Senin, 05 Desember 2016

Peran Dewan Keamanan PBB Dalam Menyelesaikan Konflik Nuklir Korea Utara (skripsi dan tesis)

A.  
Dewan Keamanan PBB mempunyai tugas utama berdasarkan Piagam PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.  Dewan Keamanan ini terdiri dari 15 (limabelas) negara anggota, 5 (lima) diantaranya adalah anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Russia, dan China. Anggota tetap ini mempunyai hak untuk memveto putusan yang akan diambil oleh Dewan Keamanan dengan cara menolak dan melawan putusan tersebut. Sepuluh anggota Dewan Keamanan lainnya dipilih oleh Mejelis Umum untuk jangka waktu 2 (dua) tahun keanggotaan yang tidak dapat diperpanjang, di mana 5 (lima) anggota baru dipilih setiap tahunnya. Sepuluh anggota terpilih dimaksud, sebagaimana disebut sebagai anggota tidak tetap dalam Piagam PBB, dipilih berdasarkan formulasi pembagian dari setiap wilayah utama dari seluruh penjuru dunia.
Sebagai kunci dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia, Dewan Keamanan mempunyai beberapa fungsi utama. Dewan ini membantu untuk menyelesaikan sengketa secara damai, membentuk dan mengatur pasukan penjaga keamanan PBB, dan mengambil langkah-langkah khusus terhadap negara atau pihak-pihak yang tidak patuh terhadap keputusan DK PBB. Bersandar pada Bab VI dari Piagam PBB, Dewan Keamanan tersebut harus, ketika dianggap perlu, memanggil para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya secara damai dengan cara, misalnya, negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, ataupun penyelesaian melalui jalur pengadilan. Dimungkin juga, jika semua pihak yang bersengketa sepakat, diberikan rekomendasi bagi para para pihak dengan cara-cara penyelesaian lainnya secara damai.
Peran DK PBB pada krisis nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1985 dimana Korea Utara yang meratifikasi perjanjian NPT dan Korea Utara sepakat untuk menandatangani nuclear safeguard measures agreement dengan IAEA (International Atomic and Energy Agency) pada bulan April 1992. Berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangani oleh Korea Utara dengan IAEA, dijelaskan bahwa IAEA berhak untuk melakukan inspeksi kepada negara yang telah menyepakati perjanjian tersebut untuk membuktikan dan mencari fakta bahwa negara yang menjalankan program nuklir tidak melakukan pengembangan senjata nuklir. Hasil inspeksi oleh IAEA dipandang oleh Korea Selatan tidak begitu memuaskan. Ketidakpuasan ini dipicu oleh dua fasilitas yang masih ditutupi oleh Korea Utara dari proses inspeksi yang dilakukan IAEA sebelumnya. Korea Selatan merasa tidak puas terhadap terhadap inspeksi yang dilakukan oleh IAEA terhadap Korea Utara.
Peran Dewan Keamanan PBB dalam konflik nuklir Korea Utara berlanjut setelah pada bulan Oktober 2006, Korut mengumumkan tes nuklirnya yang pertama Hal ini mendatangkan keprihatinan pihak Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB adalah badan terkuat di PBB, yang tugas utamanya menjaga perdamaian dan keamanan antar negara. Dewan Keamanan memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota di bawah Piagam PBB. Pada tanggal 14 Oktober 2006 DK mengeluarkan resolusi 1716 Setelah mengalami penundaan pengambilan keputusan, akhirnya Dewan Keamanan PBB memilih dengan suara bulat untuk menerapkan sanksi terhadap Korea Utara karena klaimnya yang menyatakan bahwa negara itu telah melakukan uji coba nuklirnya. Resolusi 1718 menerapkan sanksi senjata dan keuangan namun tidak didukung oleh ancaman militer. Resolusi tersebut pada intinya berisi:
a)        Menuntut Korea Utara menghancurkan semua senjata nuklirnya, senjata pemusnah massal dan rudal-rudal balistik.
b)        Mengharuskan semua negara anggota PBB mencegah penjualan atau pemindahan bahan-bahan terkait dengan program-program senjata Pyongyang yang tidak konvensional, selain juga peralatan militer seperti tank-tank, rudal dan helikopter.
c)        Menuntut agar semua negara membekukan rekening orang-orang atau berbagai perusahaan yang memiliki kaitan dengan program nuklir dan balistik Korea Utara.
d)       Membolehkan berbagai negara memeriksa kargo yang masuk dan keluar dari Korea Utara untuk mencari senjata-senjata yang tidak konvensional.
e)        Resolusi ini tidak mencantumkan ancaman penggunaan militer.
f)         Seruan bagi Pyongyang agar kembali, "tanpa syarat", ke meja perundingan dalam pertemuan enam negara yang membahas program nuklirnya.
Pemungutan suara yang dilakukan secara intensif selama berjam-jam tersebut juga meninggalkan insiden kecil berupa walk out-nya utusan Korea Utara Pak Gil Yon dari ruang sidang. Utusan Korea Utara tersebut mengatakan bahwa Pyongyang "menolak total" resolusi yang dianggapnya tidak dapat dibenarkan. Dia juga menambahkan bahwa resolusi itu tak ubahnya seperti "kelompok penjahat", karena Dewan Keamanan seakan-akan mengeluarkan resolusi yang dipaksakan dengan mengabaikan tekanan yang dihadapi oleh Korea Utara
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) memutuskan untuk menambah dan menegaskan sanksi atas Korea Utara (Korut) setelah negara itu melakukan uji nuklir kedua, akhir Mei lalu. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara anonim dengan hasil suara bulat, Jumat 12 Juni 2009.Resolusi tersebut adalah Resolusi DK-PBB 1874, dikarenakan proyek pengembangan nuklir Korea Utara yang tetap dijalankan dan uji coba nuklir yang berlangsung pada 25 Mei 2009. Uji coba nuklir yang berlangsung pada bulan Mei 2009 tersebut telah melanggar resolusi-resolusi  sebelumnya. Desakan DK-PBB  terhadap Korea Utara untuk segera mengakhiri program senjata nuklir dan peluru kendalinya malah ditanggapi Korut dengan melancarkan provokasi.[1]
Penolakan dan kecaman dunia internasional terhadap program nuklir Korea Utara terutama anggota DK-PBB yang menyetujui lahirnya resolusi-resolusi yang berisikan sanksi-sanksi yang tidak memihak Korea Utara seperti embargo-embargo ekonomi, larangan perdagangan, perundingan-perundingan dan negosiasi-negosiasi untuk membahas penghentian pengembangan senjata nuklir Korea Utara serta desakan terhadap Pyongyang untuk mencabut keputusannya menarik diri dari Traktat Non-proliferasi Nuklir (NPT) yang dilakukan Korea Utara pada tahun 2003 lalu apalagi dengan lahirnya resolusi baru DK-PBB 1874 yang notabene memiliki sanksi bih berat dari resolusi-resolusi sebelumnya seperti larangan bagi Korea Utara untuk melakukan ekspor-impor senjata dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut dan pesawat milik Korut yang mencurigakan, tidak membuat Korea Utara bergeming, bahkan mereka mengancam akan meluncurkan rudal dan melakukan serangan balik sebagai reaksi dari provokasi yang dilakukan PBB maupun dari negara-negara yang menolak pengembangan nuklir Korea Utara terutama Amerika Serikat.
Korea Utara berpendapat bahwa memiliki senjata nuklir adalah hak dari negara-negara berdaulat agar dapat mempertahankan kebebasan bangsa, keamanan dan mencegah terjadinya perang. Hal tersebut secara tidak langsung merupakan suatu penegasan bahwa Korea Utara menolak resolusi DK-PBB yang dikeluarkan pada 12 Juni 2009 di markas besar PBB, New York dengan suara bulat yaitu Resolusi DKPBB Nomor 1874. Dimana inti dari Resolusi tersebut adalah memperkeras sanksi terhadap Korea Utara berupa pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan baru berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. [2]




Tidak ada komentar: