Hubungan
Filipina dengan Amerika Serikat (AS) juga mengalami pasang surut. Pertama
hubungan bilateral di antara mereka terjadi manakala AS melakukan penjajahan
terhadap Filipina. Tahun 1898, Amerika Serikat (AS) menang dalam perang
AS-Spanyol. Filipina akhirnya menjadi dibawah kontrol AS. Wilayah Mindanao-Sulu
yang pada masa kolonialisasi Spanyol tidak berada dalam kontrol Spanyol, tetapi
Spanyol memasukan wilayah ini dalam penyerahan kekuasaan Filipina ke AS. [1]
Setelah AS memberikan kemerdekaan pada
Filipina maka ia berhak memperoleh fasilitas untuk menggunakan
pangkalan-pangkalan militer di Filipina tanpa pembayaran konpensasi ganti rugi.
Amerika Serikat kemudian mendirikan basis militer di Filipina, yakni Clark Air
Base dan Teluk Subic di Filipina menjadi pusat operasi militer Amerika Serikat.
[2] Pada
tahun 1947, Manila Act ditandatangani antara AS dengan Filipina sebagai Pakta
Pertahanan Bersama yang memberikan jaminan AS untuk menggunakan
pangkalan-pangkalan militer di Filipina untuk jangka waktu 99 tahun. Baru pada
tahun 1966 dirumuskan suatu perjanjian yang merubah jangka waktu penggunaan
dari 99 tahun menjadi 25 tahun, sehingga penggunaan pangkalan militer itu
berakhir tahun 1991.
Dalam
Military Bases Agreement (MEA) tahun 1966 disepakati, bahwa sebagai konpensasi
AS membayar Security Assistance sebesar US $500 juta untuk jangka waktu 5
tahun, kemudian setiap 5 tahun berikutnya akandiadakan reorganisasi. Besaran
jumlah uang konpensasi ini berbeda-beda untuk masing-masing presiden,tergantung
bagaimana situasi politik dalam negeri Filipina. Misalnya pada masa Presiden
Marcos, besarannya kompensasi itu berubah-ubah dimana perubahannya justru
menekan pihak Marcos dan menjadi isu politik. Campur tangan AS terhadap urusan
dalam negeri Filipina serta dukungannya yang banyak memberikan pengaruh dan
kekuatan bagi rezim Marcos.
Pasca Perang Dingin, hubungan Amerika Serikat-Filipina
diwarnai dengan kampanye Washington’s Global Anti-terrorism. Selain itu,
Amerika Serikat juga membangun kerjasama bilateral dengan Filipina sehubungan
dengan isu-isu keamanan transnasional seperti perdagangan obat-obatan
terlarang, manajemen bencana, dan pembajakan.[3] Dengan
terjadinya serangan terhadap gedung WTC pada 11 September 2000 telah menyebabkan
AS merubah haluan politik luar negerinya dengan memerangiterorisme dimana saja
terutama untuk kelomok yang diduga ada hubungannya dengan Osama bin Laden.
Perang melawan terorisme ini pertama kali digelar di Afghanistan lalu ada tahap
berikutnya berlanjut di Filipina, Indonesia, Somalia danYaman, seperti yang
dikatakan Deputi Menhan AS, Paul Wolfowitz bahwa yang menjadi prioritas utama
adalah kelompok separatis di Selatan Filipina.
Sementara
itu, pada saat yang bersamaan Filipina mengalami kemerosotan ekonomi akibat
pengaruh dari dunia dan juga adanya pemberontakan dari suku Moro, telah menyebabkan
presiden Filipina untuk kembali menerima tawaran kerjasama militerdari AS
dengan harapan uang konpensasi dapat digunakan untuk memperbaiki perekonomian
dalam negerinya dan militer AS dapat membantu Filipina dalam mengatasi
pemberontakan suku Moro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar