Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D.
(2004),pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about
the kind of character we want for our children, it is clear that we want them
to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even inthe face of pressure from without and
temptation from within”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter
adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter
peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup
keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimanaguru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki
esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik,warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagisuatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilaisosial tertentu, yang
banyak dipengaruhi oleh budayamasyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,
hakikat daripendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesiaadalah pendidikan
nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yangbersumber dari budaya bangsa
Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.Pendidikan
karakter berpijak dari karakter dasar manusia,yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai
the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak
dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa
nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam
dengan isinya), tanggungjawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri
dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggungjawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi
nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
itu sendiri
Menurut Thomas (2005) tanpa ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan
anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil
secara akademis. Dengan demikian pendidikan karakter merupakan pendidikan budi
pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
dan tindakan (action).
Hal ini
diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam
sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan
mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang
termasuk dalam moral knowing yangakan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moralawareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowingmoral values), penentuan sudut
pandang (perspective taking),logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil sikap(decision making), dan pengenalan
diri (self knowledge). Moral feeling
merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untukmenjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh
peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (selfesteem),
kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty),
cintakebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control),kerendahan
hati (humility). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari duakomponen karakter
lainnya. Untuk memahami apa yangmendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga
aspek lain dari karakter yaitu kompetensi(competence),
keinginan (will), dan kebiasaan (habit
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari
nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah,
diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong
dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh,
kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan,
karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara
sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting
the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat
kognitif saja. Setelah knowing the good
harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan
mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau
berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan
perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah
terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi
kebiasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar