Kepemimpinan transformasional terjadi ketika
pemimpin dan pengikut terkait satu sama lain sehingga mereka mampu saling
menaikkan motivasi dan moralitasnya (Burns, 1978). Teori kepemimpinan
transformasional terdiri dari empat dimensi yaitu pertimbangan individu,
pengaruh idialis (karisma), motivasi inspirasional, dan simulasi intelektual
(Judge dan Piccolo, 2004).
Kepemimpinan transformasional, merupakan perluasan
dari kepemimpinan kharismatik, pemimpin menciptakan visi dan lingkungan yang
memotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang di harapkan dari mereka. Bahkan
tidak jarang melampaui apa yang mereka bayangkan dapat mereka lakukan. Model
kepemimpinan yang berkembang pesat dalam dua dekade terakhir ini didaraskan
lebih pada upaya pemimpin untuk mengubah berbagai nilai, keyakinan dan
kebutuhan bawahan.
Pemimpin transformasional mencoba menimbulkan
kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai
moral yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional membuat para pengikut
menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para
pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya
kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk
melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Jadi, model
kepemimpinan transformasional melandaskan diri pada pertimbangan pemberdayaan
potensi manusia. Dengan kata lain, tugas pemimpin transformasional adalah
memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan
fungsi dan peran karyawan untuk mengembangkan organisasi dan pengembangan diri
menuju aktualisasi diri yang nyata (Sanusi, 2009).
Kepemimpinan Transformasional dalam konteks pengaruh
atasan terhadap bawahannya, bawahan merasa percaya, kagum, bangga, loyal dan
respek kepada atasannya, serta mereka termotivasi untuk mengerjakan sesuatu
melebihi yang diharapkan semula (Kreitner Kinicki, 2005). Atasan dapat mengubah
bawahan yaitu dengan:
1.
Membuat bawahan lebih
sadar nilai dan pentingnya hasil dari tugas mereka.
2.
Membujuk bawahan untuk
mendahulukan kepentingan kelompok diatas kepentingan pribadi.
3.
Mengaktifkan kebutuhan
bawahan pada tingkat yang lebih tinggi.
Kepemimpinan Transformasional memotivasi bawahan
untuk menghasilkan unjuk kerja melebihi dari yang di harapkan semula, yaitu
dari kepemimpinan transaksional. Pemimpin Transformasional mempunyai sifat
sebagai berikut:
1.
Memandang dirinya
sebagai agen perubahan.
2.
Mengambil risiko yang
bijaksana.
3.
Dipercaya dan sensitif
dengan kebutuhan bawahannya.
4.
Bisa mengungkapkan inti
dari nilai yang menjadi pedoman perilakunnya.
5.
Fleksibel dan terbuka
untuk belajar pengalaman.
6.
Mempunyai keahlian
kognitif dan menganalisis masalah dengan kesungguhan.
7.
Sebagai pembawa visi
yang percaya pada intuisinya.
Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional
memotivasi karyawannya, yaitu dengan.
1.
Mendorong karyawan
untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
2.
Mendorong karyawan
untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
3.
Meningkatkan kebutuhan
karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Kepemimpinan Transformasional ditujukkan dengan
perilaku karismatik, inspirasi yang memotivasi, simulasi intelektual dan
konsiderasi Individual atau kelompok. Kepemimpinan Transformasional telah
menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku-perilaku pemimpin Transformasional mampu
menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi para karyawan untk berprestasi
melalui harapan, dan juga pemimpin yang “memotivasi kita untuk berbuat lebih
dari pada apa yang sesungguhnya diharapkan dari kita untuk melakukanya”
1.
Perilaku Karismatik
Perilaku karismatik merupakan
reaksi bawahan terhadap atasan dan perilaku atasan. Atasan didefinisikan dan
dijadikan panutan oleh bawahannya, dipercaya, dihormati, dan mempunyai misi,
visi yang menurut persepsi bawahan dapat tercapai. Atasan penetapkan standar
yang tinggi dan sasaran yang menantang pada bawahan.
2.
Inspirasi Yang
Memotivasi (Inspirational Motivation)
Pemimpin yang inspirasional adalah
pemimpin yang berorientasi pada tindakan dan merupakan pimpinan yang lebih suka
untuk terjun langsung kepada permasalahan yang dihadapi, dan tidak bersikap
seperti seorang birokrat yang mementingkan formalitas dan hak-hak istimewa
mereka (Kinicki, 2005). Bawahan terdorong untuk melakukan usaha ekstra untuk
mencapai tujuan kelompok.
3.
Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)
Dalam prakteknya pemimpin
merangsang bawahannya untuk selalu mempertanyakan kondisi yang berlaku saat ini
dan merangsang timbulnya inovasi dan cara-cara baru untuk menyelesaikan
persoalan dan bawahan didorong untuk berusaha memahami konsep dan kandungan
masalah dengan lebih baik.
Stimulasi intelektual digunakan
untuk menyadarkan dan mendorong bawahan
untuk mempertanyakan kembali cara, sistem, nilai, kepercayaan, harapan, dan
bentuk organisasi yang lama apakah masih relevan.
4.
Konsiderasi Individu
dan Kelompok (Individual and Group
Consideration)
Konsiderasi Individu dan kelompok
memiliki maksud bahwa bawahan diperlukan secara individu maupun kelompok,
sehingga wawasan kebutuhannya dapat meningkat, sebaik atasan dalam menetapkan
sasaran yang menantang dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efektif. Dengan
Konsiderasi Individual dan kelompok, tugas dapat didelegasikan kepada bawahan
untuk kesempatan belajar.
Perilaku yang berorientasi individu antara lain
dengan menumbuhkan keakraban dan saling kontak sesering mungkin dengan bawahan
secara pribadi, melakukan komunikasi informal sesering mungkin dan memenuhi
keinginan bawahan secara individu dan informasi yang di perlukan (Kinicki,
2005:325).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar