Strategi
pembelajaran yang digunakan oleh sebagian besar guru, yang mungkin telah
digunakan dengan cukup baik pada masa lalu belum tentu cukup baik untuk
digunakan pada masa sekarang. Guru perlu mengubah strategi-strategi
pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih baik, dan tempat untuk memulainya
adalah di dalam kelas. Crawford (2001) menjelaskan bahwa kelas merupakan tempat
yang paling efektif untuk perubahan, dan inti perubahan untuk mencapai hasil
yang lebih baik adalah strategi pembelajaran itu sendiri.
Pada
dasarnya semua strategi yang searah dengan penciptaan suasana pembelajaran yang
konteks merupakan elemen pembelajaran kontekstual. Ada lima strategi yang harus
tampak yaitu (1) mengaitkan/menghubungkan (relating); (2) mengalami (experiencing);
(3) menerapkan (applying); (4) bekerjasama (cooperating) dan (5) mentransfer
(transferring). Strategi tersebut disingkat REACT (Cord, 1999) yang terfokus
pada pembelajaran konteks. Semua strategi tersebut harus digunakan selama
proses pembelajaran.
a.
Relating
(mengaitkan/menghubungkan)
Relating
(mengaitkan/menghubungkan) merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang
paling kuat, sekaligus inti konstruktivis (Crawford, 2001). Dalam pembelajaran
siswa melihat dan memperhatikan keadaan lingkungan dan peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari, kemudian dikaitkan ke dalam informasi baru atau
persoalan yang akan dipecahkan. Jadi mengaitkan adalah belajar dalam konteks
pengalaman kehidupan nyata seseorang atau pengetahuan yang ada sebelumnya.
Guru yang
menggunakan strategi relating ketika siswa mengaitkan konsep baru dengan
sesuatu yang benar-benar sudah tidak asing lagi bagi siswa, dengan mengaitkan
apa yang telah diketahui oleh siswa dengan informasi yang baru. Dalam memulai
pembelajaran, guru yang menggunakan strategi relating harus selalu mengawali
dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua
siswa dari pengalaman hidupnya di luar kelas (Clawford, 2001).
Jadi
pertanyaan yang diajukan selalu dalam fenomena-fenomena yang menarik dan tidak
asing lagi bagi siswa, bukan menyampaikan sesuatu yang abstrak atau fenomena
yang berada di luar jangkauan persepsi, pemahaman dan pengetahuan para siswa,
(American Association for the Advancement of Science, dalam Clawford, 2001)
Ada tiga
sumber utama untuk mengetahui pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki siswa
sebelumnya (Crawford, 2001) yaitu :
-
Pengalaman,
yaitu pengalaman guru sendiri dengan siswa yang memiliki latar belakang serupa
atau dari pengalaman kolektif guru dan para koleganya.
-
Peneliti,
yaitu bukti yang didokumentasikan tentang gagasan-gagasan yang dipegang siswa
secara umum.
-
Penyelidikan,
yaitu suatu bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang dirancang secara
cermat yang mengungkapkan pengetahuan dan keyakinan siswa sebelumnya.
b.
Experiencing
(mengalami)
Dalam
mempelajari suatu konsep, siswa mempunyai pengalaman terutama langkah-langkah
dalam mempelajari konsep tersebut. Hal ini bisa diperoleh pada saat siswa
mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS), latihan penugasan, dan kegiatan lain
yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, sehingga dengan mengalami siswa
akan lebih mudah memahami suatu konsep. Pembelajaran menekankan pada penggalian
(exploration), penemuan (discovery) dan penciptaan (invention) (Crawford, 2001).
Relating
dan experiencing merupakan dua strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mempelajari berbagai konsep baru. Tetapi guru harus tahu kapan dan
bagaimana caranya mengintegrasikan strategi-strategi dalam pembelajaran dan hal
tersebut tidaklah sederhana (Crawford, 2001). Di sini guru memerlukan
ketelitian, kolaborasi, cermat dalam menyajikan materi-materi pembelajaran yang
sangat tepat untuk mengetahui kapan saatnya mengaktifkan pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sehingga dapat membantu menyusun
pengetahuan baru bagi siswa.
c.
Applying
(menerapkan)
Pembelajaran
yang dilakukan dengan menerapkan adalah belajar untuk menerapkan konsep-konsep
ketika melaksanakan aktivitas pemecahan soalsoal, baik melalui LKS, latihan
penugasan, maupun kegiatan lain yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar. Untuk
lebih memotivasi dalam memahami konsep-konsep, guru dapat memberikan
latihan-latihan yang realistik, relevan, dan menunjukkan manfaat (utilitas)
dalam suatu bidang kehidupan (Crawford, 2001). Agar proses pembelajaran dapat
menunjukkan motivasi siswa dalam mempelajari konsepkonsep serta pemahaman yang
lebih mendalam, Crawford (2001) merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
-
Fokuskan
pada aspek-aspek aktivitas pembelajaran yang bermakna
-
Rancanglah
tugas-tugas untuk sesuatu yang baru., variasi, keragaman dan menarik
-
Rancanglah
tugas-tugas yang menantang tetapi masuk akal dalam kaitannya dengan kemampuan
siswa
d.
Cooperating
(bekerja Sama)
Belajar
dengan bekerjasama, saling tukar pendapat (sharing), merespon, dan
berkomunikasi dengan pembelajar lainnya akan sangat membantu siswa dalam
mempelajari suatu konsep. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (1995) yang
memberi pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling
menyumbang pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian basil belajar,
secara individu maupun kelompok.
Selanjutnya
Davidson dan Kroll (dalam Crawford, 2001) mendefinisikan belajar koperatif
adalah kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa dalam
kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk
menyelesaikan tugas akademik. Untuk menghindari adanya siswa yang tidak
berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, menolak atau menerima tanggung jawab
atas pekerjaan kelompok, kelompok mungkin terlalu tergantung pada bimbingan
guru, atau kelompok dapat terlibat dalam konflik. Oleh karena itu Johnson dan
Johnson (dalam Crawford, 2001) memberikan beberapa petunjuk untuk menghindari berbagai
kondisi negatif dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan
pemahaman konsep yang lebih mendalam. Adapun petunjuk tersebut adalah :
-
Menyusun
kesaling ketergantungan positif dalam kelompok belajar siswa. Kesaling
ketergantungan positif berarti bahwa masing-masing siswa merasa bahwa dia tidak
dapat sukses jika para anggota kelompok semuanya tidak sukses. Dengan demikian
siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok dan juga
mempunyai andil suksesnya kelompok.
-
Meminta
siswa berinteraksi dalam menyelesaikan tugas - tugas dan memastikan bahwa
interaksi-interaksi tersebut berkaitan dengan tugas. Interaksi mencakup
pemberian bantuan dan dorongan dari siswa ke siswa, penjelasan gagasan gagasan
dan berbagai strategi pemecahan soal, dan pembahasan terhadap gagasan-gagasan
lain yang berkaitan dengan tugas.
-
Membuat
semua siswa berakuntabilitas (tanggung jawab) secara individu untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan bukan membiarkan mereka terlalu mengandalkan
pekerjaan siswa lainnya.
-
Menyuruh
para siswa belajar menggunakan keterampilan interpersonal dan keterampilan
kelompok kecil. Dalam hal ini dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi
dengan siswa lain dalam kelompoknya dan bagaimana siswa bersikap sebagai
anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok.
-
Memastikan
semua kelompok belajar membahas seberapa efektif kelompok berfungsi. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan
mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik
Dari
pandangan di atas, sesungguhnya pembelajaran koperatif menempatkan berbagai
tuntutan baru pada guru. Guru harus membentuk kelompok-kelompok yang efektif,
memberikan tugas-tugas yang sesuai, menjadi pengamat yang jeli selama aktivitas
kelompok, mendiagnosis berbagai persoalan dengan cepat, dan menyediakan
informasi atau petunjuk yang diperlukan untuk menjaga semua kelompok terus maju
(Crawford, 2001).
a.
Transferring
(mentransfer)
Pembelajaran
sebagai penggunaan pengetahuan dalam konteks baru atau situasi baru (Crawford,
2001). Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu
permasalahan dalam kehidupan seharihari di lingkungan dengan menerapkan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam pembelajaran ini guru dituntut
merancang tugas-tugas untuk mencapai sesuatu yang baru dan keanekaragaman
sehingga tujuan-tujuan minat, motivasi, keterlibatan dan penguasaan siswa
terhadap matematika dapat meningkat (Crawford, 2001).
Selain hal
di atas, guru tampaknya memiliki kemampuan alamiah untuk memperkenalkan
gagasan-gagasan baru yang dapat memberikan motivasi terhadap siswa secara
intrinsik dengan memancing rasa penasaran atau emosi. Oleh karena itu, guru
secara efektif menggunakan latihan-latihan untuk memancing rasa penasaran dan
emosi sebagai motivator dalam mentransfer gagasan-gagasan matematika dari satu
konteks ke konteks lain (Crawford, 2001). Dengan demikian rasa bermakna yang
timbul dalam pernbelajaran dengan strategi ini dapat melibatkan emosi siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar