- Gaya kepemimpinan otokratik
Dalam banyak literatur para ilmuan yang membahas tentang tipologi kepemimpinan mengatakan bahwa yang tergolong sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang dipandang sebagai kerakteristik yang negatif. Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois . Egoismenya yang sangat besar akan mendorong memutarbalikkan kenyatan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan dengan apa yag secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Berdasarkan nilai-nilai demikian, sebagai pemimpn yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menojolkan “ke-akunnya” antara lain dalam bentuk:
- Kecenderungn memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisai, seperti mesin dan dengn demikian kurang menghargai harkat dn martabat mereka.
- Pengutamaan orintasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
- Pengabaian para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara pememberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawhan tu diharpkan dan bahkan dituntut untuk untuk melaksanakannya saja.
- Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
- Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan.
- Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
- Menggunakan pendekatan punitif (pemberian hukuman) dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
Gaya kepemimpinan otokratik mungkin saja mampu menjalankan organisasinya dengan “baik”. Baik dalam artian hanya tercapinya tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan pemimpin yang bersangkutan sebelumnya. Artinya efektifitas kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan untuk mengambil tindakan punitif. Ketika kekuasaan untuk mengambil tindakan memberi hukuman tidak lagi dimilikinya, maka ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin kerjapun semakin merosot.
- Gaya kepemimpinan demokratik
Ada beberapa karakteristik utama gaya dasar seorang pemimpin yang demokratik diantaranya adalah:
- Kemampuan memperlakukan organisasi sebagai suatu totalitas dengan menempatkan semua satuan organisasi pada peranan dan proporsi yang tepat tanpa melupakan peranan satuan kerja strategik tertentu tergantung pada sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi yang bersangkutan pada kurun waktu tertentu.
- Mempunyai persepsi yang holistik mengenai organisasi yang dipimpinnya.
- Menggunakan pendekatan yang integralistik dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
- Menempatkan kepentingan organisasi sebagai keseluruhab diatas kepentingan diri sendiri atau kepentingan kelompok dalam tertentu organisasi.
- Menganut filsafat manajemen yang mengakui dan menjunjung tinggi harkat dab martabat para bawahannya sebagai makhluk politik, makhluk ekonomi, makhluk sosial dan sebagai individuyang mempunyai jati diri yang khas.
- Sejauh mungkin memberikan kesempatan kepada para bawahannya berperan serta dalam proses pengambilan keputusan.
- Terbuka terhadap ide, pabdangan dan saran orang lain termasuk para bawahannya.
- Memberikan perilaku keteladanan yang menjadikannya panutan bagi para bawahannya.
- Bersifat rasional dan obyektif dalam menghadapi permasalahan terutama dalam menghadapi bawahannya.
- Selalu berusaha dan menumbuhkan iklim kerja yag kondusif bagi inovasi dan kreativitas bawahan.
Pengimplementasian nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinan dialakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang masing-masing.
Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan orgaisasi sosial. Perilakunya mendorong para bawahanya menumbuhan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sengguh ia mendengarkan pendapat, dan bahkan kritik orang lain, terutama para bawahannya. Singkatnya, seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan-perbedaan yang merupakan kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.
- Gaya kepemimpinan laissez-faire
Seorang pemimpin yang laissez faire baranggapan bahwa para anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan permainan yang berlaku, sehingga pemimpin cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi serjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan ditegakkan.
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin laissez faire dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada norma-norna yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang harus diembannya.
Ada beberapa karakteristik dari kepemimpinan Laissez Faire diantaranya adalah:
- Pendelegasian wawenang terjadi secara ekstensif (luas)
- Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatan secara langsung.
- Status quo organisasional tidak terganggu.
- Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
- Sepanjang dan selama anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.
Sedangkan Gatto dalam Salusu (2003), mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi. Karakteristik dari setiap gaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Gaya direktif.
- Gaya konsultatif.
- Gaya partisipatif.
- Gaya Free-rein,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar