Perbuatan
dikategorikan sebagai tindak pidana bila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[1]:
a.
Harus ada perbuatan
manusia;
b.
Perbuatan manusia
tersebut harus sesuai dengan perumusan pasal dari undang-undang yang
bersangkutan;
c.
Perbuatan itu melawan
hukum (tidak ada alasan pemaaf);
d.
Dapat
dipertanggungjawabkan
Lebih
lanjut (Rusli Effendy, 1989:26) menerangkan bahwa kealpaan (culpa)
dibedakan atas :
1.
Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku
telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia
berusaha untuk mencegah toh timbul juga akibat tersebut.
2.
Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku
tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan
diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan
timbulnya suatu akibat.
Mengenai
MvT tersebut, Satochid Kartanegara mengemukakan bahwa[2]
:
Yang
dimaksud dengan opzet willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah
seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willen)
perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti (weten) akan akibat
dari perbuatan itu.
Sedangkan
menurut D. Simons mengemukakan bahwa kealpaan adalah [3]:
Umumnya
kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu
perbuatan, di samping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun, meskipun suatu
perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin juga terjadi kealpaan jika
yang berbuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul
suatu akibat yang dilarang undang-undang. Kealpaan terdapat apabila seseorang
tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga
akibatnya. Dapat diduganya akibat itu
lebih dahulu oleh si pelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak
dapat diduga lebih dahulu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai
kealpaan. Tentu dalam hal mempertimbangkan ada atau tidaknya "dapat diduga
lebih dahulu" itu, harus diperhatikan pribadi si pelaku. Kealpaan tentang
keadaan-keadaan yang menjadikan perbuatan itu suatu perbuatan yang diancam
dengan hukuman, terdapat kalau si pelaku dapat mengetahui bahwa keadaan-keadaan
itu tidak ada.
B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar