Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatic yang melibatkan pembicara,
pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya
tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra
mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit)
atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog akan
berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra
magis dan ritual, para filosof melihat juga adanya aplikasi potensial diantara
berbagai hal, status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat
gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai
masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantic, pemelajar bahasa kedua, dan
yang lainnya.
Tindak tutur dapat
dikatakan sebagai suatu yang sebenarnya kita lakukan ketika kita berbicara.
Ketika kita terlibat dalam suatu percakapan kita melakukan beberapa
tindakanseperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dan
lain-lain. Suatu tindak tutur dapat didefinisikan sebagai unit terkecil
aktivitas berbicara yang dapat dikatakan memiliki fungsi. Dalam kajian tindak
tutur ini ‘tuturan’ sebagai kalimat atau wacana yangterkait konteks,
pengistilahannya berbeda-beda. Hudson dalam sosiolinguistik Suryatin(1998:87)
memberikan istilah ‘tuturan’ dengan ‘ujaran’. John L. Austin dalam Wijana
menggunakan istilah tuturan. Di dalam linguistic pragmatic tindak tutur tetap
merupakan praduga dengan implikatur khusus. (Setiawan, 2005 : 16)
Menurut Chaer
(2004) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi
situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturannya. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para
lingusitik diantaranya Searle (dalam Wijana, 1996) menyatakan bahwa secara
pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh
seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur lokusi, tindak
tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Setiawan, 2005 )
1)
Tindak
Lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi
adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The
act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk
menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah untuk
diindentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat
dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur
(Parker melalui Wijana, 1996:18). Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini
tidak begitu berperan untuk memahami suatu tuturan.
2)
Tindak Ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi
ialah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu
namun juga untuk melakukan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of
doing something. Contoh, kalimat ‘Saya tidak dapat datang’ bila diucapkan
kepada teman yang baru saja merayakan pesta pernikahannya tidak saja berfungsi
untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat menghadiri pesta tersebut, tetapi juga
berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk meminta maaf. Tindak ilokusi sangat
sukar dikenali bila tidak memperhatikan terlebih dahulu siapa penutur dan lawan
tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.
Searle dalam Leech
(1993:164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima yaitu asertif, direktif,
komisif, ekspresif, dan deklarasi.
a.
Tindak
asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya,
artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang
dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan, melaporkan)
b.
Tindak
komisif ialah tindak tutur yang berfungsi mendorong penutur melakukan sesuatu.
Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak
mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan lawan tuturnya
(seperti menjanjikan, menawarkan, dan sebagainya)
c.
Tindak
direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong lawan tutur melakukan
sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur melakukan
sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal (seperti memohon, menuntut,
memesan, menasihati)
d.
Tindak
ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak
tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis
penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, memberi maaf,
mengecam)
e.
Tindak
deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau membenarkan
sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya. Dengan kata lain,
tindak deklaratif ini dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal,
status, keadaan yang baru (seperti memutuskan, melarang, mengijinkan).
Dari uraian di atas
dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi merupakan bagian
sentral untuk memahami tindak tutur.
3)
Tindak
Perlokusi (perlocutionary act)
Tindak perlokusi
yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai
dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9).
Tuturan ini disebut sebagai The act of affecting someone. Sebuah
tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh
(perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya
pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi
lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa ditemui pada
wacana iklan. Sebab wacana iklan meskipun secara sepintas merupakan berita
tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan atau ujaran sebagai rangkaian unsur
bahasa yang pendek atau panjang yang digunakan dalam berbagai kesempatan yang
berbeda untuk tujuan-tujuan berbeda. Istilah tuturan atau ujaran ini mencakup
wacana lisan dan wacana tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar