Menurut Mulia P. Nasution berjudul
“Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah” (Jurnal Forum Inovasi, Desember –
Februari 2003), pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberi perhatian yang
sungguhsungguh untuk mengakomodasi dan mewujudkan harapan dan tuntutan di atas.
Upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, antara lain,
diperjuangkan dengan memperhatikan prinsip dan nilai-nilai good governance.
Yang selama ini sudah dilakukan adalah dengan membahas RUU Keuangan Negara yang
sudah diundangkan DPR pada tanggal 9 Maret 2003 menjadi UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Terdapat 4 prinsip dasar pengelolaan
keuangan negara yang menjadi fokus perhatian utama dalam UU ini, yaitu (1)
akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja, sehingga muncul kerangka kerja
baru dengan nama “Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budget)” yang pada
saat ini sedang diujicobakan pelaksasanaannya dan diharapkan dimulai pada tahun
anggaran 2005; (2) keterbukaan dan setiap transaksi keuangan pemerintah; (3)
pemberdayaan manajer profesional; dan (4) adanya lembaga pemeriksa eksternal
yang kuat, profesional, dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam
pelaksanaan pemeriksaan (double accounting).
Menurut Setiawan (2004), pentingnya
reformasi keuangan pemerintah dengan beberapa bidang di atas sebagai fokusnya
dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan strategis yang terutama diwakili
oleh luasnya skala persoalan yang harus diatasi. Persoalan-persoalan dimaksud
antara lain :
Pertama, rendahnya efektivitas dan
efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas
pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas
para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Karenanya, muncul
tuntutan yang meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.
Kedua, tidak adanya skala prioritas yang
terumuskan secara tegas dalam proses pengelolaan keuangan negara yang
menimbulkan pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya
untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada keterpaduan antara
rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus
dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and benefit analysis) sehingga kegiatan yang
dijalankan tidak saja sesuai dengan skala prioritas tetapi juga mendatangkan
tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi publik.
Persoalan ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen keuangan
pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya
sebagai akibat adanya praktek KKN.
Keempat dan terakhir adalah rendahnya
profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Inilah
merupakan sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai
oleh superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan
keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara profesional sebagaimana dijumpai
dalam manajemen sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer yang profesional
dalam sektor publik. Bahkan terdapat negasi yang tegas untuk memasukkan
kerangka kerja sektor swasta ke dalam sector publik di mana nilai-nilai
akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, dan economic of scale menjadi
kerangka kerja utamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar