A.
Dewan
Keamanan PBB mempunyai tugas utama berdasarkan Piagam PBB untuk memelihara
perdamaian dan keamanan internasional. Dewan
Keamanan ini terdiri dari 15 (limabelas) negara anggota, 5 (lima) diantaranya
adalah anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Russia, dan
China. Anggota tetap ini mempunyai hak untuk memveto putusan yang akan diambil
oleh Dewan Keamanan dengan cara menolak dan melawan putusan tersebut. Sepuluh
anggota Dewan Keamanan lainnya dipilih oleh Mejelis Umum untuk jangka waktu 2
(dua) tahun keanggotaan yang tidak dapat diperpanjang, di mana 5 (lima) anggota
baru dipilih setiap tahunnya. Sepuluh anggota terpilih dimaksud, sebagaimana
disebut sebagai anggota tidak tetap dalam Piagam PBB, dipilih berdasarkan
formulasi pembagian dari setiap wilayah utama dari seluruh penjuru dunia.
Sebagai
kunci dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia, Dewan Keamanan mempunyai
beberapa fungsi utama. Dewan ini membantu untuk menyelesaikan sengketa secara
damai, membentuk dan mengatur pasukan penjaga keamanan PBB, dan mengambil
langkah-langkah khusus terhadap negara atau pihak-pihak yang tidak patuh
terhadap keputusan DK PBB. Bersandar pada Bab VI dari Piagam PBB, Dewan
Keamanan tersebut harus, ketika dianggap perlu, memanggil para pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya secara damai dengan cara,
misalnya, negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, ataupun penyelesaian
melalui jalur pengadilan. Dimungkin juga, jika semua pihak yang bersengketa
sepakat, diberikan rekomendasi bagi para para pihak dengan cara-cara
penyelesaian lainnya secara damai.
Peran
DK PBB pada krisis nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1985 dimana Korea
Utara yang meratifikasi perjanjian NPT dan Korea Utara sepakat untuk
menandatangani nuclear safeguard measures agreement dengan IAEA (International
Atomic and Energy Agency) pada bulan April 1992. Berdasarkan perjanjian yang
telah ditandatangani oleh Korea Utara dengan IAEA, dijelaskan bahwa IAEA berhak
untuk melakukan inspeksi kepada negara yang telah menyepakati perjanjian
tersebut untuk membuktikan dan mencari fakta bahwa negara yang menjalankan
program nuklir tidak melakukan pengembangan senjata nuklir. Hasil inspeksi oleh IAEA
dipandang oleh Korea Selatan tidak begitu memuaskan. Ketidakpuasan ini dipicu
oleh dua fasilitas yang masih ditutupi oleh Korea Utara dari proses inspeksi
yang dilakukan IAEA sebelumnya. Korea Selatan merasa tidak puas terhadap
terhadap inspeksi yang dilakukan oleh IAEA terhadap Korea Utara.
Peran
Dewan Keamanan PBB dalam konflik nuklir Korea Utara berlanjut setelah pada
bulan Oktober 2006, Korut mengumumkan tes nuklirnya yang pertama Hal ini
mendatangkan keprihatinan pihak Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB adalah
badan terkuat di PBB, yang tugas utamanya menjaga perdamaian dan keamanan antar
negara. Dewan Keamanan memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus
dilaksanakan para anggota di bawah Piagam PBB. Pada tanggal 14 Oktober 2006 DK
mengeluarkan resolusi 1716 Setelah mengalami penundaan pengambilan keputusan,
akhirnya Dewan Keamanan PBB memilih dengan suara bulat untuk menerapkan sanksi
terhadap Korea Utara karena klaimnya yang menyatakan bahwa negara itu telah
melakukan uji coba nuklirnya. Resolusi 1718 menerapkan sanksi senjata dan
keuangan namun tidak didukung oleh ancaman militer. Resolusi tersebut pada
intinya berisi:
a)
Menuntut Korea Utara
menghancurkan semua senjata nuklirnya, senjata pemusnah massal dan rudal-rudal
balistik.
b)
Mengharuskan semua
negara anggota PBB mencegah penjualan atau pemindahan bahan-bahan terkait
dengan program-program senjata Pyongyang yang tidak konvensional, selain juga
peralatan militer seperti tank-tank, rudal dan helikopter.
c)
Menuntut agar semua
negara membekukan rekening orang-orang atau berbagai perusahaan yang memiliki
kaitan dengan program nuklir dan balistik Korea Utara.
d) Membolehkan
berbagai negara memeriksa kargo yang masuk dan keluar dari Korea Utara untuk
mencari senjata-senjata yang tidak konvensional.
e)
Resolusi ini tidak
mencantumkan ancaman penggunaan militer.
f)
Seruan bagi Pyongyang
agar kembali, "tanpa syarat", ke meja perundingan dalam pertemuan
enam negara yang membahas program nuklirnya.
Pemungutan
suara yang dilakukan secara intensif selama berjam-jam tersebut juga
meninggalkan insiden kecil berupa walk out-nya utusan Korea Utara Pak Gil Yon
dari ruang sidang. Utusan Korea Utara tersebut mengatakan bahwa Pyongyang
"menolak total" resolusi yang dianggapnya tidak dapat dibenarkan. Dia
juga menambahkan bahwa resolusi itu tak ubahnya seperti "kelompok
penjahat", karena Dewan Keamanan seakan-akan mengeluarkan resolusi yang
dipaksakan dengan mengabaikan tekanan yang dihadapi oleh Korea Utara
Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) memutuskan untuk menambah dan
menegaskan sanksi atas Korea Utara (Korut) setelah negara itu melakukan uji
nuklir kedua, akhir Mei lalu. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara
anonim dengan hasil suara bulat, Jumat 12 Juni 2009.Resolusi tersebut adalah
Resolusi DK-PBB 1874, dikarenakan proyek pengembangan nuklir Korea Utara yang
tetap dijalankan dan uji coba nuklir yang berlangsung pada 25 Mei 2009. Uji
coba nuklir yang berlangsung pada bulan Mei 2009 tersebut telah melanggar
resolusi-resolusi sebelumnya. Desakan
DK-PBB terhadap Korea Utara untuk segera
mengakhiri program senjata nuklir dan peluru kendalinya malah ditanggapi Korut
dengan melancarkan provokasi.[1]
Penolakan
dan kecaman dunia internasional terhadap program nuklir Korea Utara terutama
anggota DK-PBB yang menyetujui lahirnya resolusi-resolusi yang berisikan
sanksi-sanksi yang tidak memihak Korea Utara seperti embargo-embargo ekonomi,
larangan perdagangan, perundingan-perundingan dan negosiasi-negosiasi untuk
membahas penghentian pengembangan senjata nuklir Korea Utara serta desakan
terhadap Pyongyang untuk mencabut keputusannya menarik diri dari Traktat
Non-proliferasi Nuklir (NPT) yang dilakukan Korea Utara pada tahun 2003 lalu
apalagi dengan lahirnya resolusi baru DK-PBB 1874 yang notabene memiliki sanksi
bih berat dari resolusi-resolusi sebelumnya seperti larangan bagi Korea Utara
untuk melakukan ekspor-impor senjata dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut
dan pesawat milik Korut yang mencurigakan, tidak membuat Korea Utara bergeming,
bahkan mereka mengancam akan meluncurkan rudal dan melakukan serangan balik
sebagai reaksi dari provokasi yang dilakukan PBB maupun dari negara-negara yang
menolak pengembangan nuklir Korea Utara terutama Amerika Serikat.
Korea
Utara berpendapat bahwa memiliki senjata nuklir adalah hak dari negara-negara
berdaulat agar dapat mempertahankan kebebasan bangsa, keamanan dan mencegah
terjadinya perang. Hal tersebut secara tidak langsung merupakan suatu penegasan
bahwa Korea Utara menolak resolusi DK-PBB yang dikeluarkan pada 12 Juni 2009 di
markas besar PBB, New York dengan suara bulat yaitu Resolusi DKPBB Nomor 1874.
Dimana inti dari Resolusi tersebut adalah memperkeras sanksi terhadap Korea
Utara berupa pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan baru berkaitan
dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. [2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar