertinggi saat musim kemarau maupun musim penghujan.
- Rawa Tipe luapan B, yaitu rawa yang kadang kadang tidak selalu terluapi oleh air pasang tinggi karena pengaruh pasang surut air sungai,paling tidak terluapi pada saat musim penghujan.
- Rawa Tipe luapan C, yaitu rawa dalam kategori ini didefinisikan sebagai daerah rawa yang tidak pernah terluapi oleh air pasang tertinggi karena pengaruh variasi elevasi pasang surut air sungai .
- Rawa Tipe luapan D, yaitu Daerah Rawa ini adalah rawa yang menurut hydrotopografinya tidak pernah terluapi oleh air pasang tertinggi karena pengaruh variasi elevasi pasang surut air sungai,dan memiliki kedalaman air tanah > 50 cm dari permukaan tanah.
Dalam usaha mengembangkan sistem usahatani yang efisien dan memberikan keuntungan yang optimal, maka lahan pasang surut perlu ditata dan saluran airnya perlu diatur untuk menekan pengaruh negatif dari salinitas dan kemasaman tanah, dengan teknik yang mudah dilakukan oleh petani setempat.(Litbang Pertanian,1993)
Padi merupakan komoditas utama yang sesuai dalam sistem usahatani lahan pasang surut, karena dengan teknik budidaya dan penggunaan varitas yang sesuai, padi dapat tumbuh baik di semua tipologi lahan dan tipe luapan air, baik secara gogo, gogorancah, maupun sawah. Pemilihan sistem usahatani ini terutama didasarkan kepada faktor keamanan pangan bagi petani dan stabilitas harga produksinya. Penganekaragaman usahatani diperlukan untuk lebih meningkatkan pendapatan (Manwan et al. 1992).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar