Rabu, 04 November 2015

Gaya kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan transformasional terjadi ketika pemimpin dan pengikut terkait satu sama lain sehingga mereka mampu saling menaikkan motivasi dan moralitasnya (Burns, 1978). Teori kepemimpinan transformasional terdiri dari empat dimensi yaitu pertimbangan individu, pengaruh idialis (karisma), motivasi inspirasional, dan simulasi intelektual (Judge dan Piccolo, 2004).
Kepemimpinan transformasional, merupakan perluasan dari kepemimpinan kharismatik, pemimpin menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang di harapkan dari mereka. Bahkan tidak jarang melampaui apa yang mereka bayangkan dapat mereka lakukan. Model kepemimpinan yang berkembang pesat dalam dua dekade terakhir ini didaraskan lebih pada upaya pemimpin untuk mengubah berbagai nilai, keyakinan dan kebutuhan bawahan.
Pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Jadi, model kepemimpinan transformasional melandaskan diri pada pertimbangan pemberdayaan potensi manusia. Dengan kata lain, tugas pemimpin transformasional adalah memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata (Sanusi, 2009).
Kepemimpinan Transformasional dalam konteks pengaruh atasan terhadap bawahannya, bawahan merasa percaya, kagum, bangga, loyal dan respek kepada atasannya, serta mereka termotivasi untuk mengerjakan sesuatu melebihi yang diharapkan semula (Kreitner Kinicki, 2005). Atasan dapat mengubah bawahan yaitu dengan:
                        1.        Membuat bawahan lebih sadar nilai dan pentingnya hasil dari tugas mereka.
                        2.        Membujuk bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok diatas kepentingan pribadi.
                        3.        Mengaktifkan kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi.
Kepemimpinan Transformasional memotivasi bawahan untuk menghasilkan unjuk kerja melebihi dari yang di harapkan semula, yaitu dari kepemimpinan transaksional. Pemimpin Transformasional mempunyai sifat sebagai berikut:
                        1.        Memandang dirinya sebagai agen perubahan.
                        2.        Mengambil risiko yang bijaksana.
                        3.        Dipercaya dan sensitif dengan kebutuhan bawahannya.
                        4.        Bisa mengungkapkan inti dari nilai yang menjadi pedoman perilakunnya.
                        5.        Fleksibel dan terbuka untuk belajar pengalaman.
                        6.        Mempunyai keahlian kognitif dan menganalisis masalah dengan kesungguhan.
                        7.        Sebagai pembawa visi yang percaya pada intuisinya.
Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan.
                        1.        Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
                        2.        Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
                        3.        Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Kepemimpinan Transformasional ditujukkan dengan perilaku karismatik, inspirasi yang memotivasi, simulasi intelektual dan konsiderasi Individual atau kelompok. Kepemimpinan Transformasional telah menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku-perilaku pemimpin Transformasional mampu menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi para karyawan untk berprestasi melalui harapan, dan juga pemimpin yang “memotivasi kita untuk berbuat lebih dari pada apa yang sesungguhnya diharapkan dari kita untuk melakukanya”
1.        Perilaku Karismatik
Perilaku karismatik merupakan reaksi bawahan terhadap atasan dan perilaku atasan. Atasan didefinisikan dan dijadikan panutan oleh bawahannya, dipercaya, dihormati, dan mempunyai misi, visi yang menurut persepsi bawahan dapat tercapai. Atasan penetapkan standar yang tinggi dan sasaran yang menantang pada bawahan.
2.        Inspirasi Yang Memotivasi (Inspirational Motivation)
Pemimpin yang inspirasional adalah pemimpin yang berorientasi pada tindakan dan merupakan pimpinan yang lebih suka untuk terjun langsung kepada permasalahan yang dihadapi, dan tidak bersikap seperti seorang birokrat yang mementingkan formalitas dan hak-hak istimewa mereka (Kinicki, 2005). Bawahan terdorong untuk melakukan usaha ekstra untuk mencapai tujuan kelompok.
3.        Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)
Dalam prakteknya pemimpin merangsang bawahannya untuk selalu mempertanyakan kondisi yang berlaku saat ini dan merangsang timbulnya inovasi dan cara-cara baru untuk menyelesaikan persoalan dan bawahan didorong untuk berusaha memahami konsep dan kandungan masalah dengan lebih baik.
Stimulasi intelektual digunakan untuk menyadarkan  dan mendorong bawahan untuk mempertanyakan kembali cara, sistem, nilai, kepercayaan, harapan, dan bentuk organisasi yang lama apakah masih relevan.
4.        Konsiderasi Individu dan Kelompok (Individual and Group Consideration)    
Konsiderasi Individu dan kelompok memiliki maksud bahwa bawahan diperlukan secara individu maupun kelompok, sehingga wawasan kebutuhannya dapat meningkat, sebaik atasan dalam menetapkan sasaran yang menantang dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efektif. Dengan Konsiderasi Individual dan kelompok, tugas dapat didelegasikan kepada bawahan untuk kesempatan belajar.
Perilaku yang berorientasi individu antara lain dengan menumbuhkan keakraban dan saling kontak sesering mungkin dengan bawahan secara pribadi, melakukan komunikasi informal sesering mungkin dan memenuhi keinginan bawahan secara individu dan informasi yang di perlukan (Kinicki, 2005:325).

Tidak ada komentar: