Pragmatik pada masa
sekarang ini berangsur-angsur di pandang sebagai sesuatu
yang tidak asing lagi untuk
dipelajari. Ilmu yang bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks ini
mengalami perkembangan linguistik yang cukup pesat. Pragmatik yang merupakan bagian
dari ilmu tanda sebenarnya telah dikemukakan sebelumnya oleh seorang filsuf
yang bernama Charles Morris. Menurut Morris, dalam kaitannya dengan ilmu
bahasa, semiotika (semiotics)
memiliki tiga cabang, yakni (1) sintaktika ‘studi relasi formal tanda-tanda’,
(2) semantika ‘studi relasi tanda dengan penafsirnya’, dan (3) pragmatika. Akan
tetapi, pragmatik yang berkembang saat ini yang mengubah orientasi linguistik
di Amerika pada tahun 1970-an sebenarnya diilhami oleh karya-karya filsuf seperti Austin dan Searle yang termasyhur dengan teori
tindak tuturnya (Leech, 1983:2).
Leech dalam terjemahan Oka (1993:32)
mengemukakan bahwa, “Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam hubungannya
dengan situasi-situasi ujar atau speech situations.” Lubis (1991:4) menambahkan
bahwa bahasa merupakan gejala sosial dan pemakaiannya jelas banyak ditentukan
oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor linguistik saja seperti kata-kata,
kalimat-kalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi.
Menurut Levinson (dalam Tarigan,
1987:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan
konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa.
Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara
tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14) yang mengatakan bahwa
pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi.
Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu
digunakan dalam komunikasi.
Rustono (1999:5) mengatakan bahwa
pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara
fungsi dan bentuk tuturan. Gunarwan dalam Rustono (1999:4) menambahkan bahwa
pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi
ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang
mengungkapkan ujaran.
Beberapa pendapat di atas walaupun
dengan pernyataan yang berbeda tetapi pada dasarnya menunjukkan kesamaan
pandangan, sebab kajian pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam
kaitannya dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan, pragmatik adalah ilmu yang
menelaah bagaimana keberadaan konteks mempengaruhi dalam menafsirkan kalimat.
Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik, sebab telaah semantik
bersifat bebas konteks. Dengan kata lain, persoalan yang dikaji oleh semantik
adalah makna kata-kata yang dituturkan, dan bukan maksud tuturan penutur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar